Latest Post
12:45 PM
BUKU ASWAJA BAB 3; TUNTUNAN SYEKHUNA DALAM KAITANNYA TERHADAP TASAWUF
Written By Mas Toto on April 29, 2013 | 12:45 PM
Sumber: ShelOn (Sempurna Alon-Alon)
ARTI DAN PENGERTIAN ILMU TASAWWUF
1. Arti dan Definisi Tasawwuf
Arti dari kata Tasawwuf sangatlah banyak yang berpendapat, namun disini
hanya dicantumkan beberapa pendapat saja. Menurut Syekh Junaidi Al
Baghdadi menjelaskan bahwa Tasawwuf adalah hendaknya keadaanmu beserta
Allah tanpa adanya perantara, dan menurut Syekh Ma'ruf Al-Karokhi
Tasawwuf adalah mencari hakikat dan meninggalkan dari segala sesuatu
yang ada pada tangan makhluk.
Sedangkan definisi dari Tasawwuf adalah Mendekatkan diri kepada Allah
dengan beribadah membersihkan diri, berdzikir, dan mahabbah (cinta)
kepada Allah swt.
2. Pengertian Ilmu Tasawwuf
Pengertian dari Tasawwuf dan Ilmu Tasawwuf terdapat perbedaan, karena
Tasawwuf adalah Realisasinya, sedangkan Ilmu Tasawwuf adalah
keilmuannya.
Ilmu Tasawwuf menurut Ibnu Khaldun adalah Salah satu ilmu syari'at yang
baru tumbuh dalam agama islam yang asalmulanya ialah daripada perbuatan
para Salafus Sholihin, para Shohabat, para Tabi'in, dan orang-orang
sesudahnya yang mengikuti jejak mereka (yaitu menuruti jalan haq atas
petunjuk Allah).
3. Tujuan Tasawwuf
Tujuan pokok dari Tasawwuf adalah untuk mencapai Ma'rifat billah
(mengenal Allah) dengan sebenr-benarnya. Dan tujuan yang kedua adalah
menuju pada hakikatnya Insan Kamil
IMPLEMENTASI TASAWWUF DALAM TUNTUNAN SYEKHUNA
Tuntunan Syekhuna merupakan implementasi dari ajaran tasawwuf salaf yang
memiliki arah dan tujuan Ma'rifat billah (eling Allah) dan menuju pada
hakikat Insan Kamil yang diawali dengan proses pembelajaran syahadat
secara istiqomah, baik secara lisan maupun secara keyakinan dan
pelaksanaan, sebagai proses awal pembersihan hati dalam mencapai
Ma'rifat billah.
Proses pembelajaran syahadat ini, ditekankan pula oleh Syekh Zainuddin Al-Malibary dalam kitabnya yang berbunyi sebagai berikut:
(ุงِุนَْูู
ْ) ุฃََّู ุฃَََّูู ู
َุงَْููุฒَู
ُ ุงْูู
َََُّููู ุชَุนَُّูู
ُ
ุงูุดََّูุงุฏَุชَِْูู َูู
َุนَْูุงُูู
َุง َูุฌَุฒْู
ُ ุงุนْุชَِูุงุฏِِู ุซُู
َّ ุชَุนَُّูู
ُ
ุธََูุงِูุฑِ ุนِْูู
ِ ุงูุชَّْูุญِْูุฏِ َูุตَِูุงุชِ ุงِููู ุชَุนَุงَูู
"(Ketahuilah) sesungguhnya yang pertama diwajibkan bagi mukallaf adalah
mempelajari dua kalimat syahadat dan ma'nanya serta mengukuhkan
keyakinannya, kemudian mempelajari dhahir dari ilmu tauhid dan
sifat-sifat Allah swt."
ََููุฌِุจُ ุฃَْูุถًุง ุชَุนَُّูู
ُ ุฏََูุงุกِ ุฃَู
ْุฑَุงุถِ ุงَْْูููุจِ َูุงْูุญَุณَุฏِ
َูุงูุฑَِّูุงุกِ َูุงْูุนُุฌْุจِ َูุงِْููุจْุฑِ َูุงุนْุชَِูุงุฏُ ู
َุงَูุฑَุฏَ ุจِِู
ุงِْููุชَุงุจُ َูุงูุณَُّّูุฉُ
"Dan diwajibkan pula mengetahui obat dari penyakit-penyakit hati seperti
dengki, riya, ujub, dan takabbur. Dan wajib pula meyakini apa yang
datang dari Al-quran dan sunnah."
Proses dan ritual yang diterapkan dalam Tuntunan Syekhuna adalah sebagai berikut;
1. Pengamalan jalan para salik dalam Tuntunan Syekhuna
Tujuan pokok dari Tuntunan Syekhuna adalah Ma'rifat billah (eling
Allah), dan menjadikan manusia menuju pada hakikat Insan Kamil, sehingga
mendapatkan kebahagiaan didunia dan diakhirat (slamet dunia akherat
dunia akherat slamet). Sebagai pelaksaannya yaitu melalui beberapa
pengamalan sebagai berikut;
a. Pengamalan ritual syahadat
Syahadat merupakan pokok iman, sehingga untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan harus benar-benar menjalankan rukun islam yang pertama ini.
Dalam kaitannya terhadap ajaran tasawwuf, dalam Tuntunan Syekhuna
diterapkan beberapa fase/tingkatan suluk sebagai pengamalan Syahadat
untuk mencapai pada ke-istiqomah-an mengingat Allah (dzikrun fil qolbi)
dan pengharapan pengakuan menjadi murid Syekhuna, yaitu melalui 5 ritual
sebagai berikut;
1) Stempel/Bai'at Syahadat
Stempel adalah ritual pertama yang harus dilewati sebagai pengakuan dan
janji setia kepada Allah, Rasulullah, dan Syekhuna. Istilah stempel ini
dinisbatkan pada praktek dan tujuannya, yaitu menetapkan syahadat
kedalam hati dan pikiran. Karena pada prakteknya, stempel adalah
pembacaan dua kalimat syahadat didepan seorang saksi muslim dengan
meletakkan tangan kanan dijidat dan tangan kiri didada. Dalam kajian
keilmuan stempel itu disebut Bai'at, pembahasan tentang bai'at ini
terdapat pula tentang ditetapkannya bai’at / stempel dari guru dan
mursyid kamil
ุฅِุนَْูู
ْ ุฃََّู َْููุณَ ุงْูุจَْูุนَุฉِ ุซَุจَุชَ ุจِุงُْููุฑْุขِู َูุฃَุญَุงุฏِْูุซِ
ุญَุจِْูุจِ ุงูุฑَّุญْู
َِู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
َูุงَู ุงููู ุชَุนَุงَูู ุฅَِّู
ุงَّูุฐَِْูู ُูุจَุงِูุนََُْููู ุฅَِّูู
َุง ُูุจَุงِูุนَُْูู ุงููู. ุงูุขูุฉ. َูุฃَู
َّุง
ุงْูุฃَุญَุงุฏِْูุซُ ุงَّููุจََِّููุฉَ َََِْููููู ุงูุตَّุญَุงุจَุฉِ َูุญُْู ุงَّูุฐَِْูู
ุจَุงَูุนُْูุง ู
ُุญَู
َّุฏًุง ุนََูู ุงْูุฌَِูุงุฏِ ุฃَุจََْْูููุง ุฃَุจَุฏًุง َูุบَْูุฑَِูุง
ู
َِู ุงูุฃَุญَุงุฏِْูุซِ ุงْูู
َุฑَِّْููุฉِ ِูู َูุฐَุง ุงْูุจَุงุจِ ِูู ุงูุตِّุญَุงุญِ
ุงูุณِّุชِّ ََُููู ุนََูู ุฎَู
ْุณَุฉِ ุฃَْูุณَุงู
ٍ
ุฃَุญَุฏَُูุง ุงْูุจَْูุนَุฉُ ุนََูู ุงْูุฅِุณْูุงَู
ِ َูุซَุงَِْูููุง ุนََูู ุงِْููุฌْุฑَุฉِ
َูุงูุซَّุงِูุซُ ุนََูู ุงْูุฌَِูุงุฏِ ََููุฐِِู ุงูุซَّูุงَุซَุฉُ ََููุนَุชْ ุจََْูู
ุงَّููุจِู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
َูุฃَุตْุญَุงุจِِู َูุงูุฑَّุงุจِุนَุฉُ ุงْูุจَْูุนَุฉُ
ุนََูู ุงْูุฅِุทَุงุนَุฉِ ุงْูุฃَู
ِْูุฑِ َูุงูุณُّْูุทَุงِู ََููุฐِِู ุงْูุจَْูุนَุฉُ
ََููุนَุชْ ุจََْูู ุงูุตَّุญَุงุจَุฉِ َูุจَْูุนَุชِِูู
ْ ู
َุนَ ุงْูุฎََُููุงุกِ
ุงูุฑَّุงุดِุฏَِْูู َูุจََْูู ู
َْู ุจَุนْุฏَُูู
ْ ู
ِْู ุฃَุฆِู
َّุฉِ ุงْูู
ُุณِْูู
َِْูู
َูุงْูุฎَุงู
ِุณَุฉُ ุงْูุจَْูุนَุฉُ ุงْูู
ُุชَุนَุงุฑََูุฉُ ุจََْูู ุฃَِْูู ุงูุทَّุฑَِْููุฉِ
ู
َِู ุงูุดُُّْููุฎِ ََِููู ุงْูุจَْูุนَุฉُ ุนََูู ุงูุฐِّْูุฑِ َูุงِْْูููุฑِ
َูุงูุชَّْูุซِِْูู ุนََูู ุงْูุฃََูุงู
ِุฑِ َูุงุฌْุชَِูุงุจِ ุงْูู
ََูุงِูู ََููุฐِِู
ู
ِู
َّุง ุฌَุฑَุชْ ุนَุงุฏَุฉُ ุงูุตَّุงِูุญَِْูู ู
ِْู ุฒَู
َِู ุงูุณََِّูู ุฅَِูู
َْููู
َِูุง َูุฐَุง.
"Dan dari kebiasaan masalah taqlid adalah masalah bai’at dan tarekat
dari guru kamil. Ketahuilah bahwa bai’at itu telah ditetapkan oleh
Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Saw.
(dasar bai’at dari Al-Qur’an) Allah berfirman : “Sesungguhnya
orang-orang yang bai’at kepadamu maka orang itu telah berbai’at kepada
Allah Swt."
(Adapun dasar bai’at dari hadits Nabi Saw, adalah) perkataan sahabat :
“Saya adalah orang-orang yang berbai’at kepada Rasulullah Saw untuk
jihad dan untuk tidak tinggal diam selama-lamanya."
Dan masalah bai’at ini ditetapkan pula dalam hadits-hadits yang terdapat dalam Kutub As-Sittah/dan yang lainnya.
Bai’at terbagi lima bagian: Bai’at Islam, Bai’at Hijrah, Bai’at Jihad,
Bai’at untuk taat kepada pemimpin (raja). Bai’at ini terjadi antara para
shahabat seperti bai’atnya shahabat-shahabat pada khulafaurrasyiddin
dan bai’at pada (imam-imam) pemimpin orang muslim, dan Bai’at yang sudah
dikenal (Bai’at Muta’arifah), diantara guru-guru ahli tarekat. Yaitu
bai’at atas dzikir dan fikir, melaksanakan perintahnya dan menjauhi
larangannya dan bai’at ini merupakan kebiasaan orang-orang Salafus
Shalih sampai zaman kita sekarang"
Pelaksanaan baiat tersebut merupakan pelaksanaan dari rukun syahadat yang pembahasannya akan dipaparkan pada bagian selanjutnya.
2) Latihan
Latihan disini merupakan proses kedua dalam upaya istiqomah menjalankan
sunnah Rasulullah saw. berupa latihan melaksanakan sholat Dhuha dan
Tahajjud selama 40 hari serta dibarengi dengan membaca Puji Dina (wirid
yang dibaca pada setiap hari). Hal ini bertujuan sebagai pelatihan dan
pembiasaan Shalat Duha dan Shalat Tahajjud serta bukti patuh terhadap
guru.
3) Tunjina
Pada periode ketiga ini, diharuskan membaca Shalawat Tunjina selama 40
hari sebanyak yang diberikan syekhuna, serta dibarengi dengan istiqamah
Sholat Dhuha dan Sholat Tahajjud. Dengan tujuan mampu beristiqamah dalam
mengingat Allah sebagai sarana untuk mendapatkan kebahagiaan didunia
dan diakherat.
4) Modal
Modal adalah istilah bagi sebuah ritual yang bertujuan membuat modal
untuk kehidupan diakherat kelak dengan banyak berdzikir. Dzikir yang
dibacanya dikhususkan dengan peraturan yang ditentukan oleh Syekhuna,
namun jumlahnya disesuaikan dengan permintaan dari para saliknya, dan
waktunya sampai dia selesai membacanya sesuai dengan jumlah yang
dimintanya. Tujuan dari modal ini memohon kepada Allah dengan
Asma-asma-Nya mendapatkan berlimpah keberkahan dan kebahagiaan didunia
dan diakherat.
5) Karcis
Karcis adalah istilah untuk proses ritual yang kelima, yaitu membaca
beberapa wirid khusus yang dibarengi dengan Shalat Dhuha, Shalat
Tahajjud, dan Puji dina selama 40 hari. Sedangkan tujuannya adalah
mendapatkan pengakuan (Karcis/tanda bukti) sebagai murid Syekhunal
Mukarrom.
b. Penerapan Maqom tasawuf/ thoriqotul Auliya
Sebagai jalan menuju pada kesempurnaan yang hakiki, maka dalam Tuntunan
Syekhuna diterapkan dua suluk, yaitu perkoro songo dan perkoro nenem.
Perkoro Songo
Perkoro songo adalah sembilan sifat kewalian menurut para ahli tasawwuf.
Dalam Tuntunan Syekhuna terdapat do'a yang berbunyi; "Ya Allah Ya
Rasulullah pasrah awak kula lan sa ahli-ahli kula sedaya, kula niat
belajar ngelampahi perkawis ingkang sanga senunggal niat belajar taubat,
kaping kalih niat beljar konaah, kaping tiga niat belajar zuhud, kaping
sekawan niat belajar tawakkal, kaping lima niat belajar muhafadzoh alas
sunnah, kaping nenem niat belajar ta'allamul ilmi, kaping pitu niat
belajar ikhlas, kaping wolu niat belajar uzlah, kaping sanga niat
belajar hifdzul awkot, ngilari kanggo sangu urip senengge ibadah".
Dengan doa tersebut memiliki dua arti yaitu perintah belajar untuk
melaksanakan sembilan macam sifat kewalian tersebut, dan yang kedua
memohon pada Allah untuk memberikan taufiq dan hidayahnya sehingga dapat
menjalankannya.
Perkoro songo tersebut terdiri dari;
1) Taubat
Taubat adalah tempat awal pendakian bagi para salik dan maqom pertama
bagi sufi pemula. Hakikat taubat menurut bahasa adalah kembali, artinya
kembali dari sesuatu yang dicela menurut syara' menuju sesuatu yang
terpuji menurut syara'. Menurut Ahli Sunnah mengatakan bahwa syarat
diterimanya taubat ada tiga, yaitu: menyesali atas perbuatannya yang
salah, menghentikan perbuatan dosanya, dan berketetapan hati untuk tidak
mengulanginya
2) Qona'ah
Qona'ah artinya ridho dengan sedikitnya pemberian dari Allah. Karena itu
ada sebagian ahli tasawwuf mengatakan bahwa seorang hamba sama seperti
orang merdeka apabila ia ridho atas segala pemberian, tetapi seorang
merdeka sama seperti hamba apabila bersifat tamak (rakus/serba
kekurangan)
3) Zuhud
Zuhud adalah tidak cinta pada dunia, sebagian ulama berpendapat bahwa
zuhud adalah meminimalkan kenikmatan dunia dan memperbanyak beribadah
kepada Allah. Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah ditanya tentang zuhud,
dan beliau menjawab; Zuhud ialah hendaklah kamu tidak terpengaruh dan
iri hati terhadap orang-orang yang serakah terhadap keduniaan, baik dari
orang mukmin maupun dari orang kafir. Menurut sebagian ulama dalam
kitab Risalah Al-qusyairiyah zuhud adalah tidak akan bangga dengan
kenikmatan dunia dan tidak akan mengeluh karena kehilangan dunia.
4) Tawakkal
Tawakkal artinya adalah berserah diri kepada Allah setelah berusaha sekuat tenaga dan fikiran dalam mencapai suatu tujuan
5) Muhafadzoh alas sunnah
Muhafadhoh alas sunnah adalah menjaga perkara sunnah dengan mengamalkan sunnah-sunnah nabi dalam kehidupannya.
6) Ta'allamul ilmi
Ta'allamul Ilmi adalah mencari ilmu, maksud ilmu yang diutamakan adalah
ilmu untuk tujuan memperbaiki ibadah, membenarkan aqidah, dan meluruskan
hati.
7) Ikhlas
Ikhlas adalah niat semata-mata karena Allah dan mengharapkan ridhoNya
untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Artinya segala bentuk
hasab dan kasabnya hanya untuk mencari ridho Allah.
8) Uzlah
Uzlah adalah menyendiri atau mengasingkan diri dari keramaian hiruk
pikuk keduniaan. Maksudnya adalah mengutamakan beribadah kepada Allah
daripada menyibukkan diri dengan keduniaan. Sebagian ulama berpendapat
bahwa uzlah yang terbaik adalah ditempat ramai, seperti berdzikir
disela-sela keramaian orang.
9) Hifdzul awqot
Hifdzul awqot adalah memelihara waktu, maksudnya adalah mempergunakan
waktu seluruhnya untuk melaksanakan keta'atan kepada syari'at agama
Allah dan meninggalkan apa yang tiada berguna.
Dalam Tuntunan Syekhuna, kesembilan sifat kewalian tersebut diterapkan
dalam pengamalan-pengamalan ibadahnya, sehingga secara otomatis
kesembilan macam perkara tersebut dapat terlaksana bagi para santri
syekhuna yang patuh menjalankan perintah gurunya.
Perkoro Nenem
Perkoro Nenem adalah enam macam bentuk ibadah yang utama. Pengamalan
perkara nenem ini ditujukan agar mendapat ridho Allah serta akan
mendapat kebahagiaan. Perkara Nenem yang dimaksud adalah;'
1) Sholat Dhuha
Sholat Dhuha adalah sholat sunnah yang dikerjakan setelah terbit
matahari sampai waktu dhuhur. Jumlah rokaatnya maksimal 12 rokaat.
Mengenai keutamaan sholat dhuha terdapat banyak hadits dalam banyak
kitab, seperti yang terdapat dalam kitab Khozinatul Asror hal. 29
ุนَْู ุงَุจِู ُูุฑَْูุฑَุฉَ ุฑَุถَِู ุงููู ุนَُْูู ุนَِู ุงَّููุจِِّู ุต ู
ู
َْู
ุญَุงَูุธَ ุนََูู ุดَْูุนَุฉِ ุงูุถُّุญَู ุบُِูุฑَุชْ َُูู ุฐُُْููุจُُู َูุฅِْู َูุงَูุชْ
ู
ِุซَْู ุฒَุจَุฏِ ุงْูุจَุญْุฑِ
"Dari Abu hurairah ra. Dari nabi saw. Barangsiapa menjaga shalat dluha
maka diampuni dosa-dosanya walaupun sampai seperti buih dilautan."
2) Sholat Tahajjud
Sholat Tahajjud adalah sholat sunnah yang dikerjakan pada waktu tengah
malam sampai waktu subuh. Jumlah rokaatnya tidak terbatas. Mengenai
keutamaannya sangat banyak sekali. Dalam kitab Maroqil Ubudiyah hal. 40
terdapat hadits yang menerangkan kedudukan sholat tahajjud sebagai
berikut;
َูุฎَุจَุฑِ ู
ُุณِْูู
ٍ ุฃَْูุถَُู ุงูุตَّูุงَุฉِ ุจَุนْุฏَ ุงَْููุฑِْูุถَุฉِ ุตَูุงَุฉُ ุงَِّْูููู
"Seperti yang diberitakan oleh imam muslim bahwa; sebaik-baik sholat
setelah sholat fardhu adalah sholat malam (sholat tahajjud)."
3) Sidik
Sidik disini adalah benar dalam perkataan, keyakinan dan perbuatan.
Artinya tuntunan Syekhuna membimbing manusia untuk berkata, bertekad,
dan berbuat benar.
4) Membaca Al-qur'an
Membaca Al-qur'an merupakan kegemaran para shohabat, karena memiliki
banyak manfaat dan keutamaan. Oleh sebab itu, dalam Tuntunan Syekhuna
dianjurkan membaca Al-qur'an setiap hari, minimal membaca ayat sebelum
dan sesudah fajar.
5) Netepi Hak buang batal
Yaitu Menjalankan yang hak dan meninggalkan yang bathal. Artinya
menjalankan perintah-perintah Allah dan RasulNya baik berupa fardhu
maupun sunnah, dan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah
dan RasulNya.
6) Eling Pengeran
Eling Allah (ingat Allah) adalah hidupnya hati dengan selalu dzikir/ ingat Allah. Atau belajar untuk selalu berdzikir.
Dengan pelaksanaan enam macam pengamalan ini, seorang hamba akan
benar-benar mendapatkan kenikmatan hidup didunia maupun diakhirat.
c. Implementasi Uzlah dalam Tuntunan Syekhuna
Uzlah adalah menghindarkan diri dari keramaian terutama dari keramaian
hawa nafsu. Artinya uzlah adalah memenjarakan diri untuk mengosongkan
dari cinta dunia dan diisi dengan cinta kepada Allah.
Dalam Tuntunan Syekhuna, pelaksanaan uzlah itu melalui banyak cara,
disamping uzlah syar'I yaitu dengan menyendiri/menutup diri sehari
semalam, maupun uzlah hakiki, yaitu dengan menahan hawa nafsu dari
keinginan dunia, seperti yang dilaksanakan pada bentuk-bentuk ibadah
sebagai berikut;
1) I'tikaf Maghrib sampai Isa
I'tikaf dari waktu maghrib sampai isya merupakan perbuatannya para
salafus sholih, dan ini merupakan bentuk ibadah yang berat untuk
dilaksanakan dan memiliki keutamaan yang amat besar. Oleh sebab itu,
dalam Tuntunan Syekhuna diterapkan wirid-wirid yang dibaca secara
berjama'ah untuk diamalkan dari waktu maghrib sampai isya secara
istiqomah, sehingga I'tikaf maghrib sampai isya tersebut menjadi
kebiasaan dan tidak berat lagi bagi para santri Syekhuna.
Mengenai keutamaannya terdapat dalam beberapa kitab salaf, diantaranya
yaitu yang dipaparkan oleh Imam Al-Ghazali sebagai berikut;
َูุงَู ุงْูุบَุฒَุงِูู ِูู ุงْูุฅِุญَْูุงุกِ ู
َْู ุนَََูู َْููุณَُู ِْููู
َุง ุจََْูู
ุงْูู
َุบْุฑِุจِ َูุงْูุนِุดَุงุกِ ِูู ู
َุณْุฌِุฏٍ ุฌَู
َุงุนَุฉً َูู
ْ َูุชَََّููู
ْ ุฅِูุงَّ
ุจِุตَูุงَุฉٍ ุฃَْู ุจُِูุฑْุขٍู َูุงَู ุญًَّูุง ุนََูู ุงِููู ุฃَْู َูุจَِْูู َُูู
َูุตْุฑَِْูู ِูู ุงْูุฌََّูุฉِ ู
َุณِْูุฑَุฉُ ُِّูู َูุตْุฑٍ ู
ُِْููู
َุง ู
ِุงุฆَุฉُ
ุนَุงู
ٍ ََููุบْุฑِุณُ َُูู ุจََُْูููู
َุง ุบِุฑَุงุณًุง َْูู ุทَุงَُูู ุฃَُْูู ุงْูุฃَุฑْุถِ
ََููุณِุนَُูู
ْ
"Imam Ghozali berkata dalam kitab Ihya; Barangsiapa menahan dirinya
(beri'tikaf) pada waktu diantara maghrib dan isya didalam masjid dengan
berjamaah serta tidak berucap kecuali sholat atau membaca Al-qur'an,
maka hak baginya dibangunkan oleh Allah dua istana disurga yang jarak
diantara keduanya seratus tahun perjalanan. Dan Dia menumbuhkan untuknya
tanaman diantara keduanya yang apabila seluruh penduduk bumi
mengelilinginya maka akan memuat mereka semua."
2) I'tikaf Subuh sampai terbit matahari
Beri'tikaf dari shubuh sampai terbit matahari dan menjalankan sholat
ishroq dan dhuha merupakan perbuatan para salafus sholih, karena
mengandung banyak keutamaan, diantaranya yaitu:
ََููุฏْ َูุงَู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ َูุฃَْู ุงَْูุนُุฏُ ِูู
ู
َุฌِْูุณِู ุฃَุฐُْูุฑُ ุงَููู ุชَุนَุงَูู ِِْููู ู
ِْู ุตَูุงَุฉِ ุงْูุบَุฏَุงุฉِ ุฅَِูู
ุทُُْููุนِ ุงูุดَّู
ْุณِ ุฃَุญَุจُّ ุฅََِّูู ู
ِْู ุฃَْู ุฃُุนْุชَِู ุฃَุฑْุจَุนَ ุฑَِูุงุจٍ
"Nabi saw. bersabda; sungguh aku duduk dalam majelisku untuk berdzikir
kepada Allah dari mulai shalat shubuh sampai terbit matahari, itu lebih
aku senangi daripada aku membebaskan empat orang hamba sahaya."
