Dalam tuntunan Jamaah asy syahadatain Syaikhunal mukarrom Habib Umar Bin
Ismail Al Yahya di mana para pengamalnya di anjurkan bahkan di bimbing
tentang amaliah Tawassul , namun demikian masih banyak saja beberapa
ummat islam yang salah faham tentang tawassul , berikut ini akan di
jelaskan mengenai Tawassul yang bersumber dari buku " Kerancuan Memahami Islam - Di Balik Kesibukan Salafi Wahabi Menuduh Bid'ah amaliah amaliah Ahlu Sunnah Wal Jamaah " karangan Nurhidayat.M.Nur
Pengikut Ahlu sunnah tidak meng'tikadkan bahwa dzat
seseorang makhluk mempunyai pengaruh (ta’stir)-mampu mewujudkan sesuatu,
menghilangkan,mampu memberi manfa’at dan memberi bahaya-terhadap sesuatu.
Ahlussunnah justru meyakini, hanya Allah-lah yang dapat memberi manfa’at dan
bahaya serta yang lainnya.
Bertawassul dengan rasulullah ( baik dengan derajatnya atau
yang lain ) atau orang-orang sholeh bukan berarti menyembah kepada keduanya
seperti yang banyak dituduhkan. Akan tetapi, tawasul adalah bentuk do’a yang
dipanjatkan kepada ALLAH dngan memakai perantara Nabi atau orang saleh, dengan harapan
do’anya lebih dikabulkan oleh ALLAH. Hadits-hadits tentang itu sudah banyak
disampaikan oleh ulama, meski semua hadits itu dianggap dha’if oleh sebagian
kalangan yang kurang mengerti kualitas sebuah hadits.
Sayyid Musthofa al-Bakri, seorang ulama mazdhab Hanafi dan
wali besar dalam tarekat Khalwatiyyah, menganalogikan tawasul dengan meminta
bantuan kepada orang yang memilki kedudukan tinggi, atau dekat dengan seorang
raja, untuk menyampaikan maksud kepada raja. Rasul dan orang-orang saleh tak
lebih dari perantara. Sebuah maksud yang disampaikan ‘’orang dekat’’, akan
berbeda dalam ‘’bobot’’ kesuksesan, dari yang disampaikan ‘’orang jauh’’ secara
langsung.
Sayyid Muhammad Alawi al-maliki, dalam mafahim yajibu an
tushahhah, menjelaskan : mencari perantara ( wasilah ) bukan syirik. Karena
jika mencari perantara kepada Allah adalah syirik, semua manusia akan termasuk
musyrik dalam semua urusan. Manusia selalu memakai perantara dalam setiap hal.
Rasul menerima wahyu Al-Qur’an lewat perantara Malaikat Jibril. Rasul juga
menjadi perrantara bagi para sahabat yang kerap dating kepadanya untuk sekadar
mengadukan persoalan, atau mohon di do’akan. Apakah pernah Rasulullah berkata :
pada mereka bahwa hal tersebut adalah musyrik? Inilah yang tidak banyak
diketahui oleh orang-orang yang anti terhadap tawasul.
Sebagaimana dikatakan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
tawasul dalam agama termasuk hal yang berkaitan dengan furuiyyah ( masalah
fiqih ), menurutnya, perbedaan ijtihad bukan sesuatu yang perlu dipertajam
karena hanya akan berujung pada perpecahan. Respons terhormat untuk setiap
perbedaan adalah menghargai, kalau tidak, diam, tidak menghina dan tidak
merendahkan.
Syaikh ibnu Taimiyyah adalah salah satu ulama yang paling
mengingkari tawassul atau istighatsah dengan nabi atau orang shaleh. Padahal
tawassul dianggap sah, bahkan sunnah dilakukan menurut ulama salaf dan khalaf.
As-Subki mengatakan : tawassul dengan Nabi ada tiga macam,
yaitu tawassul dengan diri Nabi, tawassul dengan kedudukan Nabi dan tawassul
dengan barakah Nabi. Dan masing-masing jenis tawassul ini memilki dasar hadits
yang shahih.
Hadits yang dijadikan pijakan untuk tawassul dengan
kedudukan Rasul diantaranya adalah hadits dengan sanad bagus riwayat
Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir bahwa Rasulullah menyebutkan dalam
do’anya :
Bikhakki Nabiyyika wal ambiyaaillaziina min koblii…
‘’Dengan haq nabimu dan nabi-nabi sebelumku.’’
Sedangkan dalil-dalil tentang tawassul dengan nabi ( baik
saat Nabi masih hidup maupun sudah wafat ), orang shaleh, waliyullah dan
lain-lain adalah : hadits Riwayat Ath-Tirmidzi, ibnu majah, al-Hakim dan
al-Bukhari serta Ahmad bin Hanbal dari utsman bin Hunaif, mengatakan ,’’ pada
suatu waktu ada laki-laki buta datang kepada Rasul dan minta dido’akan Rasul
agar mendapatkan sehat wal ‘afiyat, Rasulullah menjawab,’’ jika kamu
menginginkannya, aku dapat berdo’a untukmu atau kamu bersabar dan itu lebih
baik bagimu!’ laki-laki itu menjawab : berdo’alah untukku!’ kemudian Rasul
memerintahkan laki-laki tersebut berwudhu dengan baik dan berdo’a sebagai
berikut :
‘’wahai Tuhanku, aku meminta kepada Engkau dan aku menghadap
kepada Engkau lewat Nabi Engkau Muhammad, Nabi Rahmat. Wahai Nabi Muhammad,
sesungguhnya aku menghadap kepada Rabb-ku lewat Engkau dalam memenuhi
kebutuhanku ini supaya Engkau dapat memenuhinya untukku. Wahai Tuhanku berilah syafaat kepadaku.’’
Post a Comment