َูุฑَُِูู ุนَْู ุฃََูุณٍ ุฃََُّูู َูุงَู َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงููู ุต ู
ู
َْู ุตََّูู
ุงَْููุฌْุฑَ ِูู ุฌَู
َุงุนَุฉٍ ุซُู
َّ َูุนَุฏَ َูุฐُْูุฑُ ุงَููู ุชَุนَุงَูู ุญَุชَّู
ุชَุทُْูุนَ ุงูุดَّู
ْุณُ ุซُู
َّ ุตََّูู ุฑَْูุนَุชَِْูู َูุงَูุชْ َูุฃَุฌْุฑِ ุญَุฌَّุฉٍ
َูุนُู
ْุฑَุฉٍ ุชَุงู
َّุฉً ุชَุงู
َّุฉً ุชَุงู
َّุฉً َูุฐَุง ِูู ุงْูุฃَุฐَْูุงุฑِ
"Barangsiapa shalat fajar (shubuh) berjamaah, kemudian duduk sambil
berdzikir kepada Allah sampai terbit matahari, kemudian shalat dua
rakaat, maka baginya pahala seperti pahala haji dan umrah dengan
sempurna."
Kalimat tammatan diucapkan tiga kali tersebut bukanlah mengisyaratkan
bahwa pahala haji dan umroh tiga kali hajian, tetapi merupakan kalimat
ta'kid bahwa Rasul mengisyaratkan dengan seyakinnya bahwa I'tikaf dari
shubuh sampai dhuha tersebut mengandung pahala haji dan umroh.
ََُُْููููู ุชَุงู
َّุฉً َูุฑَّุฑََูุง ุซَูุงَุซًุง ِููุชَّุฃِْْููุฏِ (ุฎุฒููุฉ ุงูุฃุณุฑุงุฑ)
"dan diucapkan `tammatan` diulang tiga kali adalah untuk ta'kid (meyakinkan)."
Dikatakan bahwa shalat dua rakaat tersebut adalah shalat isyraq.
Mengenai sholat Isyraq terdapat beberapa literatur, seperti berikut;
.... (َูุตَِّู ุฑَْูุนَุชَِْูู) ุฅِู
َّุง ุจَِِّููุฉِ ุตَูุงَุฉِ ุงْูุฅِุดْุฑَุงِู ุจَِูุงุกً ุนََูู ุงَِْْูููู ุจِุฃَََّููุง ุบَْูุฑُ ุตَูุงَุฉِ ุงูุถُّุญَู ...
"…..(maka solatlah dua rokaat) bisa dengan niat isyrok berdasarkan satu
pendapat (qaul) bahwa shalat isyraq itu bukanlah shalat dluha."
ุงูุดَّْูุฎُ ุนَุจْุฏُ ุงูุฑَّุญْู
َِู ุงْูุจُุณْุทَุงู
ِู ُูุฏِّุณَ ุณِุฑَُّู ِูู
ุชَุฑِْْููุญِ ุงُُْْููููุจِ ُูุตَِّูู ุฃَุฑْุจَุนَ ุฑََูุนَุงุชٍ ุจَِِّููุฉِ ุตَูุงَุฉِ
ุงْูุฅِุดْุฑَุงِู.
"Syekh Abdurrohman Al-Bustomi mudah-mudahan disucikan hatinya (untuk
menentramkan hati) -didalam kitab Tarwihul qulub- maka shalat empat
rakaat dengan niat shalat isyraq."
3) Tawassul Fajar
Adalah Tawassul yang dilakukan pada waktu fajar (sebelum Subuh). Dengan
tujuan membimbing hati untuk selalu berdzikir pada Allah. Karena waktu
fajar merupakan waktu mustajab dan juga waktu yang sangat tenang,
sehingga sangat cocok sebagai pelatihan khusyu'. Mengenai tawassul
diwaktu fajar ini terdapat sebuah pendapat sebagai berikut:
(َูุฃَู
َّุง) ู
َุง ُْููุนَُู َْูููุงً َูุจَْู ุงَْููุฌْุฑِ ู
َِู ุงูุชَّุณَุงุจِْูุญِ
َูุงْูุฅِุณْุชِุบَุงุซَุงุชِ َูุงูุชََّูุณُّูุงَุชِ ุงْูู
َุนْุฑَُْููุฉِ ุจِุงْูุฃَุจَุฏِ
َูุจِุฏْุนَุฉٌ ุญَุณََูุฉٌ ุฃَْูุถًุง َููุงََูุฎَْูู ู
َุงِูู ุฐََِูู ู
َِู ุงْูุญَุซِّ
ุนََูู ุงَّููุดَุงุทِ ِْููุนِุจَุงุฏَุฉِ
"(dan adapun) sesuatu amalan yang dilaksanakan pada malam hari sebelum
fajar seperti tasbih, istighosah, dan tawassul yang selama ini kita
ketahui, maka itu adalah bid'ah hasanah (baik) dan tidak samar lagi
tujuan dari amalan tersebut yaitu untuk mendorong giatnya beribadah."
4) Aurod Ati Salim
Aurod Ati salim adalah wirid yang dibaca setelah sholat tahajjud. Wirid
ini dibaca sebelum Tawassul Fajar, hal ini dilakukan sebagai penguat
hati dalam mempertahankan keimanan dari godaan syetan yang dilakukan
diwaktu mustajab, sehingga dianjurkan untuk banyak berdzikir. Mengenai
waktu mustajab ini dijelaskan sebagai berikut:
َูุฑَُِูู ุฃَْูุถًุง ุฃََّู َُّูู ََْูููุฉٍ َِْูููุง ุณَุงุนَุฉُ ุฅِุฌَุงุจَุฉٍ َูุฐَุง ِูู ุงูุชُّุญَْูุฉِ
"Dan diriwayatkan juga bahwa sesungguhnya pada setiap malam terdapat
didalamnya waktu mustajab (mudah terkabul). Seperti yang tertera dalam
kitab tuhfah."
5) Puji Dina
Puji dina adalah wirid yang dibaca setiap hari, dengan bacaan yang
berbeda pada setiap harinya. Cara membacanya tidaklah diharuskan
dimasjid, tetapi dimana saja kita berada dan pada kondisi apapun. Hal
ini sesuai dengan pelaksanaan uzlah, bahwa uzlah adalah menyendiri untuk
berdzikir ditengah-tengah hiruk pikuk kehidupan dunia.
2. Metode Dzikir dalam Tuntunan Syekhuna
a. Tawassul
Tawassul dalam arti bahasa adalah perantara, segala sesuatu yang
menggunakan perantara adalah tawassul. Sebagai contoh makan, dalam
praktiknya nasi sebagai perantara dalam mengenyangkan perut, artinya
manusia bertawassul kepada nasi dalam hal mengenyangkan perut.
sedangkan dalam arti istilah adalah berdo’a/ memohon kepada Allah dengan
perantaraan kemuliyaan para shalihin.
Dalam Al-quran surat Al-Maidah ayat 35 dikemukakan perintah untuk mencari wasilah/ jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
َูุงุงََُّููุง ุงَّูุฐَِْูู ุขู
َُููุง ุงุชَُّููุง ุงَููู َูุงุจْุชَุบُْูุง ุฅَِِْููู
ุงَْููุณَِْููุฉَ َูุฌَุงِูุฏُْูุง ِูู ุณَุจِِِْููู َูุนََُّููู
ْ ุชُِْููุญَُْูู
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah
(berjuanglah) dijalan-Nya agar kamu beruntung."
Maksud hakiki dari tawassul adalah Allah swt. sedangkan sesuatu yang
dijadikan sebagai perantara hanyalah berfungsi sebagai pengantar dan
atau mediator untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. artinya tawassul
merupakan salah satu cara atau jalan berdo’a dan merupakan salah satu
pintu dari pintu-pintu menghadap Allah swt
Dalam memahami hakikat tawassul, terdapat beberapa pendapat yang
mengharamkan tawassul dengan alasan tawassul tersebut identik dengan
memohon pertolongan kepada selain Allah, dan hal ini dihukumi musyrik.
Namun mereka tidak menyalahkan orang yang bertawassul dengan amal
shalih. Orang yang berpuasa, sholat, membaca Al-qur’an, berarti dia
bertawassul dengan puasanya, shalatnya, dan bacaan Al-qur’annya untuk
mendapatkan ridho Allah. Bahkan tawassul; dimaksud lebih memberi
optimisme untuk diterima dan tercapainya tujuan. Dalam hal ini tidak ada
perselisihan sedikitpun. Dalilnya adalah hadits mengenai tiga orang
yang terkurung dalam gua. Orang pertama bertawassul dengan baktinya
kepada orangtua, orang kedua bertawassul dengan sikapnya menjauhi
perilaku keji, dan orang ketiga bertawassul dengan kejujurannya dalam
memelihara harta orang lain. Maka Allah swt kemudian berkenan
melapangkan kesulitan yang sedang mereka alami.
Masalah yang biasa diperselisihkan adalah bertawassul dengan kemuliyaan
para shalihin, seperti bertawassul dengan Nabi Muhammad saw, Abu Bakar,
Umar, Usman, Ali, dan sebagainya, maka tawassul seperti ini ada yang
menyalahkan.
Perbedaan pendapat ini, hanyalah bersifat lahiriyah, artinya pada
bentuknya saja, dan bukan pada substansinya. Lantaran bertawassul dengan
manusia pada hakikatnya kembali kepada bertawassul dengan amalnya.
Karena sesungguhnya perantara (washilah) itu memiliki kehormatan,
kemuliyaan yang tinggi, dan amal yang diterima oleh Allah swt. seperti
halnya para sahabat nabi bersolawat badar sebagai permohonan masuk
surga. Dengan membaca shalawat tersebut, jelaslah bahwa para sahabat
memohon dengan derajatnya Nabi Muhammad saw. dan bukan dengan dzatnya.
Mengenai bertawassul dengan derajatnya Nabi Muhammad saw. pun telah
dilakukan oleh Nabi adam As. Seperti yang terdapat dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Sahabat Abu Bakar Ash-shiddiq RA. sebagai berikut;
ุนَْู ุนُู
َุฑَ ุจِْู ุงْูุฎَุทَّุงุจِ ุฑَุถَِู ุงููู ุนَُْูู َูุงَู: َูุงَู ุฑَุณُُْูู
ุงููู ุต ู
: َูู
َّุง ุงْูุชَุฑََู ุขุฏَู
ُ ุงْูุฎَุทِْูุฆَุฉَ َูุงَู َูุง ุฑَุจِّ
ุฃَุณْุฃََُูู ุจِุญَِّู ู
ُุญَู
َّุฏٍ َูู
َّุง ุบََูุฑْุชَ ِูู ََููุงَู ุงููู َูุง ุขุฏَู
ُ
َََْูููู ุนَุฑَْูุชَ ู
ُุญَู
َّุฏًุง ََููู
ْ ุฃَุฎُُْْููู َูุงَู َูุงุฑَุจِّ ِูุฃَََّูู
َูู
َّุง ุฎََْููุชَِูู ุจَِูุฏَِู َََูููุฎْุชَ َِّูู ู
ِْู ุฑُْูุญَِู ุฑََูุนْุชُ
ุฑَุฃْุณِู َูุฑَุฃَْูุชُ ุนََูู ََููุงุฆِู
ِ ุงْูุนَุฑْุดِ ู
َْูุชُْูุจًุง ูุงَุงََِูู
ุฅِูุงَّ ุงููู ู
ُุญَู
َّุฏٌ ุฑَّุณُُْูู ุงููู َูุนَุฑَْูุชُ ุฃَََّูู َูู
ْ ุชُุถِْู
ุฅَِูู ุงุณْู
َِู ุฅِูุงَّ ุฃَุญَุจَّ ุงْูุฎَِْูู ุฅََِْููู. ََููุงَู ุงُููู ุตَุฏَْูุชَ
َูุงุขุฏَู
ُ ุฅَُِّูู َูุฃَุญَุจُّ ุงْูุฎَِْูู ุฅََِّูู ุฅِْู ุณَุฃَْูุชَِูู ุจِุญَِِّูู
ََููุฏْ ุบََูุฑْุชَُู ََْููููุงَ ู
ُุญَู
َّุฏٌ ู
َุงุฎََْููุชَُู. َูุงَู ุงْูุญَุงِูู
ُ
َูุฐَุง ุญَุฏِْูุซٌ ุตَุญِْูุญُ ุงْูุฅِุณَْูุงุฏِ َูุฐََูุฑَُู ุงูุทَّุจْุฑَุงُِّูู َูุฒَุงุฏَ
ِِْููู ََُููู ุขุฎِุฑُ ุงْูุฃَْูุจَِูุงุกِ ู
ِْู ุฐُุฑَِّّูุชَِู.
“Tatkala adam berbuat kesalahan lantas beliau berdo’a: ‘Dengan berkat
Muhammad ampuni aku’ Maka Allah swt berfirman kepadanya: ‘Bagaimana kau
tahu tentang Muhammad sedangkan aku belum menciptakannya?’ Maka adam
menjawab: ‘Ya tuhan sesungguhnya setelah Engkau menyempurnakan
kejadianku dan meniupkan ruh-Mu kepadaku, aku mengangkat kepala kearah
Arasy-Mu, maka aku lihat ada tulisan La ilaha illallah Muhammadur
rasulullah, maka kutahu bahwa tidak akan engkau letakkan namanya
disamping nama-Mu kecuali makhluk yang paling Engkau cintai’ Maka Allah
berfirman: ‘Hai adam engkau benar, sesungguhnya ia adalah makhluk yang
paling aku cintai, dan apabila engkau meminta ampunan kepadaku dengan
derajatnya maka aku mengampunimu, dan seandainya bukan karena dia maka
aku tidak akan menciptakanmu’.”
Begitupun bertawassul dengan para sholihin telah dicontohkan oleh
Rasulullah saw., dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin
Malik bahwa Nabi saw. bertawassul kepada para nabi sebelum beliau dengan
doa sebagai berikut:
ุฅِุบِْูุฑْ ِูุฃُู
ِّ َูุงุทِู
َุฉَ ุจِْูุชَ ุฃَุณَุฏٍ ََููุณِّุนْ ุนَََْูููุง ู
َุฏْุฎَََููุง
ِุจุญَِّู َูุจَِِّูู َูุงْูุฃَْูุจَِูุงุกِ ุงَّูุฐَِْูู ู
ِْู َูุจِْูู (ุฑูุงู
ุงูุทุจุฑุงูู ูุตุญุญู ุงุจู ุญุจุงู)
“Ampunilah dosa Ummu Fatimah binti Asad dan luaskanlah tempatnya dengan bertawassul kepada nabiMu dan para nabi sebelumku."
Dan telah dikatakan pula bahwa bertawassul dengan para Shalihin adalah diperbolehkan seperti berikut;
ุงَูุชََّูุณُُّู ุจِุงْูุฃَْูุจَِูุงุกِ َูุงْูุฃََِْูููุงุกِ ِูู ุญََูุงุชِِูู
ْ َูุจَุนْุฏَ
ََููุงุชِِูู
ْ ู
ُุจَุงุญٌ ุดَุฑْุนًุง َูู
َุง َูุฑَุฏَุชْ ุจِِู ุงูุณَُّّูุฉُ
ุงูุตَّุญِْูุญَุฉُ
َูุนِุจَุงุฑَุฉُ ู َูุฃَู
َّุง ุงูุชََّูุณُُّู ุจِุงْูุฃَْูุจَِูุงุกِ َูุงูุตَّุงِูุญَِْูู
ََُููู ุฃَู
ْุฑٌ ู
َุญْุจُْูุจٌ ุซَุงุจِุชٌ ِูู ุงْูุฃَุญَุงุฏِْูุซِ ุงูุตَّุญِْูุญَุฉِ ََููุฏْ
ุฃَุทْุจَُْููุง ุนََูู ุทََูุจِِู ุจَْู ุซَุจَุชَ ุงูุชََّูุณُُّู ุจِุงْูุฃَุนْู
َุงِู
ุงูุตَّุงِูุญَุฉِ ََِููู ุฃَุนْุฑَุงุถٌ َูุจِุงูุฐََّูุงุชِ ุฃََْููู
"Adapun tawassul dengan para nabi dan para wali dimasa hidupnya dan
sesudah wafatnya itu diperbolehkan menurut hukum syara', seperti yang
diriwayatkan dalam hadits yang shoheh."
adapun tawassul dengan para nabi dan para solihin adalah sesuatu yang
dicintai syara' dan sudah ditetapkan dengan hadits yang shoheh dan para
ulama telah bersepakat dengan menjalankan tawassul bahkan sudah tetap
(diperbolehkan) tawassul dengan amal shaleh, padahal amal shaleh itu
suatu sifat, maka lebih-lebih tawassul dengan dzat."
Ditinjau dari beberapa referensi tersebut, jelaslah bahwa tawassul
merupakan sesuatu yang dikerjakan/ dilakukan oleh Rasulullah saw.,
sehingga tawassul merupakan sunnah Rasulullah dan bukanlah bid'ah.
Dalam kaitannya dengan Tawassul Asy-syahadatain, terdapat beberapa hal yang perlu dipaparkan, yaitu:
1) Pemakaian Nama Syekh hadi untuk Syekhuna
Gelar bagi syekhuna adalah syekh Hadi, syekh Alim, syekh Khabir, syekh
Mubin, syekh Wali, syekh Hamid, syekh Qowim, dan syekh Hafidz.
Penyebutan gelar ini sesuai dengan fungsinya sebagai guru, yaitu
memberikan petunjuk, pengetahuan, dan penjelasan bagi para salik yang
menjadi muridnya. Serta memberikan Rahmat, pengawasan dan menjaga
murid-muridnya dari segala gangguan yang akan menjerumuskan mereka.
Mengenai pemakaian Asma Allah yang disandarkan kepada makhluk adalah
banyak sekali contohnya didalam Al-quran, seperti yang terdapat didalam
surat At-Taubah ayat 138 yang mensifatkan Rasul saw. dengan sebutan
Rauf dan Rahim, sedangkan asma tersebut merupakan Asma Allah, dan masih
banyak pula ayat Al-quran yang memberikan contoh seperti tersebut.
Demikian pula terdapat beberapa pendapat para ulama bahwa Allah akan
memberikan asma (nama) dari asma Allah kepada hamba yang dicintai-Nya,
termasuk syekhuna.
ุฅَِّู ุงَููู ุชَุนَุงَูู ุฃَุนْุทَู ุงْูุนَุจْุฏَ ุฃَْูุตَุงًูุง َูุฃُุทَِْููุชْ ุนََِْููู
َูู
َุง ุฃُุทَِْููุชْ ุนََِْููู ุชَุนَุงَูู ุชَุดْุฑًِْููุง ِْููุนَุจْุฏِ َูุงْูุนَุงِูู
ِ
َูุงْูุญَِّู َََِّููููุง ู
ُุจَุงَِููุฉٌ َูู
ُุบَุงِูุฑَุฉٌ ِูุตَِูุงุชِ ุงْูุจَุงุฑِู
ุชَุนَุงَูู ِูู ุงْูุญََِْูููุฉِ
"Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada hambaNya beberapa sifat dan
ditetapkan kepadanya (hamba), seperti ditetapkannya pada Allah (dengan
maksud) sebagai penghormatan kepada hambaNya, seperti Alim (mengetahui)
dan hidup, akan tetapi pada hakekatnya jelas berbeda dengan sifat
Allah."
ุฅِุฐَุง ุฃَุญَุจَّ ุงููู ุนَุจْุฏًุง َُููุนْุทِูู ุงُููู ุตَِูุฉً ู
ِْู ุตَِูุงุชِِู
"Apabila Allah mencintai hambanya, maka Allah memberinya satu sifat diantara sifat-sifat-Nya."
Dengan demikian, tidaklah salah apabila nama-nama tersebut disandarkan
pada syekhuna, karena syekhuna merupakan Ahli Nabi (orang yang
menjalankan dan mengajarkan sunnah dan sirah nabi) yang membina ummat
manusia untuk menjalankan perintah Allah dan RasulNya.
2) Berdoa dengan suara yang keras, Berdoa sambil bergoyang, dan berdoa dengan tangan keatas.
Berdo'a dengan menggunakan metode Jahr (membacanya dengan suara yang
keras). Hal ini dilakukan karena dengan Jahr dapat mengalahkan hati yang
lalay, ngantuk, dan semacamnya.
Mengenai berdoa dan berdzikir dengan suara keras ini diriwayatkan bahwa
Sayyidina Umar bin Khattab berdzikir dengan suara keras, sedangkan
Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq berdzikir dengan suara pelan (sir), maka
ketika ditanya oleh Nabi saw. Umar menjawab: berdzikir dengan suara
keras itu dapat menolak bisikan-bisikan atau angan-angan yang jelek,
melatih hati, membangkitkan hati yang lalai, dan menyempurnakan amal.
Dan Abu Bakarpun menjawab: bahwa dzikir dengan suara pelan adalah
Mujahadatun Nafsi, dan menuju jalan keikhlasan. Dan dikatakan pula bahwa
berdzikir dengan suara pelan itu Littabarruk, dan berdzikir dengan
suara keras itu Littarbiyyah Was Suluk.
.... َِููุฐَุงَِูู ุชَุฌِุฏُ ุจَุนْุถَُูู
ْ َูุฎْุชَุงุฑُ ุงْูุฌَْูุฑَ ِูุฏَْูุนِ
ุงَْููุณَุงِูุณِ ุงูุฑَّุฏِْูุฆَุฉِ َูุงََِّْْูููููุงุชِ ุงَّْูููุณَุงَِّููุฉِ
َูุฅَِْููุงุธِ ุงُُْْููููุจِ ุงْูุบَุงَِููุฉِ َูุฅِุธَْูุงุฑِ ุงْูุฃَุนْู
َุงِู
ุงْููุงَู
َِูุฉِ َูุจَุนْุถَُูู
ْ َูุฎْุชَุงุฑُ ุงْูุฅِุณْุฑَุงุฑَ ุจِู
ُุฌَุงَูุฏَุฉِ ุงَّْูููุณِ
َูุชَุนِْْููู
َِูุง ุทُุฑَُู ุงْูุฅِุฎْูุงَุตِ َูุฅِْูุซَุงุฑَِูุง ุงْูุฎُู
َُْูู. ََููุฏْ
َูุฑَุฏَ ุฃََّู ุนُู
َุฑَ ุฑَุถَِู ุงููู ุนَُْูู َูุงَู َูุฌَْูุฑُ َูุฃَุจُู ุจَْูุฑٍ
ุฑَุถَِู ุงููู ุนَُْูู َูุงَู ُูุณِุฑُّ َูุณَุฃََُููู
َุง ุงَّููุจُِّู ุตََّูู ุงููู
ุนََِْููู َูุณََّูู
َ َูุฃَุฌَุงุจَ ٌُّูู ุจَِูุญِْู ู
َุง ุฐََูุฑْุชُُู
َูุฃََูุฑَُّูู
َุง. ...
"Oleh karena itu kamu menemukan sebagian ulama memilih Jahr (mengeraskan
suara dalam berdzikir)-dengan tujuan- untuk menolak was-was yang
merendahkan dan semua praktek yang berlandaskan hawa nafsu, untuk
membangunkan hati yang lalai, dan menampakkan amalan-amalan yang
sempurna. Dan (kamu menemukan) sebagian ulama (yang lain) memilih Israr
(melirihkan suara dalam berdzikir) dengan (maksud) memerangi nafsu,
mengajarinya jalan-jalan ikhlas, dan mengarahkannya pada berlaku samar
(dari sepengetahuan orang lain). Dan diriwayatkan bahwa Umar ra.
(memilih) mengeraskan suara (ketika berdzikir), sedangkan Abu Bakar ra.
(memilih) melirihkan suara (ketika berdzikir), maka mereka berdua
ditanya oleh Nabi saw. dan mereka menjawab seperti apa yang telah saya
sebutkan. Maka Nabi saw. mengakui (alasan) mereka berdua."
Kedua cara berdoa tersebut memiliki keutamaan masing-masing sehingga
Syekhuna menuntun para santrinya untuk menjalankan kedua cara berdzikir
tersebut, yaitu dengan membagi dzikir kedalam dua kategori keras (jahr)
seperti tawassul, marhaban, wirid shalat dll., serta dengan kategori
pelan (sirr) seperti puji dina, modal, dll.
Mengenai Ayat Al-quran dalam surat Al A’rof ayat 205 tentang perintah
berdzikir dengan suara pelan, terdapat penjelasan dalam kitab An-Nashihu
Ad-Diniyah karya Sayid Abdullah Al-Hadad, hal 132 bahwa ayat tersebut
merupakan surat makiyah, sehingga disaat itu dianjurkan untuk memelankan
suara disaat berdzikir dan membaca Al-quran karena dihawatirkan akan
terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.
Dzikir dan wirid dengan suara yang keras adalah merupakan pelajaran
pertama bagi para salik (orang yang mencari ma'rifat billah) untuk
mengalahkan hati yang lalay, sehingga dianjurkan bagi para pemula untuk
mengkeraskan suaranya disaat berdzikir.
َูุงูุดَّْูุฎُ ุงْูู
ُุฑْุดِุฏُ َูุฏْ َูุฃْู
ُุฑُ ุงْูู
ُุจْุชَุฏِุฆَ ุจِุฑَْูุนِ ุงูุตَّْูุชِ ََِْููููุนَ ุนَْู َْููุจِِู ุงْูุฎََูุงุทِุฑَ ุงูุฑَّุงุณِุฎَุฉَ
"dan seorang guru mursyid (terkadang) menyuruh mubtadi' (pemula) dengan
mengeraskan suaranya (ketika berdzikir) agar ia dapat menghilangkan dari
hatinya kehendak-kehendak nafsu yang sudah mengakar."
Begitupun berdoa dengan bergoyang-goyang seperti pohon tertiup anginpun
terdapat dasar hukumnya yaitu seperti yang diriwayatkan oleh Imam Abu
Nu'aim sebagai berikut;
َูุฑََูู ุงْูุญَุงِูุธُ ุฃَุจُู ُูุนَْูู
ٍ ุฃَุญْู
َุฏُ ุจُْู ุนَุจْุฏِ ุงِููู
ุงْูุฃَุตَِْููุงِูู ุจِุณََูุฏِِู ุนَْู ุนَِِّูู ุจِْู ุฃَุจِู ุทَุงِูุจٍ ุฑَุถَِู ุงููู
ุนَُْูู ุฃََُّูู َูุตََู ุงูุตَّุญَุงุจَุฉَ َْููู
ًุง ََููุงَู: َูุงُููุง ุฅِุฐَุง
ุฐََูุฑُْูุง ุงَููู ู
َุงุฏُْูุง َูู
َุง ุชَู
ِْูุฏُ ุงูุดَّุฌَุฑُ ِูู ุงَْْูููู
ِ
ุงูุดَّุฏِْูุฏِ ุงูุฑِّْูุญِ َูุฌَุฑَุชْ ุฏُู
ُْูุนُُูู
ْ ุนََูู ุซَِูุงุจِِูู
ْ
"Dan meriwayatkan imam Hafidz Abu Na'im Ahmad Ibnu Adillah Al-Asfihani
dengan sanadnya dari Ali bin Abi Tholib ra. Bahwa beliau pada suatu hari
menerangkan keadaan para sahabat, beliau berkata: ketika mereka
berdzikir pada Allah, mereka bergerak-gerak seperti gerakannya pohon
yang dihembus oleh angin kencang (besar) dan air mata mereka mengalir
membasahi pakaian mereka."
Begitupun yang dipaparkan oleh para ulama
(ูุงَุงูุฑَّْูุตُ) َููุงََูุญْุฑُู
ُ َููุงَُْููุฑَُู ِูุฃََُّูู ู
ُุฌَุฑَّุฏُ ุญَุฑََูุงุชٍ
ุนََูู ุงุณْุชَِูุงู
َุฉٍ ุฃَْู ุฅِุนَْูุงุฌٍ ุฅَِูู ุฃَْู َูุงَู ุฅِูุงَّ ุฃَْู ََُْูููู
ِِْููู ุชَْูุณِْูุฑٌ َِููุนِْู ุงْูู
ُุฎَِّูุซِ
"(Tidak `demikian hukumnya` goyang-goyang) maka tidak diharamkan dan
tidak pula dimakruhkan, sebab hal itu hanya berupa gerakan-gerakan
searah atau sedikit miring (doyong). Sampai pada perkataan… kecuali
apabila goyang-goyang tersebut disertai gerakan meliuk-liuk seperti yang
dilakukan oleh orang banci (maka hukumnya haram)."
Dalam tuntunan Syekhuna terdapat wirid-wirid yang dibacanya dengan
posisi berdiri, hal ini dimaksudkan sebagai penghormatan kepada asma
nabi Muhammad saw yang dibaca. Dan tidak diketemukan sebuah dalil
tentang larangan berdzikir sambil berdiri. Dengan demikian, praktek
seperti itu dapat dilaksanakan. Dalam surat Annisa ayat 103 dan surat
Ali Imron ayat 191 terdapat perincian/ contoh tentang berdzikir dengan
posisi berdiri, duduk, dan lainnya. Hal ini mengisyaratkan tentang tidak
dilarangnya berdzikir dengan posisi apapun selama tidak dengan tujuan
menghinakan asma Allah dan rasul-Nya.
ََููุงَู ู
ُุฌَุงِูุฏٌ ูุงََُُูููู ู
َِู ุงูุฐَّุงِูุฑَِْูู ุงููู َูุซِْูุฑًุง
َูุงูุฐَّุงِูุฑَุงุชِ ุญَุชَّู َูุฐُْูุฑُ ุงَููู َูุงุฆِู
ًุง ََููุงุนِุฏًุง َูู
ُุถْุทَุฌِุนًุง
(ุงูุฃุฐูุงุฑ ุต 7)
"Dan berkata seorang Mujahid; tidak dapat dikategorikan sebagai
orang-orang yang banyak mengingat Allah dari golongan laki-laki dan
perempuan, sehingga ia berdzikir (mengingat Allah) dalam keadaan
berdiri, duduk, dan berbaring".
Begitu pula tentang berdo'a dengan tangan keatas terdapat beberapa dalil, seperti
ََِِِْูููููู ุต ู
. ุฅَِّู ุงููู ุญٌَّู َูุฑِْูู
ٌ َูุณْุชَุญِْูู ู
ِْู ุนَุจْุฏِِู
ุฃَْู َูุฑَْูุนَ ุฅَِِْููู ََِّْูููู ุซُู
َّ َูุฑُุฏَُّูู
َุง ุตَْูุฑًุง ุฃَู
ุฎَุงุฆِุจَِْูู َููุฃََّู ุงูุณَّู
َุงุกَ ِูุจَْูุฉَ ุงูุฏُّุนَุงุกِ
"Sesungguhnya Allah swt. itu hidup dan pemurah, Allah swt. malu pada
hambanya yang mengangkat kedua tangannya kepada-Nya kemudian kembali
dengan kosong (tidak dapat apa-apa) dan karena sesungguhnya langit itu
qiblatnya do'a."
(ََُْูููู َูุฑَْูุนُ َูุฏَِْูู) ุฃَْู َูุณََّู ุฑَْูุนُ َูุฏَِْูู ุนِْูุฏَ
ุงูุฏُّุนَุงุกِ ََْููู ََููุฏَุชْ ุฅِุญْุฏَู َูุฏَِْูู ุฃَْู َูุงَู ุจَِูุง ุนَِّูุฉُ
ุฑَْูุนِ ุงูุขุฎَุฑِ (ุงูุทَّุงِูุฑَุชَِْูู ุญَุฐَْู ู
َِْููุจَِْูู َูู
َุณْุญُ ุงَْููุฌِْู
ุจِِูู
َุง ุจَุนْุฏَُู).
"Dan dikala berdoa, disunnahkanlah mengangkat kedua tangannya yang suci
pada jurusan kedua bahunya, dan sunnah ula menyapu wajah dengan kedua
tangannya sesudah berdoa."
Dijelaskan pula tentang posisi tangan ketika berdoa yaitu sampai
terlihat putih-putih ketiaknya, hal ini seperti yang disampaikan oleh
Imam Ghazali.
ََููุงَู ุงูุบَุฒَุงِูู ุญَุชَّู ُูุฑَู ุจََูุงุถَ ุฅِุจْุทِِู
"Imam Ghazali berkata: (mengangkat tangan ketika berdoa) sehingga terlihat keputih-putihan dua ketiaknya."
َูุฑََูู ุฃََูุณٌ ุฃََُّูู ุต ู
. َูุงَู َูุฑَْูุนُ َูุฏَِْูู ุญَุชَّู ُูุฑَู ุจََูุงุถُ ุฅِุจْุทِِู ِูู ุงูุฏُّุนَุงุกِ َููุงَُูุดِْูุฑُ ุจِุฃَุตَุงุจِุนِِู
"Anas ra. Meriwayatkan bahwa, sesungguhnya Nabi saw. mengangkat kedua
tangannya ketika berdoa sehingga terlihat putih-putih ketiaknya dan
beliau tidak berisyarat dengan jari-jarinya."
Begitupun mengenai posisi berdoa terkadang menggunakan telapak tangannya
dan terkadang pula menggunakan punggung telapak tangannya (telungkup
tangannya), hal ini terdapat sebuah riwayat sebagai berikut:
ََููุฏْ ุฌَุงุกَ ุฃََُّูู ุต ู
. َูุงَู ุนِْูุฏَ ุงูุฑَّْูุนِ َูุฌْุนَُู ุจُุทَُْูู
َูุฏَِْูู ุฅَِูู ุงูุณَّู
َุงุกِ َูุชَุงุฑَุฉً َูุฌْุนَُู ุธُُْููุฑَُูู
َุง ุฅَِูู
ุงูุณَّู
َุงุกِ َูุญَู
َُْููุง ุงْูุฃَََّูู ุนََูู ุงูุฏُّุนَุงุกِ ุจِุญُุตُِْูู ู
َุทُْْููุจٍ
ุฃَْู ุฏَْูุนِ ู
َุง َูุฏْ ََููุนُ ุจِِู ู
َِู ุงْูุจَูุงَุกِ َูุงูุซَّุงِูู ุนََูู
ุงูุฏُّุนَุงุกِ ุจِุฑَْูุนِ ู
َุงََููุนَ ุจِِู ู
َِู ุงْูุจَูุงَุกِ
"Dan diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ketika berdo'a terkadang
menjadikan telapak tangannya diatas, dan terkadang menjadikan telapak
tangannya menelungkup. Para ulama menafsirkan perbuatan Nabi yang
pertama (dengan posisi membuka) dalam berdoa adalah untuk keberhasilan
sesuatu yang diharapkan atau menolak cobaan yang akan terjadi, dan
perbuatan Nabi yang kedua (dengan posisi menelungkup) dalam berdoa untuk
menghilangkan cobaan yang telah terjadi."
b. Marhaban
Marhaban menurut bahasa adalah ucapan selamat datang, sedangkan menurut
istilah adalah pengucapan selamat datang kepada kedatangan Nabi Muhammad
saw. dalam tugasnya dimuka bumi.
Sedangkan dalam konteks Asy-syahadatain adalah Hormat Nabi Muhammad saw.
dengan pembacaan Al-Barzanji dan beberapa pujian kepada Baginda Nabi
dan Ahlul bait sebagai implementasi cintanya kepada Beliau. Karena cinta
kepada Rasulullah merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Dalam kitab Al Iman wa An Nudzur bab Kaifa Yaminun Nabiy terdapat sebuah
hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori dari Abdullah bin Hisyam dia
berkata
َُّููุง ู
َุนَ ุงَّููุจِِّู ุต ู
ََُููู ุขุฎِุฐٌ ุจَِูุฏِ ุนُู
َุฑَ ุจِْู ุงْูุฎَุทَّุงุจِ
ََููุงَู َُูู ุนُู
َุฑُ: َูุง ุฑَุณَُْูู ุงููู, َูุงَْูุชَ ุฃَุญَุจَّ ุฅََِّูู ู
ِْู
ُِّูู ุดَْูุฆٍ ุฅِูุงَّ ู
ِْู َْููุณِู. ََููุงَู ุงَّููุจِِّู ุต ู
: ูุงَ, َูุงَّูุฐِู
َْููุณِู ุจَِูุฏِِู ุญَุชَّู ุงََُููู ุงَุญَุจَّ ุฅََِْููู ู
ِْู َْููุณَِู. ََููุงَู
َُูู: َูุฅَُِّูู ุงْูุขู َูุงููู َูุฃَْูุชَ ุงَุญَุจُّ ุฅََِّูู ู
ِْู َْููุณِู.
ََููุงَู ุงَّููุจِู ุต ู
: ุงูุขู َูุง ุนُู
َุฑُ
"Dulu kami pernah bersama nabi, sedangkan beliau waktu itu menggandeng
tangan umar bin khattab ra. Maka umar berkata kepada Nabi saw. ya
Rasulullah sesungguhnya engkau lebih aku cintai dibanding lainnya,
kecuali diri saya sendiri. Maka Nabi bersabda: Tidak, Demi Dzat yang
jiwaku berada ditangan-Nya (Kekuasaan-Nya), sehingga aku lebih kau
cintai daripada dirimu sendiri. Maka umar berkata: kalau demikian
sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.
Nabi lalu berkata: Sekarang wahai Umar (sekarang sudah sempurna imanmu
wahai umar)."
ุนู ุงูุณ ุงุจู ู
ุงูู ูุงู: ูุงู ุฑุณูู ุงููู ุต ู
: ูุงَ ُูุคْู
ُِู ุนَุจْุฏٌ ุญَุชَّู
ุฃََُْููู ุฃَุญَุจَّ ุฅَِِْููู ู
ِْู ุฃَِِْููู َูู
َุงِِูู َูุงَّููุงุณِ
ุฃَุฌْู
َุนِْูู. (ุฑูุงู ู
ุณูู
)
"Dari Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah saw bersabda: Tidak
sempurna iman seseorang, sehingga aku lebih ia cintai dibanding
keluarganya, hartanya, dan manusia semua."
Allah berfirman dalam surat Ali imron ayat 31 bahwa tanda/ciri mencintai Allah adalah mengikuti nabi saw
.
ُْูู ุงِْู ُْููุชُู
ْ ุชُุญِุจَُّูู ุงَููู َูุงุชَّุจِุนُِْููู ُูุญْุจِุจُْูู
ُ ุงููู ََููุบِْูุฑَُْููู
ْ ุฐُُْููุจَُูู
ْ َูุงُููู ุบَُْููุฑٌ ุฑَّุญِْูู
"Katakanlah; "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu", Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang"
Dari bunyi ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Tanda cinta
kepada Allah adalah cinta kepada Rasulullah, dan tanda cinta kepada
Rasul adalah dengan mengikuti Sunnah / Sirah Rasulullah. Karena
kehidupan Rasulullah saw. adalah wujud hidup dari ajaran islam seperti
yang diperintahkan Allah swt. untuk diterapkan dialam nyata. Sehingga
ajaran islam itu bukan hanya untuk didalam masjid saja.
Salah satu cara agar cinta kepada Rasulullah saw. adalah dengan mengenal
beliau dengan membaca sejarah kehidupan dan kemuliaannya, dan atau
dengan membacakan puji-pujian kepadanya, serta mengikuti
sunnah-sunnahnya.
Dalam Tuntunan Syekhuna, cinta kepada Rasulullah dan Ahlul Baitnya
merupakan pokok utama dalam menapaki jalan menuju ridho Allah.
Marhaban dan tawassul merupakan dua peninggalan/ warisan dan wasiat
Syekhunal Mukarrom untuk para santrinya, sebagai salah satu cara memohon
syafaat kepada Rasulullah dan penambah cintanya kepada Rasulullah saw.,
sehingga salah satu syarat menjadi santrinya adalah istiqomah dalam
menjalankan Marhaban dan Tawassul tersebut.
c. Rahasia amalan atau aurod tahsis syekhuna
1) Membaca Syahadat setelah salam dari sholat
Membaca wirid atau doa setelah shalat maktubah adalah merupakan amalan
yang sangat baik, hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi bahwa doa setelah shalat akan lebih
didengar (dikabulkan) oleh Allah.
ุฑَََْูููุง ِูู ِูุชَุงุจِ ุงูุชِّุฑْู
ِْูุฐِู ุนَْู ุฃَุจِู ุฃُู
َุงู
َุฉَ ุฑَุถَِู ุงููู
ุนَْูู َูุงَู َِْููู ِูุฑَุณُِْูู ุงููู ุต.ู
ุฃَُّู ุงูุฏُّุนَุงุก ุฃَุณْู
َุนُ؟ َูุงَู
ุฌَُْูู ุงَِّْูููู ุงْูุขุฎِุฑِ َูุฏُุจُุฑَ ุงูุตَََّููุงุชِ ุงْูู
َْูุชُْูุจุงَุชِ
(ุงูุฃุฐูุงุฑ ุงูููุงูู ุต 57)
"Diriwayatkan didalam kitab Attirmidzi dari Abi Umamah ra. Berkata:
Rasulullah saw. Telah ditanya; Doa apa yang paling didengar? Maka Rasul
menjawab: (Doa yang dibaca) ketika tengah malam terakhir dan (Doa yang
dibaca) setelah shalat fardhu".
Dan diriwayatkan pula dalam sebuah hadits bahwa Rasul memohon ampunan kepada Allah setiap selesai melaksanakan shalat fardhu.
َِููู ุงْูุญَุฏِْูุซِ ุฃََُّูู َูุงَู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ
َูุณْุชَุบِْูุฑُ ุงَููู ุชَุนَุงَูู ุนَِูุจَ ُِّูู ู
َْูุชُْูุจَุฉٍ ุซَูุงَุซَ ู
َุฑَّุงุชٍ
(ุงูู
ูุญ ุงูุณููุฉ ุต 15)
"Dan dalam sebuah hadits sesungguhnya Rasul saw. memohon ampunan kepada
Allah pada setiap selesai shalat fardhu dengan tiga kali"
Dengan demikian telah jelas bahwa dianjurkan berdzikir setelah shalat
fardhu, terutama dengan memohon ampunan kepada Allah atas segala
kehilafan.
Syahadat merupakan penghancur dan pelebur dosa bahkan kemusyrikan,
sehingga membaca syahadat setelah sholat merupakan sunnah rasul, hal ini
pun didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Anas ra.
bahwa Rasul membaca syahadat ketika selesai dari shalat, hadits
tersebut berbunyi;
َูุฑَََْูููุง ِูู ِูุชَุงุจِ ุงุจِْู ุงูุณُِّّูู , ุนَْู ุฃََูุณٍ ุฑَุถَِู ุงููู
ุนَُْูู, َูุงَู: َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงููู ุต.ู
. ุฅِุฐَุง َูุถَู ุตَูุงَุชَُู ู
َุณَุญَ
ุฌَุจَْูุชَُู ุจَِูุฏِِู ุงُْููู
َْูู, ุซُู
َّ َูุงَู: ุฃَุดَْูุฏُ ุฃَْู ูุงَุฅََِูู
ุฅِูุงَّุงُููู ุงูุฑَّุญْู
َُู ุงูุฑَّุญِْูู
ُ, ุงََُّูููู
َّ ุงุฐَْูุจْ ุนَِّูู ุงَْููู
َّ
َูุงْูุญَุฒََู
"Artinya: Dan telah kami riwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas
RA. Dia berkata : Bahwa Rasulallah saw memegang dahi beliau setelah
selesai sholat dengan tangan kanan, dan kemudian beliau membaca :
“Asyhadu ……….” (aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Alah swt yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang, ya Alah swt lepaskanlah dariku kesusahan
dan kesedihan)."
Syahadat yang dibaca oleh Rasulallah tidak disertai dengan Syahadat
Rasul, hal ini didasarkan bahwa beliaulah sendiri sebagai rasulnya, jadi
sudah tentu beliau menyaksikannya. Sedangkan kita sebagai ummatnya
diwajibkan membacanya sebagai kesempurnaan iman kita.
Dalam tuntunan Syaikhuna, pembacaan syahadat tersebut dilangsungkan
dengan membaca shalawat (atau yang dikenal dengan nama syahadat
sholawat). Hal ini merupakan penghormatan kepada asma nabi saw. yaitu
dengan mengucapkan sholawat pada saat menyebutkan namanya. Hal inipun
pernah dilakukan oleh orang-orang arif terdahulu, seperti yang tertulis
dalam kitab-kitab salaf, diantaranya adalah;
....... َูุฃَุชَู ุฅَِูู ุจَุนْุถِ ุงْูู
ُุณِْูู
َِْูู َُُُِّููููู ุงูุดََّูุงุฏَุฉَ
ََُูููุฑِّุฑَُูุง ุนََِْููู, ุซُู
َّ َُُْูููู ุจَุนْุฏَ ุฐَุงَِูู : ุตَِّู ุนََูู
ุงَّููุจِِّู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ, ........
"Artinya: ….. maka ia datang pada sebagian ummat islam agar dituntun
membaca syahadat dan melafalkannya berulang-ulang, kemudian ia (sebagian
ummat islam) berkata (setelah membaca syahadat); bersholawatlah kepada
Nabi saw. ….."
َูุฑَََْูููุง ุชَْูุฑِْูุฑُ ุดََูุงุฏَุฉِ ุฃَْู ูุงَุฅََِูู ุฅِูุงَّุงููู ุซَูุงَุซَ
ู
َุฑَّุงุชٍ ِูู ِูุชَุงุจِ ุงุจِْู ุงูุณُِّّูู ู
ِْู ุฑَِูุงَูุฉِ ุนُุซْู
َุงู ุงุจِْู
ุนََّูุงู ุฑุถู ุงููู ุนูู ุจِุฅِุณَْูุงุฏٍ ุถَุนٍِْูู, َูุงَู ุงูุดَّْูุฎ ูุตุฑ ุงูู
ูุฏุณู
ََُُْููููู ู
َุนَ َูุฐِِู ุงْูุฃَุฐَْูุงุฑِ ุงََُّูููู
َّ ุตَِّู ุนََูู ู
ُุญَู
َّุฏٍ
َูุนََูู ุขِู ู
ُุญَู
َّุฏٍ (ุงูุฃุฐูุงุฑ ุงูููุงูู ุต 24)
"Dan diceritakan tentang pengulangan syahadat dibaca tiga kali didalam
kitab Ibnu Sunni dari riwayat Usman bin Affan ra. Dengan sanad dhaif,
Syekh Nashr Al-Muqditsy berkata; dan dibaca bersamaan dengan dzikir ini
(syahadat) kalimat `Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad`
(bacaan shalawat)".
Pegucapan syahadat setelah sholat tersebut merupakan upaya memohon
ampunan pada Allah atas kelalayan kita khususnya dalam mengerjakan
sholat.
Setelah membaca dua kalimat syahadat dilanjutkan dengan membaca
istighfar, hal ini sesuai dengan ayat Al-quran surat Muhammad ayat 9
sbb;
َูุงุนَْูู
ْ ุฃََُّูู ูุงَุฅََِูู ุฅِูุงَّุงููู َูุงุณْุชَุบِْูุฑْ ِูุฐَْูุจَِู َِْูููู
ُุคْู
َِِْููู َูุงْูู
ُุคْู
َِูุงุชِ (ู
ุญู
ุฏ : 9)
"Maka ketahuilah, sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah, dan mohonlah
ampunan bagi dosamu, dan bagi dosa orang-orang mu’min (laki-laki dan
perempuan)."
2) Membaca wasallam dan wasallim ketika membaca syahadat sholawat
Sebagian golongan menyalahkan tentang pembacaan kalimat "wasallam" pada
tuntunan syekhuna dengan dalih bahwa "wasallam" adalah fi'il madhi
sedangkan kalimat sebelumnya (yaitu Sholli) adalah fi'il Amar, sehingga
kalimat tersebut tidak ta'alluk (cocok), karena seharusnya fi'il amar
itu ta'alluknya dengan fi'il amar yaitu kalimat "wasallim".
Mengenai hal ini dijelaskan dalam kitab Hamisy Alfiyah Ibnu aqil bab Ataf sebagai berikiut
(َูุนَุทَُْูู ุงِْููุนَْู ุนََูู ุงِْููุนِْู) ุฅِِู ุงุชَّุญَุฏَุง ِูู ุงูุฒَّู
َุงِู
(َูุตِุญْ) َูุญُْู ُِููุญَِْูู ุจِِู ุจَْูุฏَุฉً ู
َْูุชًุง َُููุณَُِْููู
َููุงََูุถُุฑُّ ุงุฎْุชِูุงََُููู
َุง ِูู ุงَّْูููุธِ
"(dan diathofkannya fi'il kepada fi'il adalah sah) apabila sama dalam
satu zaman (yaitu sama dalam fi'il madhi, mudhori' dan amarnya), dan
tidak berbahaya apabila berbeda zamannya (misalnya fi'il madhi dengan
fi'il amar)."
Hal inipun dijelaskan pula sebagai berikut;
(َُُْูููู َِููู ุงْูุฃَْูุนَุงِู) ุฃَْู ุจِุดَุฑْุทِ ุงِุชِّุญَุงุฏَِูุง ุฒَู
ًَูุง ุณََูุงุกٌ ุฅِุชَّุญَุฏَ َْููุนَُูุง ุฃَู
ْ ูุงَ
"(perkataannya: dan didalam fi'il) dengan syarat cocok zamannya/waktunya
begitupula macamnya ataupun tidak sama (diperbolehkan tidak satu
zaman)."
Kedua kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa athaf antara fi'il dengan
fi'il itu diperbolehkan, walaupun berbeda bentuk atau zamannya. Dengan
demikian pembacaan "wasallam" pada syahadat sholawat tersebut
diperbolehkan.
Mengenai manfa'at yang terkandung dari pembacaan syahadat tiga kali tersebut, syekhuna menadzomkan
Syahadataken sepisan sira macane
Nuhun selamet waktu naja ning dunyane
Maca syahadat sira kaping pindone
Nuhun selamet mungkar nakir jawabane
Maca syahadat ping telune aja blasar
Nuhun selamet landrat arah-arah mahsyar
(ُูุซَุจِّุชُ ุงُููู ุงَّูุฐَِْูู ุขู
َُْููุง ุจِุงَِْْูููู ุงูุซَّุงุจِุชِ ِูู
ุงْูุญََูุงุฉِ ุงูุฏَُّْููุง َِููู ุงْูุขุฎِุฑَุฉِ) ََُُْููููู ุงูุชَّุซْุจِْูุชُ ِูู
ุซَูุงَุซَุฉِ ุฃَุญَْูุงٍู ุฃَุญَุฏَُูุง ِูู ุญَุงِู ู
ُุนَุงَِููุฉِ ู
ََِูู ุงْูู
َْูุชِ
َูุงูุซَّุงِูู ِูู ุญَุงِู ุณُุคَุงِู ู
َُْููุฑٍ ََِْููููุฑٍ َูุงูุซَّุงِูุซُ ِูู ุญَุงِู
ุณُุคَุงِِูู ุนِْูุฏَ ุงْูู
ُุญَุงุณَุจَุฉِ َْููู
َ ุงَِْูููุงู
َุฉِ (ุชูุจูู ุงูุบุงูููู ุต
14)
"Allah meneguhkan (menetapkan) iman orang-orang yang beriman dengan
ucapan yang teguh (kalimat thayyibah) dalam kehidupan didunia dan
Akhirat; dan penetapan (syahadat) tersebut pada tiga keadaan, yaitu:
yang pertama ketika berhadapan dengan malikat maut (Naz'ir ruh), yang
kedua ketika dalam menghadapi pertanyaan malaikat mungkar dan malikat
nakir, dan yang ketiga ketika dalam keadaan menghadapi hisab dihari
qiyamat (min Ahwali yaumil qiyamah)."
3) Membaca yasin Syahatil wujuh
Dalam wirid maghrib terdapat bacaan surat yasin yang dipotong dengan
kalimat "Syahatil wujuh" setelah membaca "La yubsirun". Hal ini terdapat
contoh tentang kebolehan membaca Syahatil wujuh setelah membaca "la
yubsirun", yaitu sebagai berikut;
َูุฃَุบْุดََْููุงُูู
ْ َُููู
ْ ูุงَُูุจْุตِุฑُْูู. ุดَุงَูุชِ ุงُْููุฌُْูู ุซَูุงَุซًุง
Demikianlah yang tertera dalam kitab Dalailul Khoirot. Tersebut pula
dalam beberapa kitab salaf tentang kebolehan membaca doa atau tasbih
ditengah-tengah surat atau ayat Al-qur'an selama tidak khawatir terhadap
dugaan bahwa do'a atau tasbih tersebut termasuk ayat al-qur'an, yaitu
sebagai berikut;
َِููู ุฃَุซَْูุงุกِ ุงُْููุฑْุขِู ุฅِุฐَุง ู
َุฑَّ ุจِุขَูุฉِ ุชَุณْุจِْูุญٍ ุณَุจَّุญَ
ََููุจَّุฑَ َูุฅِุฐَุง ู
َุฑَّ ุจِุขَูุฉِ ุฏُุนَุงุกٍ َูุงุณْุชِุบَْูุงุฑٍ ุฏَุนَุง
َูุงุณْุชَุบَْูุฑَ َูุฅِْู ู
َุฑَّ ุจِู
َุฎٍُْูู ุฅِุณْุชَุนَุงุฐَ َْููุนَُู ุฐََِูู
ุจِِูุณَุงِِูู ุฃَْู ุจَِْููุจِِู (ุฅุญูุงุก ุนููู
ุงูุฏูู ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู ุต 279)
"dan ditengah-tengah (bacaan) Al-quran, apabila ia melewati (membaca)
ayat yang menjelaskan tentang tasbih, maka hendaklah ia membaca tasbih
dan takbir. Apabila ia melewati (membaca) ayat tentang doa dan
istighfar, maka hendaklah ia berdoa dan beristighfar. Dan apabila
melewati (membaca) ayat tentang suatu hal yang ditakutkan, maka
hendaklah ia memohon perlindungan. Ia melakukan semua itu dengan lisan
dan hatinya."
ََููุงَู ุงْูุญَُْููู
ُِّู ุชُْูุฑَُู ِูุชَุงุจَุฉُ ุงْูุฃَุนْุดَุงุฑِ َูุงْูุฃَุฎْู
َุงุณِ
َูุฃَุณْู
َุงุกِ ุงูุณَُّูุฑِ َูุนَุฏَุฏِ ุงْูุขูุงَุชِ ِِْููู َِِِْููููู ุฌَุฑِّุฏُْูุง
ุงُْููุฑْุขَู َูุฃَู
َّุง ุงُّููุทُْู ََููุฌُْูุฒُ ِูุฃََُّูู َْููุณَ َُูู ุตُْูุฑَุฉٌ
َُููุชَََّููู
ُ ِูุฃَุฌَِْููุง ู
َุงَْููุณَ ุจُِูุฑْุขٍู ُูุฑْุขًูุง َูุฅَِّูู
َุง َِูู
ุฏِูุงَูุงَุชٌ ุนََูู َْููุฆَุฉِ ุงْูู
َْูุฑُْูุกِ َููุงَ َูุธَْูุฑُ ุฅِุซْุจَุงุชَُูุง
ِูู
َْู َูุญْุชَุงุฌُ ุฅََِْูููุง (ุงูุฅุชูุงู ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุซุงูุซ ุต 171)
"Imam Al-Hulaimi berkata; dimakruhkan menulis tanda sepersepuluh,
seperlima (juz), nama-nama surat dan bilangan ayat didalam Al-quran,
karena sabda Beliau; kosongkanlah Al-quran. Adapun sekedar
mengucapkannya maka diperbolehkan, sebab ucapan tidak mempunyai bentuk.
yang dimana dengan adanya bentuk tersebut, apa-apa yang bukan termasuk
Al-quran bisa disangka termasuk Al-quran. Sesungguhnya ia (bentuk/rupa
tersebut) hanya sebagai petunjuk bagi ayat yang dibaca, maka tidak
tampak penetapannya bagi orang yang membutuhkannya."
4) Sholawat Tunjina dengan dhomir mudzakkar
Sholawat tunjina pada umumnya adalah dengan menggunakan dhomir muannas
yaitu dengan kalimat "Biha", namun dalam Tuntunan Syekhuna menggunakan
dhomir mudzakkar yaitu dengan kalimat "Bihi". Hal ini disebabkan karena
shalawat yang dibacanya pun berbeda, sehingga kedudukan dhamirnya pun
berbeda.
Sholawat tunjina dengan dhomir mudzakkar tersebut kembali kepada Nabi,
artinya memohon keselamatan dengan bertawassul kepada kemuliaan Nabi
Muhammad. Sedangkan dengan dhomir muannas memiliki arti memohon
keselamatan dengan bertawassul kepada sholawat Nabi.
Contoh yang menggunakan dhamir Muannas
ุงูููู
ุตู ุนูู ุณูุฏูุง ู
ุญู
ุฏ ุตูุงุฉ ุชูุฌููุง ุจููุง
Contoh yang menggunakan dhamir mudzakkar
ุงูููู
ุตู ุตูุงุฉ ูุงู
ูุฉ ูุณูู
ุณูุงู
ุง ุชุงู
ุง ุนูู ุณูุฏูุง ูู
ููุงูุง ู
ุญู
ุฏ ุงูุฐู ุชูุฌููุง ุจูู
5) Membaca wirid dengan Dhomir "Hu.."
Dalam tuntunan syekhuna terdapat satu metode wirid yang asing menurut
umum, namun didalamnya mengandung makna yang besar. Wirid tersebut
adalah pengucapan lafadz "Hu".
Lafadz “HU..” merupakan domir (kata ganti) yang kembali pada Allah. Cara
membacanya: disaat membaca “HU..” nafas dikeluarkan. Kemudian menarik
nafas dengan mengucapkan “ALLAH” didalam hati, dan begitulah seterusnya
hingga merasa sudah lebih mendekati eling, barulah dilanjutkan dengan
bacaan “HU… ALLAH” artinya kata Allah yang ada dalam hati dikeluarkan
dengan keras. Dengan tujuan melatih hati untuk belajar eling.
Metode dzikir seperti inipun (dengan menggunakan lafadz "Hu") telah
dilakukan oleh para salafus shalih, hal ini didasarkan pada kutipan
berikut;
... ุงูุฐِّْูุฑُ ุจِุซَูุงَุซَุฉَ ุนَุดَุฑَ ุฅِุณْู
ًุง. ُُّูู ุงุณْู
ٍ ُูุฐَْูุฑُ ู
ِุงุฆَุฉَ
ุฃَِْูู ู
َุฑَّุฉٍ ََِููู َูุฐِِู : ูุงَุฅََِูู ุฅِูุงَّุงููู. ُْููู . ุญٌَّู .
َูุงุญِุฏٌ .....ุงูุฎ (ูู ูุงู
ุด ุงูููุงุนุฏ ุงูุนุงุดุฑุฉ ุต 126)
“Dzikir itu mempunyai tiga belas (13) nama, setiap nama (asma Allah)
dibaca 100.000 kali yaitu : Laa ilahaa illallah . Huu . ……”
6) Menyebutkan kalimat Ali Jibril (keluarga Jibril)
Dalam tuntunan syekhuna terdapat doa yang bertawassul kepada para nabi, wali, dan para malaikat seperti berikut;
ุงูููู
ุจุฌุงู ุขุฏู
ุงูุนุงูู ุงููุงุฏู ู ุขู ุขุฏู
ุงูุนุงูู ุงููุงุฏู .....
"ya Allah dengan derajat keagungannya Nabi Adam dan Keluarga Nabi Adam ………"
Dari kutipan doa tersebut tidaklah tampak suatu masalah, karena pada
hakekatnya Nabi Adam memiliki keluarga. Akan tetapi pada lanjutan dari
doa tersebut disebutkan nama para malaikat dan keluarganya dengan
kutipan sebagai berikut;
ุงูููู
ุจุฌุงู ุฌุจุฑูู ุงูุนุงูู ุงููุงุฏู ู ุขู ุฌุจุฑูู ุงูุนุงูู .....
"ya Allah dengan derajat keagungannya Malaikat Jibril dan Keluarga Malaikat Jibril ………"
Sehingga banyak kalangan yang menyalahkan doa tersebut, dengan alasan
bahwa malaikat tidaklah memiliki keluarga seperti manusia/nabi.
Pandangan mengenai doa tersebut merupakan pandangan yang dangkal
terhadap penafsiran suatu doa atau kalimat. Dalam doa tersebut
disebutkan "Ali Adam, Ali Jibril, dst".
Kata/kalimat "Ali" dalam kalimat arab memiliki 12 makna, sehingga
tidaklah hanya diartikan sebagai keluarga nasab saja. Seumpama dengan
istilah keluarga Nabi Nuh, beliau memiliki seorang anak yang
membangkang. Maka anak tersebut bukanlah sebagai keluarga Nuh, sehingga
keluarga nasab tidaklah termasuk dalam istilah "Ali" / keluarga disini.
Begitupun dengan keluarga Fir'aun, dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat
48 disebutkan tentang keluarga fir'aun, dan didalamnya tidak termasuk
istri firaun yaitu siti Asiyah, sehingga arti atau makna dari kata "Ali"
disini adalah teman-teman seakidahnya.
ูููู (ู
ِْู ุขِู ِูุฑْุนََْูู) ูุงَُูุฑَุฏُّ ุฃََّู ุงูุขู ูุงَُูุถَุงُู ุฅِูุงَّ ِูุฐِู
ุดَุฑٍَู ِูุฃََّู ِูุฑْุนََْูู ุฐُู ุดَุฑٍَู ุฏٍَُِّْูููู, َูุงْูู
ُุฑَุงุฏُ
ุฃَุนَْูุงُُูู (ุชูุณูุฑ ุงูุตุงูู ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู ุต 50)
"(dari keluarga/golongan fir'aun) tidak ditolak [fir'au menggunakan
kalimat 'Ali fir'aun'] sesungguhnya lafadz 'Ali' tidak disandarkan
kecuali kepada yang memiliki kemuliaan, dan karena sesungguhnya fir'aun
memiliki kemuliaan dunia [seorang raja mesir], dan yang dimaksud [Ali
Fir'aun] adalah teman/ bala tentaranya".
Dengan demikian, kalimat keluarga malaikat Jibril adalah bala
tentaranya, karena Allah menciptakan Jibril dengan rupa yang sama bukan
satu wujud saja, sehingga dikatakan sebagai "Jabro'il".
Keterangan mengenai bala tentara jibril tersebut sebagai berikut:
َูุฃَู
َّุง ุฌِุจْุฑِْูู .... َُููุฑَْูู ุฃََُّูู َْููุบَู
ِุณُ ِูู ุจَุญْุฑِ
ุงُّْูููุฑِ َُّูู َْููู
ٍ ุซَูุงَุซَู
ِุงุฆَุฉٍ َูุณِุชَِّْูู ู
َุฑَّุฉً َูุฅِุฐَุง
ุณََูุทَุชْ ู
ُِْูู َูุทْุฑَุงุชٌ ู
َِู ุงُّْูููุฑِ ََููุฎُُْูู ุงُููู ู
ِْู ุชَِْูู
ุงَْููุทَุฑَุงุชِ ู
َูุงَุฆَِูุฉً ุนََูู ุตُْูุฑَุชِِู ُูุณَุจِّุญَُْูู ุงَููู ุชَุนَุงَูู
ุฅَِูู َْููู
ِ ุงَِْูููุงู
َุฉِ..... (ุจุฏุงุฆุน ุงูุฒููุฑ ุต35)
"Dan diriwayatkan sesungguhnya (Jibril) menyelam didalam lautan cahaya
(nur) setiap hari 360 kali, maka ketika (jibril) keluar dari lautan
tersebut, menetes darinya tetesan-tetesan cahaya. maka Allah menciptakan
dari tetesan-tetesan tersebut malaikat yang serupa ujudnya (dengan
malaikat jibril), maka mereka mensucikan Allah sampai hari kiamat".
Dalam kitab yang samapun dijelaskan pula bahwa selain malaikat jibrilpun memiliki bala tentara seperti halnya malaikat jibril.
Bahkan terdapat keterangan sebagai berikut;
َูุฌَุฃَุฉِ ุงْูู
ََُูู ุงْูู
َْูุชُ ุฃَْู ุจَุนْุถُ ุฃَุนَْูุงِِูู (ุงููุชุงูู ุงูุญุฏูุซูุฉ ุต 20)
"maka malaikat maut atau sebagian bala tentaranya telah datang".
7) Qunut Nazilah
Qunut Nazilah adalah qunut yang dibaca pada I'tidal rokaat akhir sholat
fardhu yang lima waktu. Qunut nazilah ini banyak dilakukan oleh para
ulama salaf karena berkenaan dengan sebab-sebab tertentu, seperti karena
adanya wabah penyakit, dsb. Keterangan mengenai qunut nazilah ini
banyak terdapat dalam kitab-kitab salaf, diantaranya adalah;
(ุซُู
َّ) ุจَุนْุฏَ ุฐََِูู ุณَُّู (ُُْูููุชٌ ِูู ุงุนْุชِุฏَุงِู ุขุฎِุฑَุฉِ ุตُุจْุญٍ
ู
ُุทًَْููุง َู) ุขุฎِุฑَุฉِ (ุณَุงุฆِุฑِ ุงْูู
َْูุชُْูุจَุงุชِ َِููุงุฒَِูุฉٍ) ََููุจَุงุกٍ
ََููุญْุทٍ َูุนَุฏٍُّู (ูุชุญ ุงูููุงุจ ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู ุต 43)
"Kemudian setelah itu (setelah I’tidal) disunnahkan qunut disaat I’tidal
pada akhir sholat subuh, dan akhir seluruh sholat fardu dikarenakan ada
cobaan yang turun (menimpa/Nazilah), seperti penyakit wabah, kemarau,
dan musuh."
8) Imam menghadap makmum
Ketika berdzikir selesai salam dari shalat, maka dianjurkan bagi imam
untuk memutar tubuhnya sehingga menghadap makmum. Hal ini dimaksudkan
mendidik makmum untuk berdzikir dengan melakukan pengawasan yang penuh.
Mengenai posisi imam setelah salam dari sholat yaitu menghadap makmum,
tersebut dalam beberapa kitab salaf diantaranya adalah;
ุจَุงุจُ َูุณْุชَْูุจُِู ุงْูุฅِู
َุงู
ُ ุงَّููุงุณَ ุฅِุฐَุง ุณََّูู
َ ุญَุฏَّุซََูุง ุนَْู
ุณَู
ُุฑَุฉَ ุจْู ุฌُْูุฏَุจٍ َูุงَู َูุงَู ุงَّููุจِู ุต ู
. ุฅِุฐَุง ุตََّูู ุตَูุงَุฉً
ุฃَْูุจََู ุนَََْูููุง ุจَِูุฌِِْูู (ุตุญูุญ ุงูุจุฎุงุฑู ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู ุต 205)
"(Bab tentang menghadapnya imam kepada makmum setelah salam) diceritakan
kepadaku dari samuroh bin Jundab ia berkata: Rasulullah saw. apabila
selesai sholat, maka beliau menghadap kami dengan wajahnya"
ุฃَู
َّุง ุงْูุฅِู
َุงู
ُ َُููุณْุชَْูุจَُู ุงْูู
َุฃْู
ُْูู
َِْูู ุจَِูุฌِِْูู ِูู
ุงูุฏُّุนَุงุกِ َُِِّูููู ุฌُُْููุณٍ ุฐَุงِูุฑًุง ุงَููู ุชَุนَุงَูู ุจَุนْุฏَ ุตَูุงَุฉِ
ุงูุตُّุจْุญِ ุฅَِูู ุทُُْููุนِ ุงูุดَّู
ْุณِ (ุฅุฑุดุงุฏ ุงูุนุจุงุฏ ุต 20)
"adapun bagi imam, maka hendaknya menghadap makmum dengan wajahnya
didalam berdoa, dan bagi setiap duduk berdzikir kepada Allahsetelah
sholat subuh sampai matahari terbit."
9) Wanita sholat jama'ah dan jum'at dimasjid
Mengenai hukum atau kedudukan tentang sholat jamaahnya kaum wanita
dimasjid bukan merupakan hal yang aneh, karena hal ini telah dicontohkan
oleh kaum muslimin dari sejak lama, hal inipun tertulis dasar hukumnya
dalam kitab-kitab salaf, diantaranya;
ุจَุงุจُ ุงุณْุชِุฆْุฐَุงِู ุงْูู
َุฑْุฃَุฉِ ุฒَْูุฌََูุง ุจِุงْูุฎُุฑُْูุฌِ ุฅَِูู ุงْูู
َุณْุฌِุฏِ
ุญَุฏَّุซََูุง ุนَِู ุงَّููุจِِّู ุต ู
. َูุงَู ุฅِุฐَุง ุงุณْุชَุฃْุฐََูุชْ ุงู
ْุฑَุฃَุฉُ
ุฃَุญَุฏُِูู
ْ َููุงَ َูู
َْูุนَْูุง (ุตุญูุญ ุงูุจุฎุงุฑู ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู ุต 211)
"Bab tentang meminta izinnya wanita kepada suaminya untuk pergi
kemasjid. telah diriwayatkan dari Nabi saw. beliau bersabda; Apabila
istrimu meminta izin (untuk pergi kemasjid), maka janganlah dilarang."
َูุงَู ุงุจُْู ุนُู
َุฑَ َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงููู ุต ู
. ูุงَุชَู
َْูุนُْูุง ุงِّููุณَุงุกَ
ู
َِู ุงْูุฎُุฑُْูุฌِ ุฅَِูู ุงْูู
َุณَุงุฌِุฏِ ุจِุงَِّْูููู (ุตุญูุญ ู
ุณูู
ูู ุงูุฌุฒุก
ุงูุฃูู ุต 187)
"Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: Janganlah
kamu melarang perempuan keluar untuk pergi kemasjid pada waktu malam
hari."
Adapun kebiasaan wanita sholat jum'at dimasjid merupakan hal yang aneh
dinusantara ini, padahal belum diketemukan dalil tentang haramnya wanita
sholat jum'at.
Dalam beberapa kitab salaf terdapat dalil tentang sahnya kaum wanita
sholat jum'at dan tidak mengulang sholat dhuhurnya karena dhuhur itu sah
dan sebagai pengganti dhuhur.
(َูู
َْู ุตَุญَّุชْ ุธُْูุฑُُู) ู
ِู
َّْู ูุงَุชَْูุฒَู
ُُู ุงْูุฌُู
ْุนَุฉُ َูุงูุตَّุจِِّู
َูุงْูุนَุจْุฏِ َูุงْูู
َุฑْุฃَุฉِ َูุงْูู
ُุณَุงِูุฑِ ุจِุฎِูุงَِู ุงْูู
َุฌُِْْููู
(ุตَุญَّุชْ ุฌُู
ْุนَุชُُู) ِูุฃَََّููุง ุชَุตِุญُّ ِูู
َْู ุชَْูุฒَู
َُู َِููู
َْู
ูุงَุชَْูุฒَู
َُู ุฃََْููู َูุชُุฌْุฒِุฆُُู ุนَِู ุงูุธُّْูุฑِ (ุงูู
ุญูู ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู
ุต 269)
"(Dan orang yang sah shalat dzuhurnya) diantara orang-orang yang tidak
diwajibkan shalat jumat seperti anak kecil, hamba sahaya, perempuan, dan
musafir dengan -dalam keadaan- tidak gila. (Maka sah shalat jumatnya)
karena shalat jumat itu sah bagi orang yang tidak diwajibkan, dan shalat
jumat itu cukup baginya sebagai pengganti shalat dzuhur."
َูู
َْู ูุงَุฌُู
ْุนَุฉَ ุนََِْููู ู
ُุฎََّูุฑٌ ุจََْูู ุงูุธُّْูุฑِ َูุงْูุฌُู
ْุนَุฉِ
َูุฅِْู ุตََّูู ุงْูุฌُู
ْุนَุฉَ ุฃَุฌْุฒَุฃَُู ุนَِู ุงูุธُّْูุฑِ (ุงูู
ูุฐุจ ูู ุงูุฌุฒุก
ุงูุฃูู ุต 109)
"Dan barang siapa yang tidak kewajiban jumat diperintahkan untuk memilih
diantara dzuhur dan jumat, maka jika ia telah bersembahyang jumat
memadailah apa yang dilakukannya itu daripada dzuhur."
10) Sholat jum'at kurang dari 40 orang
Dasar hukum dari sholat jum'at adalah ayat Al-qur'an surat Al-Jumu'ah
ayat 9 yang berisi tentang perintah melaksanakan sholat jum'at, bahkan
ditekankan untuk meninggalkan jual beli. Hal ini mengisyaratkan sangat
wajibnya sholat jumat dalam keadaan sesibuk apapun.
Dengan demikian, bahwa sholat jum'at sangatlah penting. Dan apabila
disyaratkan dalam melaksanakan sholat jum'at itu dengan tidak boleh
kurang dari 40 orang, maka apabila ada suatu desa yang masanya kurang
dari 40 orang dia tidak akan pernah melakukan perintah Allah yang satu
ini, dan ini berarti bahwa Aturan Allah tidaklah fleksibel dan
universal.
Dalam beberapa kitab fiqh terdapat kutipan pandangan para ulama mengenai
jumlah jamaah shalat jum'at, yang didalamnya terdapat banyak pendapat.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak adanya aturan baku dari
Rasul mengenai jumlah shalat jumat ini, karena apabila Rasul mensabdakan
wajibnya jumat dengan 40 orang maka seluruh ulama pun pasti akan
sependapat mengenai jumlah tersebut.
َูุงุดْุชِุฑَุงุทُ ُُْูููุนَِูุง ِุจَูุฐَุง ุงْูุนَุฏَุฏِ ٌَْููู ู
ِْู ุฃَุฑْุจَุนَุฉَ ุนَุดَุฑَ
َْูููุงً ِูู ุงْูุนَุฏَุฏِ ุงَّูุฐِู ุชَْูุนَِูุฏُ ุจِِู ุงْูุฌُู
ْุนَุฉُ ุซَุงَِْูููุง
ุฃَََّููุง ุชَุตِุญُّ ู
َِู ุงَْููุงุญِุฏِ ุฑََูุงُู ุงุจُْู ุญَุฒْู
ٍ ุซَุงِูุซَُูุง
ุฅِุซَْูุงِู َูุงْูุฌَู
َุงุนَุฉِ ََُููู َُْููู ุงَّููุฎَุนِِّู َูุฃَِْูู ุงูุธَّุงِูุฑِ
ุฑَุงุจِุนَُูุง ุซَูุงَุซَุฉٌ ู
َุนَ ุงْูุฅِู
َุงู
ِ ุนِْูุฏَ ุฃَุจِู ุญََِْูููุฉَ َูุณَُْููุงَู
ุงูุซَّْูุฑُِّู ุฑَุถَِู ุงููู ุนَُْููู
َุง...ุงูุฎ (ุฅุนุงูุฉ ุงูุทุงูุจูู ูู ุงูุฌุฒุก
ุงูุซุงูู ุต 57)
"Dan syarat didirikannya shalat jumat dengan bilangan ini (dengan 40
orang) merupakan satu qaul dari 14 qaul tentang bilangan jamaah yang
menjadi sahnya jumat. Qaul yang kedua bahwa jumat sah didirikan oleh
satu orang, qaul ini diriwayatkan oleh Ibn Hazm. Qaul yang ketiga (sah
jumat) yang didirikan oleh dua orang seperti shalat berjamaah (selain
hari jumat), dan itu merupakan qaul An-Nakhawi dan Ulama Ahli Dzahir.
Qaul yang keempat bahwa sah (jumat) yang didirikan oleh tiga orang
berikut imam, hal ini menurut Abu Hanifah dan Sufyan Saury."
11) Sholat sunnah berjamaah
Kebolehan melaksanakan shalat sunnah secara berjamaah merupakan suatu
hal yang sudah tidak aneh lagi, hal semacam ini sudah maklum dinegara
kita ini seperti pelaksanaan shalat witir, taraweh, dll.
(ู
َุณْุฆََูุฉُ ุจ ู) ุชُุจَุงุญُ ุงْูุฌَู
َุงุนَุฉُ ِูู َูุญِْู ุงِْููุชْุฑِ َูุงูุชَّุณْุจِْูุญِ َููุงَ َูุฑَุงَูุฉَ ِูู ุฐََِูู (ุจุบูุฉ ุงูู
ุณุชุฑุดุฏูู ุต 67)
"Diperbolehkan berjamaah dalam shalat witir dan shalat tasbih, demikian itu tidak dihukumi makruh."
Begitupun diterangkan pula tentang kebolehan melaksanakan sholat sunnah empat rokaat dalam satu salam.
ََููุงَู ِูู ุตَูุงَุฉِ ุงَِّْูููู ุฅِْู ุดَุงุกَ ุตََّูู ุฑَْูุนَุชَِْูู ุฃَْู
ุฃَุฑْุจَุนًุง ุฃَْู ุณِุชًّุง ุงَْู ุซَู
َุงَِูู ุฑََูุนَุงุชٍ ุจِุชَุณِْْููู
َุฉٍ َูุงุญِุฏَุฉٍ
َูุจِุงََّูููุงุฑِ ُูุณَِّูู
ُ ู
ِْู ُِّูู ุฃَุฑْุจَุนٍ (ุฑุญู
ุฉ ุงูุฃู
ุฉ ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู ุต
55)
"Dan ia berkata mengenai shalat malam, jika ia mau maka ia shalat dua
rakaat, empat rakaat, enam rakaat, atau delapan rakaat dengan satu kali
salam. Sedangkan diwaktu siang, ia salam dari setiap empat rakaat."
12) Jumlah dalam berdzikir
Mengenai jumlah dalam beberapa bacaan yang dibaca Syekhuna, jelas
memiliki sir (rahasia). Semisal dengan bacaan tasbih, hamdalah, dan
takbir yang dibaca ba'da maghrib dan shubuh hanya dibaca tiga kali
sedangkan pada umumnya dibaca 33 kali. hal ini hanya syekhuna yang
mengetahui maksud dan tujuannya. Mengenai pengurangan jumlah bacaan
dzikir tersebut, terdapat kutipan kalimat dari sebuah kitab salaf
sebagai berikut;
(ุชَْูุจِْูู) ุงََُّูู َูุฑَุฏَ ِูู ุฑَِูุงَูุงุชٍ ุงَّْูููุตُ ุนَْู ุฐََِูู
ุงْูุนَุฏَุฏِ َูุงูุฒَِّูุงุฏَุฉِ ุนََِْููู َูุฎَู
ْุณٍ َูุนِุดْุฑَِْูู َูุงِุญْุฏَู
ุนَุดَุฑَุฉَ َูุซَูุงَุซٍ َูู
َุฑَّุฉٍ َูุณَุจْุนَِْูู َูู
ِุงุฆَุฉٍ ِูู ุงูุชَّุณْุจِْูุญِ
(ุงูุชุญูุฉ ูู ุงูุฌุฒุก ุงูุฃูู ุต 277)
"(peringatan) Sesungguhnya ada riwayat tentang pengurangan dan
penambahan jumlah tersebut, seperti 5, 20, 11, 3, 1, 70, dan 100 kali
dalam membaca tasbih."
Label:
Artikel Islami,
Aswaja,
Majelis AsySyahadatain
12:16 PM
1. Keutamaan pakaian putih
Segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah saw. adalah sebuah wahyu dan interpretasi dari Al-quran, dan bukan hanya budaya dan tradisi semata. Demikian pula dengan pakaian sholat yang beliau pakai, bukan hanya sebatas budaya arab belaka, melainkan suatu perintah dari Allah swt.
Hal ini dapat kita tinjau dari satu ayat Al-quran surat Al A’rof ayat 31 Yang berbunyi
َูุง ุจَِูู ุขุฏَู َ ุฎُุฐُْูุง ุฒَِْููุชَُูู ْ ุนِْูุฏَ ُِّูู ู َุณْุฌِุฏٍ
َูุง ุจَِูู ุขุฏَู َ ุฎُุฐُْูุง ุฒَِْููุชَُูู ْ ุนِْูุฏَ ُِّูู ู َุณْุฌِุฏٍ َُُْููููุง َูุงุดْุฑَุจُูุง َููุงَ ุชُุณْุฑُِْููุง ุฅَُِّูู ูุงَُูุญِุจُّ ุงْูู ُุณْุฑَِِْููู. ََِูููุฐِِู ุงْูุขَูุฉِ َูู َุง َูุฑَุฏَ ِูู ู َุนَْูุงَูุง ู َِู ุงูุณَُّّูุฉِ ُูุณْุชَุญَุจُّ ุงูุชَّุฌَู ُُّู ุนِْูุฏَ ุงูุตَّูุงَุฉِ َููุงَุณَِูู َุง َْููู َ ุงْูุฌُู ْุนَุฉِ ََْูููู َ ุงْูุนِْูุฏِ َูุงูุทِّْูุจُ ِูุฃََُّูู ู َِู ุงูุฒَِّْููุฉِ َูุงูุณَِّูุงُู ِูุฃََُّูู ู ِْู ุชَู َุงู ِ ุฐَุงَِูู َูู ِْู ุฃَْูุถَِู ุงِّููุจَุงุณِ ุงَْูุจََูุงุถُ َูู َุง َูุงَู ุฑَุณَُْูู ุงููู ุต ู . ุฅِْูุจَุณُْูุง ู ِْู ุซَِูุงุจُِูู ُ ุงْูุจََูุงุถَ َูุฅََِّููุง ู ِْู ุฎَْูุฑِ ุซَِูุงุจُِูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ
“(Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan). dan dari ayat ini mengandung makna tentang kesunnahan berhias ketika hendak melakukan sholat, apalagi ketika hendak melakukan sholat jumat dan sholat id. Disamping berhias, hendaknya seseorang memakai wewangian karena memakai wewangian itu bagian dari berhias, begitu juga dengan bersiwak (gosok gigi) karena bersiwak adalah penyempurna dalam berhias. Dan berhias yang lebih utama ialah dengan memakai pakaian yang berwarna putih. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Pakailah pakaianmu yang berwrna putih karena pakaian putih itu sebaik-baik pakaianmu dan kafanilah orang-orang matimu dengannya (kain kafan yang putih).”
Terdapat pula beberapa hadits yang menjelaskan tentang tatacara berpakaian, khususnya dalam beribadah (yaitu memakai pakaian yang berwarna putih). Yaitu;
(ََُْูููู َูุฃَْูุถََُููุง ุงْูุฃَุจَْูุถُ) ุฃَْู ุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ َุงْูุฃَุจَْูุถُ ِูุฎَุจَุฑِ ุงูุชِّุฑْู ِْูุฐِู " ุฅِْูุจَุณُْูุง ู ِْู ุซَِูุงุจُِูู ُ ุงْูุจََูุงุถَ َูุฅََِّููุง ู ِْู ุฎَْูุฑِ ุซَِูุงุจُِูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ " َُููุณَُّู ุฃَْู ุชََُْููู ุฌَุฏِْูุฏَุฉً َูุฅِْู َูู ْ ุชَُْูู ุฌَุฏِْูุฏَุฉً ََููุฑِْูุจَุฉٌ ู َِْููุง َُููุณَُّู ุฃَْู َูุฒِْูุฏَ ุงْูุฅِู َุงู ُ ِูู ุญُุณِْู ุงَْْูููุฆَุฉُ ِููุฅِุชْุจَุงุนِ َููุฃََُّูู ู َْูุธُْูุฑٌ ุฅَِِْููู َูุงْูุฃَْูู َُู ุฃَْู ุชََُْููู ุซَِูุงุจُُู َُُّูููุง ุญَุชَّู ุงْูุนِู َุงู َุฉُ ุจَْูุถَุงุกَ َูุฅِْู َูู ْ ุชَُْูู َُُّูููุง َูุฃَุนْูุงََูุง َُููุทَْูุจُ ุฐَุงَِูู ุญَุชَّู ِูู ุบَْูุฑِ َْููู ِ ุงْูุฌُู ْุนَุฉِ ูุฅِุทْูุงَِู ุงْูุฎَุจَุฑِ ุงْูู َุฐُْْููุฑِ
“Dikatakan bahwa pakaian yang paling utama adalah pakaian putih, karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih karena pakaian putih itu sebaik-baik pakaianmu dan kafanilah orang-orang matimu dengannya (kain kafan yang putih)” dan disunnahkan yang baru apabila ada, namun apabila tidak ada yang baru maka yang paling baru (bagus) diantara yang lainnya. Dan disunnahkan bagi imam untuk menyempurnakan keadaannya, karena dia diikuti dan menjadi pusat perhatian. Dan yang lebih sempurna adalah hendaknya seseorang memakai pakaian yang berwarna putih semua sampai sorbannyapun berwarna putih, maka apabila tidak ada yang putih kesemuanya, maka hendaknya bagian atas diusahakan (untuk berwarna putih), dan dianjurkan memakai pakaian putih sehingga pada hari selain hari jumat sekalipun, karena mutlaknya hadits yang telah disebut."
Senada dengan bunyi hadits tersebut diatas dikemukakan pula dalam kitab-kitab lainnya seperti kitab Minhajul Qowim hal.88, Maroqil Ubudiyah hal.54, Mawahibus somad hal. 60. Bulughul Marom hal. 63, Nihayatuz Zain hal. 142, Al Iqna juz I hal. 159, Al-Minhajut Tullab hal. 78, Fathul Wahab Juz I hal. 78, Hasiyah Qolyubi Juz I hal. 383, Fiqhus Sunnah Juz I hal. 436, dll.
Mengenai keutamaan pakaian putih ini telah banyak dikemukakan pula oleh banyak ulama dalam kitab-kitabnya, seperti berikut;
َูุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ ุงَْูุจََูุงุถُ ِูู َุง ุฑََูู ุณَู ُุฑَุฉُ ุจُْู ุฌُْูุฏَุจٍ َูุงَู: َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงููู ุต ู . ุฅِْูุจَุณُْูุง ุงูุซَِّูุงุจَ ุงْูุจِْูุถَ َูุฅََِّููุง ุฃَุทَْูุฑُ َูุฃَุทَْูุจُ. َُููุณْุชَุญَุจُّ ِููุฅِู َุงู ِ ู َِู ุงูุฒَِّْููุฉِ ุฃَْูุซَุฑُ ู ِู َّุง ُูุณْุชَุญَุจُّ ِูุบَْูุฑِِู ِูุฃََُّูู ُْููุชَุฏَู ุจِِู َูุงْูุฃَْูุถَُู ุฃَْู َูุชَุนَู َّู َ ََููุฑْุชَุฏَِู ุจِุจُุฑْุฏٍ ِูุฃََّู ุงَّููุจَِّู ุต ู . َูุงَู َْููุนَُู ุฐَุงَِูู
"Pakaian yang paling utama adalah yang berwarna putih, karena ada hadits yang diriwayatkan oleh samuroh bin jundab bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: 'Pakailah pakaian yang berwarna putih, karena pakaian putih itu lebih (terjaga) kesuciannya serta lebih baik'. Dan disunnahkan bagi imam untuk lebih menghias diri daripada yang lainnya (makmum), karena dia (imam) diikuti orang. Dan akan lebih afdhol lagi apabila memakai sorban dan rida, karena sesungguhnya nabi memakainya (melakukannya)."
Senada dengan bunyi hadits tersebut diatas dikemukakan pula dalam kitab-kitab lainnya seperti kitab Syama'ilul Muhammadiyah hal.69 dan 75, Riyadus Sholihin hal 366, Sunan Ibnu Majjah hadits ke 3567, dll.
Mengenai keutamaan pakaian putih tersebut banyak dikemukakan oleh para ulama didalam kitab-kitabnya, karena hal itu merupakan bagian dari ajaran islam. Seperti yang dikemukakan oleh para ulama dalam kitab-kitabnya sebagai berikut;
ََْูููุฆَุงุชَُูุง ุฃَุฑْุจَุนُ ุฎِุตَุงٍู ุงَْูุบُุณُْู َูุชَْูุธُِْูู ุงْูุฌَุณَุฏِ َُููุจْุณُ ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ َูุฃَุฎْุฐُ ุงูุธُّْูุฑِ َูุงูุทِّْูุจُ
“Sunnah hai’at sebelum melaksanakan shalat jum’at ada empat perkara, yaitu; Mandi, membersihkan badan, memakai pakaian yang putih, memotong kuku dan memakai wewangian."
ุนََُْูููู ْ ุจِุงْูุจََูุงุถِ ู َِู ุงูุซَِّูุงุจِ ََْูููุจَุณَُูุง ุฃَุญَْูุงุคُُูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ َูุฅََِّููุง ู ِْู ุฎَْูุฑِ ุซَِูุงุจُِูู ْ
"Hendaklah kamu memakai pakaianmu yang berwarna putih, maka pakailah selama hidupmu dan kafanilah orang-orang matimu dengan yang berwarna putih, maka sesungguhnya pakaian/ kain yang berwarna putih itu sebaik-baiknya pakaianmu."
(َู) ุงูุซَّุงِูุซُ (ُูุจْุณُ ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ) َูุฅََِّููุง ุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ
“Dan yang ketiga adalah memakai pakaian yang berwarna putih, karena pakaian putih itu pakaian yang paling utama”
(َูุงูุซَّุงِูุซُ ُูุจْุณُ) ุฃَุญْุณَِู ุซَِูุงุจِِู ู َِู ุงْูุฃَุจَْูุถِ َูุงْูุฃَุฎْุถَุฑِ ِูุฃََُّููู َุง ู ِْู ِูุจَุงุณِ ุฑَุณُِْูู ุงِููู ุต ู . َูุงْูุฃََْููู ُูุจْุณُ (ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ َูุฅََِّููุง ุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ) َูุจَุนْุฏََูุง ุงْูุฃَุฎْุถَุฑُ ِูู ُِّูู ุฒَู ٍَู ุญَْูุซُ ูุงَ ุนُุฐْุฑَ
“Dan yang ketiga adalah memakai sebaik-baiknya pakaian, yaitu yang berwarna putih dan hijau. Karena keduanya adalah pakaian Rasulullah saw. dan yang lebih utama dari keduanya adalah putih. Karena pakaian yang berwarna putih itu paling utamanya pakaian, dan setelahnya adalah pakaian yang berwarna hijau. Dan ini berlaku untuk setiap zaman selama tidak ada udzur (halangan)."
ََْูููุจَุณُ ุฃَุญْุณََู ุซَِูุงุจِِู َูุฃَْูุถََُููุง ุงْูุจِْูุถُ
“Dan seseorang hendaknya memakai sebaik-baik pakaiannya, dan yang paling utama adalah yang berwarna putih”
(َُููุจْุณُ ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ) ุจِุฃَْู ุชََُْููู ุซَِูุงุจُُู َُُّูููุง ุจَْูุถَุงุกَ َูุงْูุฃَุนَْูู ู َِْููุง ุขَูุฏُ
“(Dan memakai pakaian putih) bahkan apabila ada, yang berwarna putih semuanya. Dan bagian atas putih itu hendaklah lebih didahulukan karena lebih Mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan)”
ุซُู َّ ุชَุฒَََّูู ุจِุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ َูุฅََِّููุง ุฃَุญَุจُّ ุงูุซَِّูุงุจِ ุฅَِูู ุงููู ุชุนุงูู
“Kemudian berhiaslah dengan pakaianmu yang berwarna putih, karena pakaian putih itu paling disenangi oleh Allah swt.”
2. Keutamaan Qamis, Jubbah, Sorban
Jubbah, sorban, dll. merupakan pakaian yang telah dianjurkan oleh Rasulallah saw. seperti yang dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa kitabnya sebagai berikut;
َُููุณَُّู ِْููู ُุตَِّูู ุฃَْู َْููุจَุณَ ุฃَุญْุณََู ุซَِูุงุจِِู ََููุฑْุชَุฏَِู ََููุชَุนَู َّู َ ََููุชََูู َّุตَ ََููุชَุทََْููุณَ ََْููู َูุงَู ุนِْูุฏَُู ุซَْูุจَุงِู ََููุทْ َูุจِุณَ ุฃَุญَุฏَُูู َุง َูุงุฑْุชَุฏَู ุจِุงْูุขุฎَุฑِ ุฅِْู َูุงَู
“…. Dan disunnahkan bagi seseorang yang hendak melaksanakan sholat, agar memakai pakaian yang paling baik (yang ia miliki) dan hendaknya ia memakai rida, sorban, gamis, thailasan, dan apabila ia hanya memiliki dua macam saja, maka pakailah salah satu dari keduanya dan menjadikan rida dengan yang lainnya, itupun jika ada pakaian.”
(ู َุณْุฆََูุฉٌ) ُูุณَُّู ُูุจْุณُ ุงَْููู ِْูุตِ َูุงْูุฅِุฒَุงุฑِ َูุงْูุนِู َุงู َุฉِ َูุงูุทََّْููุณَุงِู ِูู ุงูุตَّูุงَุฉِ َูุบَْูุฑَِูุง ุฅِูุงَّ ِูู ุญَุงِู ุงَّْูููู ِ ََููุญِِْูู ُูุฎْุชَุตُّ ุงูุทََّْููุณَุงُู ุบَุงِูุจًุง ุจِุฃَِْูู ุงَْููุถِْู ู َِู ุงْูุนَُูู َุงุกِ َูุงูุฑُّุคَุณَุงุกِ
"Disunnahkan memakai Qamis, sarung, sorban, dan thailasan diwaktu sholat atau diluar sholat kecuali diwaktu tidur dan sebagainya, akan tetapi thailasan itu khusus bagi orang-orang mulia dari kalangan ulama dan pemimpin."
(ุณَุชْุฑُ ุงْูุนَْูุฑَุฉِ) ... َูุฃََْููู ุงูุณَّุชْุฑِ ุงَْููู ِْูุตُ ู َุนَ ุงูุณَّุฑَุงِِْููู ุซُู َّ ุงَْููู ِْูุตُ ู َุนَ ุงْูุฅِุฒَุงุฑِ ุซُู َّ ุงูุฑِّุฏَุงุกُ
“(Menutup Aurot) dan penutup aurot yang paling utama adalah Gamis dengan celana atau Gamis dengan sarung, kemudian ditambah rida."
َِููุฑَุฌٍُู ุฃَุญْุณَُู ุซَِูุงุจِِู ََููุชََูู َّุตُ ََููุชَุนَู َّู َ َูุฅِِู ุงْูุชَุตَุฑَ َูุซَْูุจَุงِู َูู ِْูุตٌ ู َุนَُู ุฑِุฏَุงุกٌ
"Hendaklah bagi laki-laki agar memakai sebaik-baik pakaiannya dan hendaklah ia memakai qamis (jubah), sorban, dan apabila ingin membatasi maka cukuplah memakai dua pakaian yaitu qamis dengan rida"
َูุงَู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ َْููุจَุณُ ู َِู ุงูุซَِّูุงุจِ ู َุงَูุฌَุฏَ ู ِْู ุฅِุฒَุงุฑٍ ุฃَْู ุฑِุฏَุงุกٍ ุฃَْู َูู ِْูุตٍ ุฃَْู ุฌُุจَّุฉٍ ุฃَْู ุบَْูุฑِ ุฐَุงَِูู ََููุงَู ُูุนْุฌِุจُُู ุงْูุฎُุถْุฑُ ََููุงَู ุฃَْูุซَุฑُ ِูุจَุงุณِِู ุงْูุจََูุงุถَ ََُُْููููู ุฅِْูุจَุณَُْููุง ุฃَุญَْูุงุคُُูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ
"Rasulullah saw memakai pakaian yang beliau miliki, yaitu sarung, rida, gamis, jubah, atau yang lainnya. Dan Nabi menyukai pakaian yang berwarna hijau, tetapi pakaian yang paling sering dipakai Rasulullah adalah pakaian yang berwarna putih. Dan beliau bersabda: Pakailah olehmu pakaian yang berwarna putih semasa hidupmu dan kafanilah orang-orang matimu dengan yang berwarna putih."
Tentang memakai sorban terdapat beberapa pandangan para ulama sebagai berikut;
(ََููุงَู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฑَْูุนَุชَุงِู ุจِุนِู َุงู َุฉٍ ุฎَْูุฑٌ ู ِْู ุณَุจْุนَِْูู ุฑَْูุนَุฉً ุจِูุงَ ุนِู َุงู َุฉٍ) ุฑََูุงُู ุงูุฏََّْููู ِู ุนَْู ุฌَุงุจِุฑٍ َูุงَู ุงْูู َُูุงُِّูู ِูุฃََّู ุงูุตَّูุงَุฉَ ุญَุถْุฑَุฉُ ุงْูู َِِูู َูุงูุฏُّุฎُُْูู ุฅَِูู ุญَุถْุฑَุฉِ ุงْูู َِِูู ุจِุบَْูุฑِ ุชَุฌَู ٍُّู ุฎِูุงَُู ุงْูุฃَุฏَุจِ
Rasulallah saw bersabda: “Dua rokaat dengan memakai sorban lebih baik dari 70 rokaat tanpa memakai sorban”(HR. Dzailami dari Jabir). Dan Imam Al-Munawi berkata: karena sholat itu menghadap maharaja (Allah swt), dan sangat tidak beradab apabila seseorang ingin menghadap maharaja (Allah swt) kemudian ia tidak berhias.
ูุงู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู : ุชَุนَู َّู ُูุง َูุฅَِّู ุงْูู َูุงَุฆَِูุฉَ ุชَุนَู َّู َุชْ
"Bersorbanlah kalian karena sesungguhnya para malaikat itu memakai sorban"
ََููุงَู ุฏَุงุฆِู ًุง َْููุจَุณُ ุฑَุณُُْูู ุงููู ุต ู . ุงِّููุจَุงุณَ ุงْูุฃَุจَْูุถَ َูุงْูุนَู َุงุฆِู َ ุงْูุจَْูุถَุงุกَ ุฅِูุงَّ ِูู ู َุฑَّุงุชٍ ََِْููููุฉٍ َูุจِุณَ ุงْูุนِู َุงู َุฉَ ุงูุณَّْูุฏَุงุกَ ู ِุซَْู َูุชْุญِ ู ََّูุฉَ
"Bahwa Rasulullah saw selalu memakai pakaian yang berwarna putih dan sorban putih, kecuali sesekali Rasulullah saw. pernah memakai sorban warna hitam seperti pada waktu Fathu Makkah (penaklukan kota makkah)."
ุญَุฏَّุซََูุง َูุงุฑُُْูู ุจُْู ุฅِุณْุญَุงَู ุงَْููู َุฏَุงُِّูู ุญَุฏَّุซََูุง َูุญَْู ุจُْู ู ُุญَู َّุฏٍ ุนَْู ุนُุจَْูุฏِ ุงููู ุจِْู ุนُู َุฑَ ุนَْู َูุงِูุนِ ุนَِู ุงุจِْู ุนُู َุฑَ َูุงَู : َูุงَู ุงَّููุจُِّู ุตََّูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฅِุฐَุง ุงุนْุชَู َّ ุณَุฏََู ุนِู َุงู َุชَُู ุจََْูู َูุชَِِْููู, َูุงَู َูุงِูุนٌ : َููุงََู ุงุจُْู ุนُู َุฑَ َูุณْุฏُِู ุนِู َุงู َุชَُู ุจََْูู َูุชَِِْููู َูุงَู ุนُุจَْูุฏُ ุงููู ุฑَุฃَْูุชُ ุงَْููุงุณِู َ َูุณَุงِูู ุงً َْููุนَูุงَِู ุฐَุงَِูู. َูุงَู ุงَุจُู ุนِْูุณَู َูุฐุงَ ุญَุณٌَู ุบَุฑِْูุจٌ
Diriwayatkan dari Harun bin Ishak Al-Hamdani, dari Yahya bin Muhammad al Madani bin Muhamad, dari Ibnu Umar dari Nafi’ ia berkata, adalah Nabi SAW apabila beliau memakai sorban, maka beliau meletakkan sorbannya diantara dua belikatnya. Nafi’ berkata: Ibn Umar juga meletakkan sorbannya diantara dua belikatnya. Ubaidillah berkata: aku melihat Qosim dan Salim melakukan seperti itu dan menurut Abu Isa, hadits ini adalah hadits Hasan Gharib.
Hadits senadapun terdapat dalam kitab Syamailul Muhammadiyah hal. 107 dan kitab Qutuf minas Syama’il hal. 97.
Dalam kitab Sunan Abi Dawud hadits ke 4078 terdapat hadits tentang Kopyah sebagai berikut;
َูุงَู ุฑَُูุงَูุฉُ َูุณَู ِุนْุชُ ุงَّููุจَِّู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู َُُْูููู: َูุฑُْู ู َุง ุจَََْูููุง َูุจََْูู ุงْูู ُุดْุฑَِِْููู ุงْูุนَู َุงุฆِู ُ ุนََูู ุงَْูููุงَِูุณِ
"Sahabat Rukanah berkata: saya mendengar nabi saw bersabda: pembeda diantara kita dan orang-orang musyrik adalah sorban yang terletak diatas kopyah"
Mengenai pakaian putih dan sorban, jubah, dll., yang dipakai oleh jamaah Asy-Syahadatain ini banyak yang mengatakan su'ul adab, dengan alasan bahwa pakaian tersebut adalah pakaiannya para ulama.
Setelah menelusuri sumber-sumber hadits dan qaul ulama, tidak diketemukannya hadits atau ucapan para salaf yang mengatakan bahwa berpakaian demikian itu dilarang bagi kebanyakan ummat, bahkan yang kami temukan adalah perintah untuk memakainya, karena pakaian yang demikian itu adalah sunnah Rasul (pakaian yang dipakai rasul). Oleh sebab itu dianjurkan para umat islam untuk memakainya karena Rasulpun memakainya, sehingga orang-orang yang memakainya dengan tujuan mengikuti Rasul maka ia akan mendapatkan keutamaan dari Allah.
3. Hukum memakai pakaian yang berwarna hitam
Dalam beberapa kitab salaf dijelaskan tentang hukum memakai pakaian yang berwarna hitam, ada yang berpendapat Makruh, Khilaful aula dan ada yang berpendapat bid’ah.
ู َْู َูุธَُู ุซَْูุจُُู ََّูู َูู ُُّู َูู َْู ุทَุงุจَ ุฑِْูุญُُู ุฒَุงุฏَ ุนَُُْููู َูุฃَู َّุง ุงِْููุณَْูุฉُ َูุฃَุญَุจَُّูุง ุงْูุจََูุงุถُ ู َِู ุงูุซَِّูุงุจِ ุฅِุฐْ ุฃَุญَุจُّ ุงูุซَِّูุงุจِ ุฅَِูู ุงููู ุชَุนَุงَูู ุงْูุจِْูุถُ ูุงََْููุจَุณُ ู َุง ِِْููู ุดُْูุฑَุฉٌ َُููุจْุณُ ุงูุณََّูุงุฏِ َْููุณَ ู َِู ุงูุณَُّّูุฉِ َููุงَِِْููู َูุถٌْู ุจَْู َูุฑََّู ุฌَู َุงุนَุฉٌ ุงَّููุธْุฑَ ุฅَِِْููู ِูุฃََُّูู ุจِุฏْุนَุฉٌ ู ُุญْุฏَุซَุฉٌ ุจَุนْุฏَ ุฑَุณُِْูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
"Barang siapa bersih pakaiannya maka sedikit susahnya, dan barangsiapa wangi baunya maka bertambah akalnya. Dan adapun pakaian yang lebih dicintai adalah pakaian yang berwarna putih, karena pakaian yang lebih dicintai Allah adalah yang berwarna putih, yang tidak dipakai karena mengandung keinginan ketenaran (Riya). Dan adapun memakai pakaian berwarna hitam itu tidak termasuk sunnah dan tidak pula mengandung keutamaan, bahkan ada satu golongan ulama yang menghukumi makruh melihatnya karena memakai pakaian berwarna hitam itu perbuatan bid’ah yang terjadi setelah sepeninggalan rasul saw."
َِููู ู َْูุถِุนِ ู َِู ุงْูุฅِุญَْูุงุกِ ُْููุฑَُู ุงูุณَِّูุงุฏُ ุฃَْู ุฎِูุงَُู ุงْูุฃََْููู ََููุงَู ุงูุดَّْูุฎُ ุนِุฒُّ ุงูุฏِِّْูู ุฅِุฏَุงู َุฉُ ُูุจْุณِِู ุจِุฏْุนَุฉٌ ََููุถَِّูุชُُู ุฃَْู ูุงَุจِุฏْุนَุฉَ ِูู ุบَْูุฑِ ุฅِุฏَุงู َุชِِู ِููุฃَุญَุงุฏِْูุซِ ุงูุตَّุญِْูุญَุฉِ ุจُِูุจْุณِِู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู َُูู ِูู ู ََูุงุถِุนَ ุนَุฏِْูุฏَุฉٍ َِْููู ูุงََُููุงِูู ุฐَุงَِูู ุฃَْูุถََِููุฉُ ุงْูุจََูุงุถِ
“Dalam kitab ihya terdapat keterangan tentang makruhnya memakai pakaian berwarna hitam, Dan Syekh Izuddin mengatakan bahwa: apabila terus menerus memakai pakaian berwarna hitam maka hukumnya bid’ah, tetapi kalau tidak terus menerus maka tidak bid’ah; karena ada hadis yang menerangkan bahwa Rasulallah saw pernah memakainya (memakai pakaian hitam) dalam beberapa waktu, tetapi itu semua tidak menghilangkan/ menafikan keutamaan warna putih.
ุฅِุฏَุงู َุฉُ ُูุจْุณِ ุงูุณََّูุงุฏِ ََْููู ِูู ุงِّููุนَุงِู ุฎِูุงَُู ุงْูุฃََْููู
"Memakai yang berwarna hitam secara terus menerus itu hukumnya Khilaful Aula (kurang baik) walaupun dalam masalah sandal" (apalagi dengan pakaian sholat)
Dengan demikian, jelaslah bahwa Tuntunan Syekhuna yang membina ummat dengan berpakaian Jubbah, Sorban, Rida, kufiyah, Sajadah, dan Sarung yang serba putih disaat beribadah merupakan Sunnah Rasulullah saw.
Dalam kaitannya terhadap tatacara berdzikir atau berdo’a, syekhuna menuntun beberapa cara berdzikir sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. karena hanya orang-orang yang dekat dengan Allahlah yang bahagia didunia dan akherat. Didalam Al-quran terdapat banyak perintah untuk berdzikir, diantaranya yaitu
َูุงุฐُْูุฑُูุง ุงَููู َูุซِْูุฑًุง َّูุนََُّููู ْ ุชُِْููุญَُْูู
“Banyak-banyaklah kalian mengingat Allah supaya kamu mendapat kemenangan.” (Qs. Al Jumu’ah: 10)
َูุงุงََُّููุง ุงَّูุฐَِْูู ุขู َُْููุง ุงุฐُْูุฑُْูุง ุงَููู ุฐِْูุฑًุง َูุซِْูุฑًุง
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak.” (Qs. Al-Ahzab: 41)
Rasulullah saw bersabda:
ุฃَูุงَ ุฃَُูุจِّุฆُُูู ْ ุจِุฎَْูุฑِ ุฃَุนْู َุงُِููู ْ, َูุฃَุฒَْูุงَูุง ุนِْูุฏَ ู َُِِูููู ْ َูุฃَุฑَْูุนَُูุง ِูู ุฏَุฑَุฌَุงุชُِูู ْ َูุฎَْูุฑٌ ู ِْู ุฅِุนْุทَุงุกِ ุงูุฐََّูุจِ َูุงَْููุฑِِู َูุฃَْู ุชََْْูููุง ุนَุฏَُُّููู ْ َูุชَุถْุฑِุจُْูุง ุฃَุนَْูุงَُููู ْ ََููุถْุฑِุจُْูุง ุฃَุนَْูุงَُููู ْ؟ َูุงُْููุง: ู َุงุฐَุงَู َูุงุฑَุณَُْูู ุงููู؟ َูุงَู: ุฐِْูุฑُ ุงِููู ุชَุนَุงَูู
“Tidakkah aku beritahukan kepada kalian tentang sebaik-baik amal kalian, yang paling suci disisi Tuhan kalian, yang paling metinggikan derajat kalian, dan yang lebih baik daripada memberikan emas dan perak. Dan daripada kalian bertemu musuh-musuh kalian, maka kalian memukul tengkuk mereka dan merekapun (ganti) memukul tengkuk kalian.” Para sahabat bertanya; “Apa itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab; “Zikrullah” (HR. Al Baihaqy).
Dalam Tuntunannya (Tuntunan Syekhuna), Syekhuna mencontohkan tatacara beribadah dengan banyak berdzikir kepada Allah swt, karena dengan dzikrullah secara rutin/istiqomah, maka akan mengantarkan kita untuk selalu dekat dengan Allah swt., dan orang yang dekat dengan Allah akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan akherat. Dan Inti/pokok utama dari tuntunan Syekhuna adalah Dzikir/ hidupnya hati beristiqomah dalam mengingat Allah.
Mudzakaroh atau berdzikir adalah proses pertama dalam menempuh Ma'rifat Billah, yaitu menetapkan Lafadz Allah didalam hati dalam segala tingkahnya. Terdapat sebuah hadits dalam Sunan At-Tirmidzi pada bab fitnah. Yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik.
ูุงَุชَُْููู ُ ุงูุณَّุงุนَุฉُ ุญَุชَّู ูุงََُููุงُู ِูู ุงْูุงَุฑْุถِ ุงَููู ุงَููู
"Kiamat tidak akan terjadi sampai dibumi ini hingga tidak ada yang mengucapkan Allah Allah."
ูุงَุชَُْููู ُ ุงูุณَّุงุนَุฉُ َูุนََูู َูุฌِْู ุงْูุงَุฑْุถِ ู َْู َُُْูููู ุงَููู ุงَููู
"Kiamat tidak akan terjadi sedangkan dimuka bumi ini masih ada yang mengucapkan Allah Allah."
َูุงุดْุชَุบِْู ุจِุฐِْูุฑِ ุฎَุงَِِููู ุฃَْู ุฐِْูุฑٌ ู َِู ุงْูุฃَุฐَْูุงุฑِ َูุฃَุนْูุงََูุง َُูู ََُْูููู ุงَููู ุงَููู ุงَููู ูุงَุชَุฒِْูุฏُ ุนََِْููู ุดَْูุฆًุง
"Maka Sibukkanlah kalian dengan mengingat Tuhan yang menciptakan kalian, yaitu dzikir dari banyak dzikir, dan yang lebih utama adalah ucapanmu `Allah` (didalam hati) dengan tidak menambahi sesuatu daripadanya."
Hadits tersebut mengisyaratkan dzikir didalam hati yaitu berupa lafadz Allah. Dzikir ada dua macam, yaitu dzikir lisan dan dzikir hati. Dzikir lisan bagi seorang hamba akan mengantarkannya pada kelanggengan dzikir hati. Dzikir lisan ini sangat berpengaruh pada dzikir hati, apabila lisannya berdzikir bersamaan dengan dzikirnya hati, maka ia telah memasuki tahapan Mudzakarah yang sempurna.
Mengenai konsep dzikir dalam Tuntunan Syekhuna akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Dalam Tuntunan Syekhuna terdapat beberapa cara dalam kaitannya dengan jenazah setelah dikuburkan, yaitu Talkin, Tahlil, Solat Hadiyah, dll.
Talkin
Talkin adalah mengajarkan orang yang telah mati untuk menjawab pertanyaan malaikat munkar nakir dengan membaca dua kalimat syahadat. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw. sebagai berikut:
ََููุงَู ุต ู : َูุง ุงَุจَุง ُูุฑَْูุฑَุฉَ َِِّููู ุงْูู َْูุชَู ุดََูุงุฏَุฉَ ุฃَْู ูุงَุงََِูู ุฅِูุงَّ ุงููู َูุฅََِّููุง ุชَْูุฏِู ُ ุงูุฐُُّْููุจَ َูุฏْู ًุง. ُْููุชُ: َูุงุฑَุณَُْูู ุงููู َูุฐَุง ِْููู َْูุชَู َََْูููู ِููุฃَุญَْูุงุกِ؟ َูุงَู ุต ู : َِูู ุฃَْูุฏَู ُ َูุฃَْูุฏَู ُ.
“Rasulullah saw. bersabda: “Hai Abu Hurairah, Ajarkanlah orang yang telah meninggal dengan Syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah, karena syahadat itu melebur dosa dengan selebur-leburnya (hancur)” Aku berkata: “Wahai Rasulullah, ini untuk orang yang telah mati, lalu bagaimana untuk orang yang masih hidup?” Rasulullah menjawab: “Syahadat itu lebih menghancur leburkan dan menghancurkan."
Hadits tersebut memaparkan tentang manfaat syahadat yaitu menghancurkan dosa bagi orang yang telah mati dan bagi orang yang masih hidup. Oleh karenanya diperintahkan untuk mentalkin mayit dengan cara menuntunnya setelah dikuburkan, dan juga mentalkin syahadat bagi orang hidup dengan cara mengajarkannya, yaitu dengan membacanya secara istiqomah, sehingga didalam kubur kelak akan diajarkan oleh Allah swt. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Abbas sebagai berikut:
َูุงَู ุงุจُْู ุนَุจَّุงุณٍ : ู َْู ุฏَุงَูู َ ุนََูู ุงูุดََّูุงุฏَุฉِ ِูู ุงْูุญََูุงุฉِ ุงูุฏَُّْููุง ُูุซَุจِّุชُُู ุงُููู ุนَََْูููุง ِูู َูุจْุฑِِู ََُُُِّูููููู ุฅَِّูุงَูุง
“Ibnu Abbas RA berkata: Barangsiapa mendawamkan syahadat selama hidup didunia, maka Allah swt akan menetapkan syahadat itu kepadanya didalam kubur."
Dalam penerapannya, syekhuna menuntun mayit untuk membaca dua kalimat syahadat sebagai jawaban dari pertanyaan Munkar Nakir. Hal inipun terdapat sebuah dalil yang menguatkannya yaitu tertulis dalam kitab talkin yang biasa digunakan oleh kaum muslimin. Yaitu yang berbunyi
ุงُุฐُْูุฑِ ุงْูุนَْูุฏَ ุงَّูุฐِู ุฎَุฑَุฌْุชَ ุนََِْููู ู ِْู ุฏَุงุฑِ ุงูุฏَُّْููุง ุฅَِูู ุฏَุงุฑِ ุงْูุขุฎِุฑَุฉِ ََِููู ุดََูุงุฏَุฉُ ุฃَْู ูุงَุงََِูู ุฅِูุงَّ ุงُููู َูุฃََّู ู ُุญَู َّุฏًุง ุฑَّุณُُْูู ุงِููู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ
“Ingatlah akan perjanjian ketika engkau keluar dari dunia keakhirat, ialah mengenai syahadat (persaksian) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah.”
َูู ِْู ุฐََِูู ุญَุฏِْูุซُ ุฃَุจِู ُูุนَْูู ุฃََُّูู ุต ู . َูุงَู ุฃُุญْุถُุฑُْูุง ู َْูุชَุงُูู ْ ََُُِّْููููููู ْ ูุงَุฅََِูู ุฅِูุงَّ ุงููู َูุจَุดِّุฑُُْููู ْ ุจِุงْูุฌََّูุฉِ (ุงููุชุงูู ุงูุญุฏูุซูุฉ ุต 20)
"Maka sebagian dari itu sebuah hadits dari Abi Nuaim bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Hadirilah orang-orang matimu dan ajarilah (talkinlah) mereka bahwa Tiada tuhan selain Allah, dan bahagiakanlah mereka dengan surga".
Dalam prakteknya, para Jama’ah Asy-syahadatain menggunakan buku talkin dengan cara merubah teks dalam buku tersebut seperti berikut ini;
َูุฅِุฐَุง ุฌَุงุกََู ุงْูู َََููุงِู ุงْูู ََُّูููุงَِู ุจَِู َُููู َุง ู َُْููุฑٌ ََِْููููุฑٌ َููุงَ ُْููุฒِุนَุงَู َููุงَ ُูุฑِْูุจَุงَู َูุฅَُِّููู َุง ุฎٌَْูู ู ِْู ุฎَِْูู ุงِููู ุชَุนَุงَูู ุนَุฒَّ َูุฌََّู َูุฅِุฐَุง ุณَุฃَูุงََู ู َْู ุฑَّุจَُّู َูู َْู َูุจَُِّูู َูู َุงุฏَُِْููู َูู َุงِูุจَْูุชَُู َูู َุง ุฅِู َุงู َُู َูู َْู ุฅِุฎَْูุงَُูู َُْููู
ุงَุดَْูุฏُ ุงَْู ูุงَ ุงَِูู ุงูุงَّ ุงููู , َูุงَุดَْูุฏُ ุงََّู ู ُุญَู َّุฏًุง ุฑَّุณُُْูู ุงِููู , ุงَُّูููู َّ ุตَِّู ุนَูู ุณَِّูุฏَِูุง ู ُุญَู َّุฏٍ َูุนَูู ุงَِِูู َูุตَุญْุจِِู َูุณََّูู ْ 2 x
ุงَุดَْูุฏُ ุงَْู ูุงَ ุงَِูู ุงูุงَّ ุงููู , َูุงَุดَْูุฏُ ุงََّู ู ُุญَู َّุฏًุง ุฑَّุณُُْูู ุงِููู , ุงَُّูููู َّ ุตَِّู ุนَูู ุณَِّูุฏِูุง ู ُุญَู َّุฏٍ َูุนَูู ุงِูู َูุตَุญْุจِู َูุณَِّูู ْ
Syahadat tersebut dibaca secara bersama-sama, dengan tujuan membantu mayit mengukuhkan imannya. Hanya dengan jawaban syahadat tersebut, telah cukup untuk menjawab semua pertanyaan tersebut. Karena dengan mengucapkan dua kalimat syahadat diatas menyimpan makna bahwa “tuhan saya Allah, nabi saya Muhammad saw., agama saya islam, qiblat saya ka’bah, pedoman saya Al-qur’an, guru saya Abah Umar, dan teman saya adalah orang-orang yang beriman”.
Dari sinilah sering timbul pertanyaan: Apakah si mayit dapat mendengar ketika ditalqin? Jawabannya yaitu dapat mendengar, sebab pada hakekatnya mayit dalam kubur itu dalam keadaan hidup ruhnya, dia masih dapat berbuat apa saja sebagaimana perbuatan orang yang masih hidup, yakni dapat berkata, dapat mendengar dan sebagainya hanya saja sebagaimana perbuatan si mayit dalam kuburan tidak dapat dinisbatkan dengan ukuran akal orang yang hidup didunia. Penjelasan ini sejalan dengan hadits Bukhari dan muslim, bahwasanya nabi bersabda :
ุงَِّู ุงْูุนَุจْุฏَ ุงِุฐَุง ُูุถِุนَ ِูู َูุจْุฑِِู َูุชَََّููู ุนَُْูู ุงَุตْุญَุงุจُُู ุงََُّูู َูุณْู َุนُ ุฎََْูู َูุฑْุนِ ِูุนَุงِِููู ْ.
“Ketika (mayit) seorang hamba diletakkan dikuburannya dan para pengiring (jenazah) telah berpaling dari kuburannya itu, maka sesungguhnya si mayit tersebut dapat mendengar suara goseran sepatu (sandal) mereka (yang mengiring)."
Berdasarkan bunyi hadits ini, terang sekali bahwa si mayit yang berada didalam kuburan masih dapat berbuat sebagaimana yang masih hidup, yakni mendengar suara goseran alas kaki (sandal, sepatu) mereka yang mengiring jenazah. Demikian pula halnya dalam kaitannya dengan pentalqinan atas si mayit tersebut, kiranya sudah jelas bahwa si mayit dapat mendengarkan bacaan syahadat pentalqin.
Tahlil
Tahlil adalah istilah/sebutan bagi kumpulan bacaan yang dikhususkan untuk dikirimkan pahalanya kepada mayit.
Tahlil merupakan salah satu dari beberapa masalah khilafiyah, maka sebenarnya tidak patut untuk dijadikan pembicaraan ramai (dipertentangkan) dan dipercekcokkan. Demikian pula tidak selayaknya terjadi percekcokan diantara kedua belah pihak yang bersikap menerima dan menolak terhadap sesuatu yang tidak seharusnya terjadi diantara dua saudara Islam, meskipun pihak penolak mempunyai pegangan dan pihak yang lainnya (yakni pihak yang menerima) juga mempunyai pegangan.
Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa : si mayit itu dapat memperoleh manfaat bacaan Al-qur’an sebagaimana ia memperoleh manfaat ibadah harta yaitu shadaqah dan yang sepadannya. Didalam kitab Ar-Ruh ibnul Qayyim juga berpendapat bahwa: Sesuatu yang paling utama dihadiahkan kepada mayit yaitu shadaqah, istigfar, mendoakan dan menghajikannya. Adapun membaca Al-qur’an dan menghadiahkan bacaannya kepada si mayit dengan tujuan karena Allah, tanpa dibayarkan si pembaca (tanpa meminta upah), maka pemberian hadiah ini dapat sampai kepada mayit sebagaimana pahala puasa dan haji (dapat sampai kepadanya). Selanjutnya ditempat lain dalam kitabnya, beliau berkata bahwa yang lebih utama yaitu adanya niat ketika mengerjakan amalan bacaan dimana bacaannya itu diperuntukkan si mayit, tetapi tidak disyaratkan niat tersebut harus dilafalkan.
Asy-Syekh Hasanain Muhammad Makhluf berkata: bahwa para Ulama Hanafiyah telah berpendapat: Sesungguhnya tiap-tiap orang yang beribadah, baik berupa shodaqah atau bacaan Al-qur’an atau selain daripada itu yang berupa segala macam kebaikan, maka baginya boleh memberikan pahala ibadah tersebut kepada orang lain dan ini akan dapat sampai kepadanya.
Di dalam kitab Fat-hul Qadir ada suatu riwayat yang diceritakan dari Shahabat Ali Karamallahu Wajhah dari Nabi Saw, beliau bersabda :
ุฑَُِูู ุนَْู ุนٍَِّูู ุนَِู ุงَّููุจِِّู ุตََّูู ุง๏ทฒُ ุนََِْููู َูุณََّูู َ ุฃََُّูู َูุงَู: "ู َْู ู َุฑَّ ุนََูู ุงْูู ََูุงุจِุฑِ ََููุฑَุฃَ (ُْูู َُูู ุง๏ทฒُ ุงَุญَุฏٌ) ุงِุญْุฏَู ุนَุดْุฑَุฉَ ุซُู َّ ََููุจَ ุฃَุฌْุฑََูุง ِููุฃَู َْูุงุชِ ุฃُุนْุทَِู ู َِู ุงْูุฃَุฌْุฑِ ุจِุนَูุฏَุฏِ ุงْูุฃَู َْูุงุชِ".
“Barang siapa yang melewati diatas kuburan-kuburan dan membaca: ”Qul Huwallahu Ahad” sebanyak sebelas kali, kemudian memberikan pahalanya kepada segenap orang yang mati, maka dia akan diberi pahala sebanyak jumlah orang-orang yang mati itu.”
Hadis Nabi ini menunjukkan, bahwa pahala bacaan Al-qur’an pada hakekatnya dapat sampai kepada si mayit ketika bacaan itu dihadiahkan kepadanya. Demikian pula orang yang membaca surat Al-Ikhlas sebelas kali yang pahalanya diberikan kepada segenap orang Islam yang sudah mati, maka orang tersebut. diberi pahala sebanyak hitungan orang yang sudah mati itu.
Dalam hadis lain diceritakan dari Shahabat Anas, bahwa Nabi Saw pernah ditanya :
ุนَْู ุฃََูุณٍ ุฃََّู ุงَّููุจَِّู ุต ู ุณُุฆَِู ََููุงَู ุงูุณَّุงุฆُِู َูุงุฑَุณَُْูู ุง๏ทฒِ ุฅَِّูุง َูุชَุตَุฏَُّู ุนَْู ู َْูุชَุงَูุง ََููุญُุฌُّ ุนَُْููู ْ ََููุฏْุนَُู َُููู ْ َْูู َูุตُِู ุฐَِูู ุฅَِِْูููู ْ؟ َูุงَู: َูุนَู ْ, ุฅَُِّูู ََููุตُِู ุฅَِِْูููู ْ َูุฃََُّููู ْ ََْูููุฑَุญَُْูู ุจِู َูู َุง َْููุฑَุญُ ุฃَุญَุฏُُูู ْ ุจِุงูุทَّุจِْู ุฅِุฐَุง ุฃُْูุฏَِู ุงَِِْููู. ุง๏ปซ
“Wahai Rasul, Bahwasanya aku pernah bersedekah untuk orang-orangku yang sudah mati, menghajikan mereka dan mendoakannya. Apakah semuanya itu dapat sampai kepada mereka?
Nabi menjawab: “YA”, bahwa semuanya bisa sampai kepada mereka dan mereka sendiri menjadi gembira, sebagaimana kegembiraan seseorang diantara kalian dengan hidangan makan ketika dihadiahkan kepadanya."
Kalau sekiranya hadis ini dipahami, sebenarnya banyak pengertian yang dapat diambil,bahwa :
1. Amalan orang yang masih hidup yang disampaikan kepada mayit adalah dapat sampai dan si mayit sendiri merasakan manfaatnya.
2. Pewakilan amalan suatu perbuatan baik yang dikerjakan oleh orang yang masih hidup, sedangkan yang mewakilkan yaitu si mayit lewat harta yang ditinggalkan misalnya adalah dibenarkan oleh beliau (Nabi), bahkan sampai pahalanyapun dinyatakan oleh Nabi dapat sampai kepada si mayit.
3. Pernyataan Nabi yang berupa pembenaran terhadap amalan tersebut sebagaimana diceritakan dalam hadits di atas adalah suatu tuntutan nyata dari beliau yang selayaknya diikuti.
Terdapat suatu keterangan yang tersebut dalam kitab Majmu karangan Imam An-Nawawi, bahwa pada suatu ketika Qadli Abu Ath Thayyib ditanya tentang persoalan menghatamkan Al-qur’an di kuburan, beliau menjawab: pahala bacaan itu bagi pembaca, sedangkan si mayit seperti halnya orang-orang yang hadir, dia (mayit) mengharapkan rahmat dan berkah. Dengan demikian menurut pengertian yang dapat diambil dari jawaban Qadli Abu Ath-Thayyib, jelas disunnahkan hukumnya membaca Al-qur’an diatas kuburan.
Demikian pula telah disebutkan dalam kitab Majmu Tsalatsu Rasail yang ditulis Al-Allamah Muhammad Al-Arabi, bahwasanya membaca Al-qur’an atas orang-orang yang sudah mati hukumnya boleh (jaiz). Menurut pendapat sebagian Ulama Fiqh Islam Ahlussunnah Wal Jamaah, bahwa pahala bacaan itu dapat sampai kepada mereka (ahli-ahli kubur), meskipun dalam kenyataannya dikerjakan dengan memakai upah (ujrah).
Solat Hadiyah
Sholat Hadiyah adalah solat sunnah dua rokaat yang pahalanya diperuntukkan untuk orang yang meninggal, namun waktunya adalah pada malam pertama jenazah dikuburkan. Dengan tujuan memberikan cahaya dan banyak kenikmatan kepada jenazah dimalam pertamanya dialam kubur. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits sebagai berikut:
ุฑَُِูู ุนَِู ุงููุจู ุต ู ุฃََُّูู َูุงَู ูุงََูุฃْุชِู ุนََูู ุงْูู َِّูุชِ ุฃَุดَุฏُّ ู َِู ุงََّْููููุฉِ ุงْูุฃَُْููู َูุงุฑْุญَู ُْูุง ุจِุงูุตَّุฏََูุฉِ ู َْู َูู ُْูุชُ َูู َْู َูู ْ َูุฌِุฏْ َُْูููุตَِّู ุฑَْูุนَุชَِْูู
"Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda; tidak datang atas mayit persoalan yang lebih berat dari malam pertama, maka sayangilah orang-orang yang telah meninggal dengan shadaqah, apabila tidak bisa bershadaqah maka kerjakanlah shalat dua rakaat (shalat hadiyah)."
Shalat hadiyah tersebut dikerjakan dengan dua rakat, yang pada setiap rakaatnya membaca Al-Fatihah, Ayat Kursi, At-Takatsur, dan Al-Ikhlas 11 kali. Dan setelah salam membaca:
ุงََُّูููู َّ ุฅِِّูู ุตََّْููุชُ َูุฐِِู ุงูุตَّูุงَุฉَ َูุชَุนَْูู ُ ู َุง ุฃُุฑِْูุฏُ ุงََُّูููู َّ ุงุจْุนَุซْ ุซََูุงุจََูุง ุฅَِูู َูุจْุฑِ ُููุงَู ุจู ُููุงَู
Dan manfaat dari shalat hadiyah tersebut adalah bahwa Allah akan mengutus 1000 malaikat yang membawa nur kedalam kubur si fulan, dan memberikannya kegembiraan.
Ziarah kubur
Ziarah kubur menurut beberapa madzhab kaum muslimin seluruhnya membolehkan, bahkan mereka juga menjelaskan tentang tatacara dalam berziarah kubur. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari ‘Aisyah dijelaskan bahwa Rasulullah pernah melakukan ziarah kubur
ุนَْู ุนَุงุฆِุดَุฉَ ุฑَุถَِู ุงููู ุนََْููุง ุฃََُّูู ุต ู ุฃَุฎْุจَุฑََูุง ุฃََّู ุฌِุจْุฑَِْูู ุฌَุงุกَُู ََููุงَู َُูู: "ุฅَِّู ุฑَุจََّู َูุฃْู ُุฑَُู ุฃَْู ุชَุฃْุชَِู ุฃََْูู ุงْูุจَِْููุนِ َูุชَุณْุชَุบِْูุฑَ َُููู ْ" َูุฃََُّูู ุต ู ุฌَุงุกَ ุงْูุจَِْููุนَ ََููุงَู َูุฃَุทَุงَู ุงَِْูููุงู َ ุซُู َّ ุฑََูุนَ َูุฏَِْูู ุซَูุงَุซَ ู َุฑَّุงุชٍ. َูุฃَََّููุง ุฑَุถَِู ุงُููู ุนََْููุง َูุงَูุชْ َُูู ََْููู ุฃَُُْููู َُููู ْ ؟ ََููุงَู: ُِْْูููู ุงَูุณَّูุงَู ُ ุนََُْูููู ْ ุฃََْูู ุงูุฏَِّูุงุฑِ ู َِู ุงْูู ُุคْู َِِْููู َูุงْูู ُุณِْูู َِْูู ََููุฑْุญَู ُ ุงُููู ุงْูู ُุณْุชَْูุฏِู َِْูู ู ُِْููู ْ َูุงْูู ُุณْุชَุฃْุฎِุฑَِْูู َูุฅَِّูุง ุฅِْู ุดَุงุกَ ุงُููู ุจُِูู ْ ูุงَุญَُِْููู.
“Sesungguhnya Rasulullah telah memberitahu kepada Aisyah, bahwa Malaikat Jibril telah mendatanginya kemudian berkata Jibril kepadanya : Sesungguhnya Tuhanmu memerintah kamu untuk mendatangi (menziarahi) ahli baqi, maka kamu mintakan ampun mereka, dan Rasulullah sendiri telah datang ke Baqi serta berkata dan berdiri lama sekali, kemudian mengangkat kedua tangannya sampai tiga kali.”
Selanjutnya Aisyah bertanya kepada Rasululah : “Bagaimana caranya aku membaca (untuk ahli Baqi)? Kemudian beliau menjawab : bacalah “Kesejahteraan buat kalian wahai penghuni kubur, orang mukmin dan muslim, semoga Allah menyayangi kalian, baik yang terdahulu maupun yang terbelakang, dan jika Allah menghendaki pasti aku akan menyusulmu."
Diceritakan oleh Aisyah pula bahwasanya berziarah kubur Baqi adalah suatu kebiasaan Nabi, sebagaimana keterangan dalam lafadl Hadits di bawah ini :
َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงِููู ุต ู َُّููู َุง َูุงَูุชْ ََْูููุชَُูุง ู ِْู ุฑَุณُُْูู ุงِููู ุต ู َูุฎْุฑُุฌُ ุขุฎِุฑَ ุงَِّْูููู ุฅَِูู ุงْูุจَِْููุนِ ََُُْููููู ุงَูุณَّูุงَู ُ ุนََُْูููู ْ ุฏَุงุฑَ َْููู ِ ู ُุคْู َِِْููู َูุขุชَุงُูู ْ ู َุง ุชُْูุนَุฏَُْูู ุบَุฏًุง ู ُุคَุฌََُّْููู َูุฅَِّูุง ุฅِْู ุดَุงุกَ ุงُููู ุจُِูู ْ ูุงَุญَُِْููู, ุงَُّูููู َّ ุงุบِْูุฑْ ูุฃَِْูู ุจَِْููุนِ ุงْูุบَุฑَْูุฏِ.
“Sewaktu-waktu Rasulullah diwaktu malam giliran siti A'isyah. Beliau keluar di akhir malam menuju Baqi maka membacalah:
“Keselamatan bagi kamu sekalian di desa kaum yang sama beriman, dan telah datang kepadamu segala sesuatu yang sudah dijanjikan esok kalian semuanya ditangguhkan serta Insya Allah kita semuanya pasti bertemu dengan kamu. Wahai Allah semoga engkau mengampuni kepada ahli Baqi' Gharkad."
Pada masa permulaan Islam, ziarah kubur itu dilarang oleh Rasulullah, karena kondisi manusia pada masa itu sangat dekat masanya dengan zaman jahiliyah, akan tetapi (setelah agama Islam mendalam dan keimanan mengakar dalam hati pemeluknya) larangan tersebut dirubah dengan bentuk ucapan Rasululah dan perbuatan beliau. Perubahan yang melalui bentuk perbuatannya maka telah tersebut diatas. Sedangkan yang berbentuk ucapan adalah sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim :
ُْููุชُ ََْูููุชُُูู ْ ุนَْู ุฒَِูุงุฑَุฉِ ุงُْููุจُْูุฑِ َูุฒُْูุฑَُْููุง , ََููุฏْ ุงُุฐَِู ِูู ُุญَู َّุฏٍ ِูู ุฒَِูุงุฑَุฉِ َูุจْุฑِ ุงُู ِِّู, َูุฒُْูุฑَُْููุง َูุฅََِّููุง ุชُุฐَِّูุฑُُูู ُ ุงูุขุฎِุฑَุฉَ
“Aku pernah melarang kamu sekalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kamu ke kubur, sesungguhnya telah diijinkan bagi Muhammad Saw, untuk menziarahi kubur ibunya, maka berziarahlah kamu semua ke kubur, karena ziarah itu dapat mengingatkan kalian kepada akhirat."
Selanjutnya timbul permasalahan di kalangan para Ulama tentang status hukum berziarah kubur yang dilakukan oleh kaum wanita. Segolongan orang dari kalangan ahli ilmu berpendapat, bahwa orang perempuan berziarah kubur hukumnya makruh Tahrim atau makruh Tanzih, karena adanya Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibn Majah dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :
ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉ ุฃََّู ุฑَุณَُْูู ุงููู ุต ู . َูุนََู ุฒََّูุฑَุงุชِ ุงُْููุจُْูุฑِ (ุฑูุงู ุฃุญู ุฏ ูุงุจู ุญุจุงู ูุงูุชุฑู ุฐู)
“Sesungguhnya Rasululah melaknati orang-orang perempuan yang berziarah kubur."
Berdasarkan bunyi Hadits ini, mereka memberikan keputusan Hukum orang perempuan berziarah kubur, sebagaiman tersebut diatas. Tapi sebagian besar kalangan para Ulama berpendapat, bahwa bagi orang perempuan berziarah kubur itu hukumnya jawaz (boleh), asal memang terasa aman (sepi) dari fitnah. Mereka mendasarkan pendapatnya dengan beberapa dalil (hadits) sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah berkata :
ุนู ุนุงุฆุดุฉ ูุงูุช ََْููู ุฃَُُْููู َูุง ุฑَุณَُْูู ุงِููู ุฅِุฐَุง ุฒُุฑْุชُ ุงُْููุจُْูุฑَ؟ َูุงَู: ُِْْูููู "ุงَูุณَّูุงَู ُ ุนََُْูููู ْ ุฃََْูู ุงูุฏَِّูุงุฑِ ุงْูู ُุคْู َِِْููู (ุฑูุงู ู ุณูู )
“Dari ‘Aisyah, beliau bertanya pada nabi: Bagaimana caranya aku membaca Hai Rasululah!, jika aku berziarah kubur?. Jawab Nabi : berucaplah (bacalah) : “Assalamu alaikum Ahlad Diyaril Mu’minin”
(Mudah-mudahan keselamatan diberikan kepada kamu sekalian hai … ahli kubur orang-orang mu’min).” A'isyah adalah sahabat perempuan
BUKU ASWAJA BAB 2; KESESUAIAN TUNTUNAN SYEKHUNA DENGAN SUNNAH RASUL
Sumber: ShelOn (Sempurna Alon-Alon)
KESESUAIAN TUNTUNAN SYEKHUNA DENGAN SUNNAH RASUL
Seperti yang telah dipaparkan dalam bagian pertama bahwa tuntunan syekhuna merupakan tuntunan peribadatan yang berdasarkan pada sunnah Rasul dan amalan para salafus shalih, maka pada bagian ini akan dipaparkan sedikit argumentasi atas amalan-amalan yang dikerjakan oleh jamaah Asy-syahadatain.
Dalam kaitannya terhadap tatacara berpakaian dalam sholat dan beribadah, syekhuna menuntun santrinya untuk selalu berpakaian yang serba putih. Bahkan pakaian yang digunakannya adalah bernuansa arab yaitu jubah, sorban, dll. yang menurut halayak umum itu adalah budaya arab. Namun pada hakekatnya pakaian seperti itulah yang digunakan Rasulullah saw., dan segala sesuatu yang dilakukan Rasul adalah sunnah.
KESESUAIAN TUNTUNAN SYEKHUNA DENGAN SUNNAH RASUL
Seperti yang telah dipaparkan dalam bagian pertama bahwa tuntunan syekhuna merupakan tuntunan peribadatan yang berdasarkan pada sunnah Rasul dan amalan para salafus shalih, maka pada bagian ini akan dipaparkan sedikit argumentasi atas amalan-amalan yang dikerjakan oleh jamaah Asy-syahadatain.
Dalam kaitannya terhadap tatacara berpakaian dalam sholat dan beribadah, syekhuna menuntun santrinya untuk selalu berpakaian yang serba putih. Bahkan pakaian yang digunakannya adalah bernuansa arab yaitu jubah, sorban, dll. yang menurut halayak umum itu adalah budaya arab. Namun pada hakekatnya pakaian seperti itulah yang digunakan Rasulullah saw., dan segala sesuatu yang dilakukan Rasul adalah sunnah.
1. Keutamaan pakaian putih
Segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah saw. adalah sebuah wahyu dan interpretasi dari Al-quran, dan bukan hanya budaya dan tradisi semata. Demikian pula dengan pakaian sholat yang beliau pakai, bukan hanya sebatas budaya arab belaka, melainkan suatu perintah dari Allah swt.
Hal ini dapat kita tinjau dari satu ayat Al-quran surat Al A’rof ayat 31 Yang berbunyi
َูุง ุจَِูู ุขุฏَู َ ุฎُุฐُْูุง ุฒَِْููุชَُูู ْ ุนِْูุฏَ ُِّูู ู َุณْุฌِุฏٍ
......
“Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid…..." (imam ibnu Abbas menjelaskan bahwa pakaian yang bagus adalah yang berwarna putih)
Ayat tersebut merupakan ayat anjuran berhias dengan berpakaian yang bagus dan pantas ketika hendak memasuki masjid (sholat/beribadah). Sedangkan pakaian yang dipakai oleh Rasul adalah berupa Jubbah, Imamah/sorban, Kufiyah, dll. Hal ini bukanlah hanya sebatas budaya arab yang setiap hari digunakannya. Penafsiran ayat tersebut sebagai berikut;
“Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid…..." (imam ibnu Abbas menjelaskan bahwa pakaian yang bagus adalah yang berwarna putih)
Ayat tersebut merupakan ayat anjuran berhias dengan berpakaian yang bagus dan pantas ketika hendak memasuki masjid (sholat/beribadah). Sedangkan pakaian yang dipakai oleh Rasul adalah berupa Jubbah, Imamah/sorban, Kufiyah, dll. Hal ini bukanlah hanya sebatas budaya arab yang setiap hari digunakannya. Penafsiran ayat tersebut sebagai berikut;
َูุง ุจَِูู ุขุฏَู َ ุฎُุฐُْูุง ุฒَِْููุชَُูู ْ ุนِْูุฏَ ُِّูู ู َุณْุฌِุฏٍ َُُْููููุง َูุงุดْุฑَุจُูุง َููุงَ ุชُุณْุฑُِْููุง ุฅَُِّูู ูุงَُูุญِุจُّ ุงْูู ُุณْุฑَِِْููู. ََِูููุฐِِู ุงْูุขَูุฉِ َูู َุง َูุฑَุฏَ ِูู ู َุนَْูุงَูุง ู َِู ุงูุณَُّّูุฉِ ُูุณْุชَุญَุจُّ ุงูุชَّุฌَู ُُّู ุนِْูุฏَ ุงูุตَّูุงَุฉِ َููุงَุณَِูู َุง َْููู َ ุงْูุฌُู ْุนَุฉِ ََْูููู َ ุงْูุนِْูุฏِ َูุงูุทِّْูุจُ ِูุฃََُّูู ู َِู ุงูุฒَِّْููุฉِ َูุงูุณَِّูุงُู ِูุฃََُّูู ู ِْู ุชَู َุงู ِ ุฐَุงَِูู َูู ِْู ุฃَْูุถَِู ุงِّููุจَุงุณِ ุงَْูุจََูุงุถُ َูู َุง َูุงَู ุฑَุณَُْูู ุงููู ุต ู . ุฅِْูุจَุณُْูุง ู ِْู ุซَِูุงุจُِูู ُ ุงْูุจََูุงุถَ َูุฅََِّููุง ู ِْู ุฎَْูุฑِ ุซَِูุงุจُِูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ
“(Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan). dan dari ayat ini mengandung makna tentang kesunnahan berhias ketika hendak melakukan sholat, apalagi ketika hendak melakukan sholat jumat dan sholat id. Disamping berhias, hendaknya seseorang memakai wewangian karena memakai wewangian itu bagian dari berhias, begitu juga dengan bersiwak (gosok gigi) karena bersiwak adalah penyempurna dalam berhias. Dan berhias yang lebih utama ialah dengan memakai pakaian yang berwarna putih. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Pakailah pakaianmu yang berwrna putih karena pakaian putih itu sebaik-baik pakaianmu dan kafanilah orang-orang matimu dengannya (kain kafan yang putih).”
Terdapat pula beberapa hadits yang menjelaskan tentang tatacara berpakaian, khususnya dalam beribadah (yaitu memakai pakaian yang berwarna putih). Yaitu;
(ََُْูููู َูุฃَْูุถََُููุง ุงْูุฃَุจَْูุถُ) ุฃَْู ุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ َุงْูุฃَุจَْูุถُ ِูุฎَุจَุฑِ ุงูุชِّุฑْู ِْูุฐِู " ุฅِْูุจَุณُْูุง ู ِْู ุซَِูุงุจُِูู ُ ุงْูุจََูุงุถَ َูุฅََِّููุง ู ِْู ุฎَْูุฑِ ุซَِูุงุจُِูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ " َُููุณَُّู ุฃَْู ุชََُْููู ุฌَุฏِْูุฏَุฉً َูุฅِْู َูู ْ ุชَُْูู ุฌَุฏِْูุฏَุฉً ََููุฑِْูุจَุฉٌ ู َِْููุง َُููุณَُّู ุฃَْู َูุฒِْูุฏَ ุงْูุฅِู َุงู ُ ِูู ุญُุณِْู ุงَْْูููุฆَุฉُ ِููุฅِุชْุจَุงุนِ َููุฃََُّูู ู َْูุธُْูุฑٌ ุฅَِِْููู َูุงْูุฃَْูู َُู ุฃَْู ุชََُْููู ุซَِูุงุจُُู َُُّูููุง ุญَุชَّู ุงْูุนِู َุงู َุฉُ ุจَْูุถَุงุกَ َูุฅِْู َูู ْ ุชَُْูู َُُّูููุง َูุฃَุนْูุงََูุง َُููุทَْูุจُ ุฐَุงَِูู ุญَุชَّู ِูู ุบَْูุฑِ َْููู ِ ุงْูุฌُู ْุนَุฉِ ูุฅِุทْูุงَِู ุงْูุฎَุจَุฑِ ุงْูู َุฐُْْููุฑِ
“Dikatakan bahwa pakaian yang paling utama adalah pakaian putih, karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih karena pakaian putih itu sebaik-baik pakaianmu dan kafanilah orang-orang matimu dengannya (kain kafan yang putih)” dan disunnahkan yang baru apabila ada, namun apabila tidak ada yang baru maka yang paling baru (bagus) diantara yang lainnya. Dan disunnahkan bagi imam untuk menyempurnakan keadaannya, karena dia diikuti dan menjadi pusat perhatian. Dan yang lebih sempurna adalah hendaknya seseorang memakai pakaian yang berwarna putih semua sampai sorbannyapun berwarna putih, maka apabila tidak ada yang putih kesemuanya, maka hendaknya bagian atas diusahakan (untuk berwarna putih), dan dianjurkan memakai pakaian putih sehingga pada hari selain hari jumat sekalipun, karena mutlaknya hadits yang telah disebut."
Senada dengan bunyi hadits tersebut diatas dikemukakan pula dalam kitab-kitab lainnya seperti kitab Minhajul Qowim hal.88, Maroqil Ubudiyah hal.54, Mawahibus somad hal. 60. Bulughul Marom hal. 63, Nihayatuz Zain hal. 142, Al Iqna juz I hal. 159, Al-Minhajut Tullab hal. 78, Fathul Wahab Juz I hal. 78, Hasiyah Qolyubi Juz I hal. 383, Fiqhus Sunnah Juz I hal. 436, dll.
Mengenai keutamaan pakaian putih ini telah banyak dikemukakan pula oleh banyak ulama dalam kitab-kitabnya, seperti berikut;
َูุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ ุงَْูุจََูุงุถُ ِูู َุง ุฑََูู ุณَู ُุฑَุฉُ ุจُْู ุฌُْูุฏَุจٍ َูุงَู: َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงููู ุต ู . ุฅِْูุจَุณُْูุง ุงูุซَِّูุงุจَ ุงْูุจِْูุถَ َูุฅََِّููุง ุฃَุทَْูุฑُ َูุฃَุทَْูุจُ. َُููุณْุชَุญَุจُّ ِููุฅِู َุงู ِ ู َِู ุงูุฒَِّْููุฉِ ุฃَْูุซَุฑُ ู ِู َّุง ُูุณْุชَุญَุจُّ ِูุบَْูุฑِِู ِูุฃََُّูู ُْููุชَุฏَู ุจِِู َูุงْูุฃَْูุถَُู ุฃَْู َูุชَุนَู َّู َ ََููุฑْุชَุฏَِู ุจِุจُุฑْุฏٍ ِูุฃََّู ุงَّููุจَِّู ุต ู . َูุงَู َْููุนَُู ุฐَุงَِูู
"Pakaian yang paling utama adalah yang berwarna putih, karena ada hadits yang diriwayatkan oleh samuroh bin jundab bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: 'Pakailah pakaian yang berwarna putih, karena pakaian putih itu lebih (terjaga) kesuciannya serta lebih baik'. Dan disunnahkan bagi imam untuk lebih menghias diri daripada yang lainnya (makmum), karena dia (imam) diikuti orang. Dan akan lebih afdhol lagi apabila memakai sorban dan rida, karena sesungguhnya nabi memakainya (melakukannya)."
Senada dengan bunyi hadits tersebut diatas dikemukakan pula dalam kitab-kitab lainnya seperti kitab Syama'ilul Muhammadiyah hal.69 dan 75, Riyadus Sholihin hal 366, Sunan Ibnu Majjah hadits ke 3567, dll.
Mengenai keutamaan pakaian putih tersebut banyak dikemukakan oleh para ulama didalam kitab-kitabnya, karena hal itu merupakan bagian dari ajaran islam. Seperti yang dikemukakan oleh para ulama dalam kitab-kitabnya sebagai berikut;
ََْูููุฆَุงุชَُูุง ุฃَุฑْุจَุนُ ุฎِุตَุงٍู ุงَْูุบُุณُْู َูุชَْูุธُِْูู ุงْูุฌَุณَุฏِ َُููุจْุณُ ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ َูุฃَุฎْุฐُ ุงูุธُّْูุฑِ َูุงูุทِّْูุจُ
“Sunnah hai’at sebelum melaksanakan shalat jum’at ada empat perkara, yaitu; Mandi, membersihkan badan, memakai pakaian yang putih, memotong kuku dan memakai wewangian."
ุนََُْูููู ْ ุจِุงْูุจََูุงุถِ ู َِู ุงูุซَِّูุงุจِ ََْูููุจَุณَُูุง ุฃَุญَْูุงุคُُูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ َูุฅََِّููุง ู ِْู ุฎَْูุฑِ ุซَِูุงุจُِูู ْ
"Hendaklah kamu memakai pakaianmu yang berwarna putih, maka pakailah selama hidupmu dan kafanilah orang-orang matimu dengan yang berwarna putih, maka sesungguhnya pakaian/ kain yang berwarna putih itu sebaik-baiknya pakaianmu."
(َู) ุงูุซَّุงِูุซُ (ُูุจْุณُ ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ) َูุฅََِّููุง ุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ
“Dan yang ketiga adalah memakai pakaian yang berwarna putih, karena pakaian putih itu pakaian yang paling utama”
(َูุงูุซَّุงِูุซُ ُูุจْุณُ) ุฃَุญْุณَِู ุซَِูุงุจِِู ู َِู ุงْูุฃَุจَْูุถِ َูุงْูุฃَุฎْุถَุฑِ ِูุฃََُّููู َุง ู ِْู ِูุจَุงุณِ ุฑَุณُِْูู ุงِููู ุต ู . َูุงْูุฃََْููู ُูุจْุณُ (ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ َูุฅََِّููุง ุฃَْูุถَُู ุงูุซَِّูุงุจِ) َูุจَุนْุฏََูุง ุงْูุฃَุฎْุถَุฑُ ِูู ُِّูู ุฒَู ٍَู ุญَْูุซُ ูุงَ ุนُุฐْุฑَ
“Dan yang ketiga adalah memakai sebaik-baiknya pakaian, yaitu yang berwarna putih dan hijau. Karena keduanya adalah pakaian Rasulullah saw. dan yang lebih utama dari keduanya adalah putih. Karena pakaian yang berwarna putih itu paling utamanya pakaian, dan setelahnya adalah pakaian yang berwarna hijau. Dan ini berlaku untuk setiap zaman selama tidak ada udzur (halangan)."
ََْูููุจَุณُ ุฃَุญْุณََู ุซَِูุงุจِِู َูุฃَْูุถََُููุง ุงْูุจِْูุถُ
“Dan seseorang hendaknya memakai sebaik-baik pakaiannya, dan yang paling utama adalah yang berwarna putih”
(َُููุจْุณُ ุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ) ุจِุฃَْู ุชََُْููู ุซَِูุงุจُُู َُُّูููุง ุจَْูุถَุงุกَ َูุงْูุฃَุนَْูู ู َِْููุง ุขَูุฏُ
“(Dan memakai pakaian putih) bahkan apabila ada, yang berwarna putih semuanya. Dan bagian atas putih itu hendaklah lebih didahulukan karena lebih Mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan)”
ุซُู َّ ุชَุฒَََّูู ุจِุงูุซَِّูุงุจِ ุงْูุจِْูุถِ َูุฅََِّููุง ุฃَุญَุจُّ ุงูุซَِّูุงุจِ ุฅَِูู ุงููู ุชุนุงูู
“Kemudian berhiaslah dengan pakaianmu yang berwarna putih, karena pakaian putih itu paling disenangi oleh Allah swt.”
2. Keutamaan Qamis, Jubbah, Sorban
Jubbah, sorban, dll. merupakan pakaian yang telah dianjurkan oleh Rasulallah saw. seperti yang dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa kitabnya sebagai berikut;
َُููุณَُّู ِْููู ُุตَِّูู ุฃَْู َْููุจَุณَ ุฃَุญْุณََู ุซَِูุงุจِِู ََููุฑْุชَุฏَِู ََููุชَุนَู َّู َ ََููุชََูู َّุตَ ََููุชَุทََْููุณَ ََْููู َูุงَู ุนِْูุฏَُู ุซَْูุจَุงِู ََููุทْ َูุจِุณَ ุฃَุญَุฏَُูู َุง َูุงุฑْุชَุฏَู ุจِุงْูุขุฎَุฑِ ุฅِْู َูุงَู
“…. Dan disunnahkan bagi seseorang yang hendak melaksanakan sholat, agar memakai pakaian yang paling baik (yang ia miliki) dan hendaknya ia memakai rida, sorban, gamis, thailasan, dan apabila ia hanya memiliki dua macam saja, maka pakailah salah satu dari keduanya dan menjadikan rida dengan yang lainnya, itupun jika ada pakaian.”
(ู َุณْุฆََูุฉٌ) ُูุณَُّู ُูุจْุณُ ุงَْููู ِْูุตِ َูุงْูุฅِุฒَุงุฑِ َูุงْูุนِู َุงู َุฉِ َูุงูุทََّْููุณَุงِู ِูู ุงูุตَّูุงَุฉِ َูุบَْูุฑَِูุง ุฅِูุงَّ ِูู ุญَุงِู ุงَّْูููู ِ ََููุญِِْูู ُูุฎْุชَุตُّ ุงูุทََّْููุณَุงُู ุบَุงِูุจًุง ุจِุฃَِْูู ุงَْููุถِْู ู َِู ุงْูุนَُูู َุงุกِ َูุงูุฑُّุคَุณَุงุกِ
"Disunnahkan memakai Qamis, sarung, sorban, dan thailasan diwaktu sholat atau diluar sholat kecuali diwaktu tidur dan sebagainya, akan tetapi thailasan itu khusus bagi orang-orang mulia dari kalangan ulama dan pemimpin."
(ุณَุชْุฑُ ุงْูุนَْูุฑَุฉِ) ... َูุฃََْููู ุงูุณَّุชْุฑِ ุงَْููู ِْูุตُ ู َุนَ ุงูุณَّุฑَุงِِْููู ุซُู َّ ุงَْููู ِْูุตُ ู َุนَ ุงْูุฅِุฒَุงุฑِ ุซُู َّ ุงูุฑِّุฏَุงุกُ
“(Menutup Aurot) dan penutup aurot yang paling utama adalah Gamis dengan celana atau Gamis dengan sarung, kemudian ditambah rida."
َِููุฑَุฌٍُู ุฃَุญْุณَُู ุซَِูุงุจِِู ََููุชََูู َّุตُ ََููุชَุนَู َّู َ َูุฅِِู ุงْูุชَุตَุฑَ َูุซَْูุจَุงِู َูู ِْูุตٌ ู َุนَُู ุฑِุฏَุงุกٌ
"Hendaklah bagi laki-laki agar memakai sebaik-baik pakaiannya dan hendaklah ia memakai qamis (jubah), sorban, dan apabila ingin membatasi maka cukuplah memakai dua pakaian yaitu qamis dengan rida"
َูุงَู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ َْููุจَุณُ ู َِู ุงูุซَِّูุงุจِ ู َุงَูุฌَุฏَ ู ِْู ุฅِุฒَุงุฑٍ ุฃَْู ุฑِุฏَุงุกٍ ุฃَْู َูู ِْูุตٍ ุฃَْู ุฌُุจَّุฉٍ ุฃَْู ุบَْูุฑِ ุฐَุงَِูู ََููุงَู ُูุนْุฌِุจُُู ุงْูุฎُุถْุฑُ ََููุงَู ุฃَْูุซَุฑُ ِูุจَุงุณِِู ุงْูุจََูุงุถَ ََُُْููููู ุฅِْูุจَุณَُْููุง ุฃَุญَْูุงุคُُูู ْ ََُِّْูููููุง َِْูููุง ู َْูุชَุงُูู ْ
"Rasulullah saw memakai pakaian yang beliau miliki, yaitu sarung, rida, gamis, jubah, atau yang lainnya. Dan Nabi menyukai pakaian yang berwarna hijau, tetapi pakaian yang paling sering dipakai Rasulullah adalah pakaian yang berwarna putih. Dan beliau bersabda: Pakailah olehmu pakaian yang berwarna putih semasa hidupmu dan kafanilah orang-orang matimu dengan yang berwarna putih."
Tentang memakai sorban terdapat beberapa pandangan para ulama sebagai berikut;
(ََููุงَู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฑَْูุนَุชَุงِู ุจِุนِู َุงู َุฉٍ ุฎَْูุฑٌ ู ِْู ุณَุจْุนَِْูู ุฑَْูุนَุฉً ุจِูุงَ ุนِู َุงู َุฉٍ) ุฑََูุงُู ุงูุฏََّْููู ِู ุนَْู ุฌَุงุจِุฑٍ َูุงَู ุงْูู َُูุงُِّูู ِูุฃََّู ุงูุตَّูุงَุฉَ ุญَุถْุฑَุฉُ ุงْูู َِِูู َูุงูุฏُّุฎُُْูู ุฅَِูู ุญَุถْุฑَุฉِ ุงْูู َِِูู ุจِุบَْูุฑِ ุชَุฌَู ٍُّู ุฎِูุงَُู ุงْูุฃَุฏَุจِ
Rasulallah saw bersabda: “Dua rokaat dengan memakai sorban lebih baik dari 70 rokaat tanpa memakai sorban”(HR. Dzailami dari Jabir). Dan Imam Al-Munawi berkata: karena sholat itu menghadap maharaja (Allah swt), dan sangat tidak beradab apabila seseorang ingin menghadap maharaja (Allah swt) kemudian ia tidak berhias.
ูุงู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู : ุชَุนَู َّู ُูุง َูุฅَِّู ุงْูู َูุงَุฆَِูุฉَ ุชَุนَู َّู َุชْ
"Bersorbanlah kalian karena sesungguhnya para malaikat itu memakai sorban"
ََููุงَู ุฏَุงุฆِู ًุง َْููุจَุณُ ุฑَุณُُْูู ุงููู ุต ู . ุงِّููุจَุงุณَ ุงْูุฃَุจَْูุถَ َูุงْูุนَู َุงุฆِู َ ุงْูุจَْูุถَุงุกَ ุฅِูุงَّ ِูู ู َุฑَّุงุชٍ ََِْููููุฉٍ َูุจِุณَ ุงْูุนِู َุงู َุฉَ ุงูุณَّْูุฏَุงุกَ ู ِุซَْู َูุชْุญِ ู ََّูุฉَ
"Bahwa Rasulullah saw selalu memakai pakaian yang berwarna putih dan sorban putih, kecuali sesekali Rasulullah saw. pernah memakai sorban warna hitam seperti pada waktu Fathu Makkah (penaklukan kota makkah)."
ุญَุฏَّุซََูุง َูุงุฑُُْูู ุจُْู ุฅِุณْุญَุงَู ุงَْููู َุฏَุงُِّูู ุญَุฏَّุซََูุง َูุญَْู ุจُْู ู ُุญَู َّุฏٍ ุนَْู ุนُุจَْูุฏِ ุงููู ุจِْู ุนُู َุฑَ ุนَْู َูุงِูุนِ ุนَِู ุงุจِْู ุนُู َุฑَ َูุงَู : َูุงَู ุงَّููุจُِّู ุตََّูู ุงููู ุนููู ูุณูู ุฅِุฐَุง ุงุนْุชَู َّ ุณَุฏََู ุนِู َุงู َุชَُู ุจََْูู َูุชَِِْููู, َูุงَู َูุงِูุนٌ : َููุงََู ุงุจُْู ุนُู َุฑَ َูุณْุฏُِู ุนِู َุงู َุชَُู ุจََْูู َูุชَِِْููู َูุงَู ุนُุจَْูุฏُ ุงููู ุฑَุฃَْูุชُ ุงَْููุงุณِู َ َูุณَุงِูู ุงً َْููุนَูุงَِู ุฐَุงَِูู. َูุงَู ุงَุจُู ุนِْูุณَู َูุฐุงَ ุญَุณٌَู ุบَุฑِْูุจٌ
Diriwayatkan dari Harun bin Ishak Al-Hamdani, dari Yahya bin Muhammad al Madani bin Muhamad, dari Ibnu Umar dari Nafi’ ia berkata, adalah Nabi SAW apabila beliau memakai sorban, maka beliau meletakkan sorbannya diantara dua belikatnya. Nafi’ berkata: Ibn Umar juga meletakkan sorbannya diantara dua belikatnya. Ubaidillah berkata: aku melihat Qosim dan Salim melakukan seperti itu dan menurut Abu Isa, hadits ini adalah hadits Hasan Gharib.
Hadits senadapun terdapat dalam kitab Syamailul Muhammadiyah hal. 107 dan kitab Qutuf minas Syama’il hal. 97.
Dalam kitab Sunan Abi Dawud hadits ke 4078 terdapat hadits tentang Kopyah sebagai berikut;
َูุงَู ุฑَُูุงَูุฉُ َูุณَู ِุนْุชُ ุงَّููุจَِّู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู َُُْูููู: َูุฑُْู ู َุง ุจَََْูููุง َูุจََْูู ุงْูู ُุดْุฑَِِْููู ุงْูุนَู َุงุฆِู ُ ุนََูู ุงَْูููุงَِูุณِ
"Sahabat Rukanah berkata: saya mendengar nabi saw bersabda: pembeda diantara kita dan orang-orang musyrik adalah sorban yang terletak diatas kopyah"
Mengenai pakaian putih dan sorban, jubah, dll., yang dipakai oleh jamaah Asy-Syahadatain ini banyak yang mengatakan su'ul adab, dengan alasan bahwa pakaian tersebut adalah pakaiannya para ulama.
Setelah menelusuri sumber-sumber hadits dan qaul ulama, tidak diketemukannya hadits atau ucapan para salaf yang mengatakan bahwa berpakaian demikian itu dilarang bagi kebanyakan ummat, bahkan yang kami temukan adalah perintah untuk memakainya, karena pakaian yang demikian itu adalah sunnah Rasul (pakaian yang dipakai rasul). Oleh sebab itu dianjurkan para umat islam untuk memakainya karena Rasulpun memakainya, sehingga orang-orang yang memakainya dengan tujuan mengikuti Rasul maka ia akan mendapatkan keutamaan dari Allah.
3. Hukum memakai pakaian yang berwarna hitam
Dalam beberapa kitab salaf dijelaskan tentang hukum memakai pakaian yang berwarna hitam, ada yang berpendapat Makruh, Khilaful aula dan ada yang berpendapat bid’ah.
ู َْู َูุธَُู ุซَْูุจُُู ََّูู َูู ُُّู َูู َْู ุทَุงุจَ ุฑِْูุญُُู ุฒَุงุฏَ ุนَُُْููู َูุฃَู َّุง ุงِْููุณَْูุฉُ َูุฃَุญَุจَُّูุง ุงْูุจََูุงุถُ ู َِู ุงูุซَِّูุงุจِ ุฅِุฐْ ุฃَุญَุจُّ ุงูุซَِّูุงุจِ ุฅَِูู ุงููู ุชَุนَุงَูู ุงْูุจِْูุถُ ูุงََْููุจَุณُ ู َุง ِِْููู ุดُْูุฑَุฉٌ َُููุจْุณُ ุงูุณََّูุงุฏِ َْููุณَ ู َِู ุงูุณَُّّูุฉِ َููุงَِِْููู َูุถٌْู ุจَْู َูุฑََّู ุฌَู َุงุนَุฉٌ ุงَّููุธْุฑَ ุฅَِِْููู ِูุฃََُّูู ุจِุฏْุนَุฉٌ ู ُุญْุฏَุซَุฉٌ ุจَุนْุฏَ ุฑَุณُِْูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
"Barang siapa bersih pakaiannya maka sedikit susahnya, dan barangsiapa wangi baunya maka bertambah akalnya. Dan adapun pakaian yang lebih dicintai adalah pakaian yang berwarna putih, karena pakaian yang lebih dicintai Allah adalah yang berwarna putih, yang tidak dipakai karena mengandung keinginan ketenaran (Riya). Dan adapun memakai pakaian berwarna hitam itu tidak termasuk sunnah dan tidak pula mengandung keutamaan, bahkan ada satu golongan ulama yang menghukumi makruh melihatnya karena memakai pakaian berwarna hitam itu perbuatan bid’ah yang terjadi setelah sepeninggalan rasul saw."
َِููู ู َْูุถِุนِ ู َِู ุงْูุฅِุญَْูุงุกِ ُْููุฑَُู ุงูุณَِّูุงุฏُ ุฃَْู ุฎِูุงَُู ุงْูุฃََْููู ََููุงَู ุงูุดَّْูุฎُ ุนِุฒُّ ุงูุฏِِّْูู ุฅِุฏَุงู َุฉُ ُูุจْุณِِู ุจِุฏْุนَุฉٌ ََููุถَِّูุชُُู ุฃَْู ูุงَุจِุฏْุนَุฉَ ِูู ุบَْูุฑِ ุฅِุฏَุงู َุชِِู ِููุฃَุญَุงุฏِْูุซِ ุงูุตَّุญِْูุญَุฉِ ุจُِูุจْุณِِู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู َُูู ِูู ู ََูุงุถِุนَ ุนَุฏِْูุฏَุฉٍ َِْููู ูุงََُููุงِูู ุฐَุงَِูู ุฃَْูุถََِููุฉُ ุงْูุจََูุงุถِ
“Dalam kitab ihya terdapat keterangan tentang makruhnya memakai pakaian berwarna hitam, Dan Syekh Izuddin mengatakan bahwa: apabila terus menerus memakai pakaian berwarna hitam maka hukumnya bid’ah, tetapi kalau tidak terus menerus maka tidak bid’ah; karena ada hadis yang menerangkan bahwa Rasulallah saw pernah memakainya (memakai pakaian hitam) dalam beberapa waktu, tetapi itu semua tidak menghilangkan/ menafikan keutamaan warna putih.
ุฅِุฏَุงู َุฉُ ُูุจْุณِ ุงูุณََّูุงุฏِ ََْููู ِูู ุงِّููุนَุงِู ุฎِูุงَُู ุงْูุฃََْููู
"Memakai yang berwarna hitam secara terus menerus itu hukumnya Khilaful Aula (kurang baik) walaupun dalam masalah sandal" (apalagi dengan pakaian sholat)
Dengan demikian, jelaslah bahwa Tuntunan Syekhuna yang membina ummat dengan berpakaian Jubbah, Sorban, Rida, kufiyah, Sajadah, dan Sarung yang serba putih disaat beribadah merupakan Sunnah Rasulullah saw.
Dalam kaitannya terhadap tatacara berdzikir atau berdo’a, syekhuna menuntun beberapa cara berdzikir sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. karena hanya orang-orang yang dekat dengan Allahlah yang bahagia didunia dan akherat. Didalam Al-quran terdapat banyak perintah untuk berdzikir, diantaranya yaitu
َูุงุฐُْูุฑُูุง ุงَููู َูุซِْูุฑًุง َّูุนََُّููู ْ ุชُِْููุญَُْูู
“Banyak-banyaklah kalian mengingat Allah supaya kamu mendapat kemenangan.” (Qs. Al Jumu’ah: 10)
َูุงุงََُّููุง ุงَّูุฐَِْูู ุขู َُْููุง ุงุฐُْูุฑُْูุง ุงَููู ุฐِْูุฑًุง َูุซِْูุฑًุง
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak.” (Qs. Al-Ahzab: 41)
Rasulullah saw bersabda:
ุฃَูุงَ ุฃَُูุจِّุฆُُูู ْ ุจِุฎَْูุฑِ ุฃَุนْู َุงُِููู ْ, َูุฃَุฒَْูุงَูุง ุนِْูุฏَ ู َُِِูููู ْ َูุฃَุฑَْูุนَُูุง ِูู ุฏَุฑَุฌَุงุชُِูู ْ َูุฎَْูุฑٌ ู ِْู ุฅِุนْุทَุงุกِ ุงูุฐََّูุจِ َูุงَْููุฑِِู َูุฃَْู ุชََْْูููุง ุนَุฏَُُّููู ْ َูุชَุถْุฑِุจُْูุง ุฃَุนَْูุงَُููู ْ ََููุถْุฑِุจُْูุง ุฃَุนَْูุงَُููู ْ؟ َูุงُْููุง: ู َุงุฐَุงَู َูุงุฑَุณَُْูู ุงููู؟ َูุงَู: ุฐِْูุฑُ ุงِููู ุชَุนَุงَูู
“Tidakkah aku beritahukan kepada kalian tentang sebaik-baik amal kalian, yang paling suci disisi Tuhan kalian, yang paling metinggikan derajat kalian, dan yang lebih baik daripada memberikan emas dan perak. Dan daripada kalian bertemu musuh-musuh kalian, maka kalian memukul tengkuk mereka dan merekapun (ganti) memukul tengkuk kalian.” Para sahabat bertanya; “Apa itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab; “Zikrullah” (HR. Al Baihaqy).
Dalam Tuntunannya (Tuntunan Syekhuna), Syekhuna mencontohkan tatacara beribadah dengan banyak berdzikir kepada Allah swt, karena dengan dzikrullah secara rutin/istiqomah, maka akan mengantarkan kita untuk selalu dekat dengan Allah swt., dan orang yang dekat dengan Allah akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan akherat. Dan Inti/pokok utama dari tuntunan Syekhuna adalah Dzikir/ hidupnya hati beristiqomah dalam mengingat Allah.
Mudzakaroh atau berdzikir adalah proses pertama dalam menempuh Ma'rifat Billah, yaitu menetapkan Lafadz Allah didalam hati dalam segala tingkahnya. Terdapat sebuah hadits dalam Sunan At-Tirmidzi pada bab fitnah. Yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik.
ูุงَุชَُْููู ُ ุงูุณَّุงุนَุฉُ ุญَุชَّู ูุงََُููุงُู ِูู ุงْูุงَุฑْุถِ ุงَููู ุงَููู
"Kiamat tidak akan terjadi sampai dibumi ini hingga tidak ada yang mengucapkan Allah Allah."
ูุงَุชَُْููู ُ ุงูุณَّุงุนَุฉُ َูุนََูู َูุฌِْู ุงْูุงَุฑْุถِ ู َْู َُُْูููู ุงَููู ุงَููู
"Kiamat tidak akan terjadi sedangkan dimuka bumi ini masih ada yang mengucapkan Allah Allah."
َูุงุดْุชَุบِْู ุจِุฐِْูุฑِ ุฎَุงَِِููู ุฃَْู ุฐِْูุฑٌ ู َِู ุงْูุฃَุฐَْูุงุฑِ َูุฃَุนْูุงََูุง َُูู ََُْูููู ุงَููู ุงَููู ุงَููู ูุงَุชَุฒِْูุฏُ ุนََِْููู ุดَْูุฆًุง
"Maka Sibukkanlah kalian dengan mengingat Tuhan yang menciptakan kalian, yaitu dzikir dari banyak dzikir, dan yang lebih utama adalah ucapanmu `Allah` (didalam hati) dengan tidak menambahi sesuatu daripadanya."
Hadits tersebut mengisyaratkan dzikir didalam hati yaitu berupa lafadz Allah. Dzikir ada dua macam, yaitu dzikir lisan dan dzikir hati. Dzikir lisan bagi seorang hamba akan mengantarkannya pada kelanggengan dzikir hati. Dzikir lisan ini sangat berpengaruh pada dzikir hati, apabila lisannya berdzikir bersamaan dengan dzikirnya hati, maka ia telah memasuki tahapan Mudzakarah yang sempurna.
Mengenai konsep dzikir dalam Tuntunan Syekhuna akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Dalam Tuntunan Syekhuna terdapat beberapa cara dalam kaitannya dengan jenazah setelah dikuburkan, yaitu Talkin, Tahlil, Solat Hadiyah, dll.
Talkin
Talkin adalah mengajarkan orang yang telah mati untuk menjawab pertanyaan malaikat munkar nakir dengan membaca dua kalimat syahadat. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw. sebagai berikut:
ََููุงَู ุต ู : َูุง ุงَุจَุง ُูุฑَْูุฑَุฉَ َِِّููู ุงْูู َْูุชَู ุดََูุงุฏَุฉَ ุฃَْู ูุงَุงََِูู ุฅِูุงَّ ุงููู َูุฅََِّููุง ุชَْูุฏِู ُ ุงูุฐُُّْููุจَ َูุฏْู ًุง. ُْููุชُ: َูุงุฑَุณَُْูู ุงููู َูุฐَุง ِْููู َْูุชَู َََْูููู ِููุฃَุญَْูุงุกِ؟ َูุงَู ุต ู : َِูู ุฃَْูุฏَู ُ َูุฃَْูุฏَู ُ.
“Rasulullah saw. bersabda: “Hai Abu Hurairah, Ajarkanlah orang yang telah meninggal dengan Syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah, karena syahadat itu melebur dosa dengan selebur-leburnya (hancur)” Aku berkata: “Wahai Rasulullah, ini untuk orang yang telah mati, lalu bagaimana untuk orang yang masih hidup?” Rasulullah menjawab: “Syahadat itu lebih menghancur leburkan dan menghancurkan."
Hadits tersebut memaparkan tentang manfaat syahadat yaitu menghancurkan dosa bagi orang yang telah mati dan bagi orang yang masih hidup. Oleh karenanya diperintahkan untuk mentalkin mayit dengan cara menuntunnya setelah dikuburkan, dan juga mentalkin syahadat bagi orang hidup dengan cara mengajarkannya, yaitu dengan membacanya secara istiqomah, sehingga didalam kubur kelak akan diajarkan oleh Allah swt. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Abbas sebagai berikut:
َูุงَู ุงุจُْู ุนَุจَّุงุณٍ : ู َْู ุฏَุงَูู َ ุนََูู ุงูุดََّูุงุฏَุฉِ ِูู ุงْูุญََูุงุฉِ ุงูุฏَُّْููุง ُูุซَุจِّุชُُู ุงُููู ุนَََْูููุง ِูู َูุจْุฑِِู ََُُُِّูููููู ุฅَِّูุงَูุง
“Ibnu Abbas RA berkata: Barangsiapa mendawamkan syahadat selama hidup didunia, maka Allah swt akan menetapkan syahadat itu kepadanya didalam kubur."
Dalam penerapannya, syekhuna menuntun mayit untuk membaca dua kalimat syahadat sebagai jawaban dari pertanyaan Munkar Nakir. Hal inipun terdapat sebuah dalil yang menguatkannya yaitu tertulis dalam kitab talkin yang biasa digunakan oleh kaum muslimin. Yaitu yang berbunyi
ุงُุฐُْูุฑِ ุงْูุนَْูุฏَ ุงَّูุฐِู ุฎَุฑَุฌْุชَ ุนََِْููู ู ِْู ุฏَุงุฑِ ุงูุฏَُّْููุง ุฅَِูู ุฏَุงุฑِ ุงْูุขุฎِุฑَุฉِ ََِููู ุดََูุงุฏَุฉُ ุฃَْู ูุงَุงََِูู ุฅِูุงَّ ุงُููู َูุฃََّู ู ُุญَู َّุฏًุง ุฑَّุณُُْูู ุงِููู ุตََّูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู َ
“Ingatlah akan perjanjian ketika engkau keluar dari dunia keakhirat, ialah mengenai syahadat (persaksian) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah.”
َูู ِْู ุฐََِูู ุญَุฏِْูุซُ ุฃَุจِู ُูุนَْูู ุฃََُّูู ุต ู . َูุงَู ุฃُุญْุถُุฑُْูุง ู َْูุชَุงُูู ْ ََُُِّْููููููู ْ ูุงَุฅََِูู ุฅِูุงَّ ุงููู َูุจَุดِّุฑُُْููู ْ ุจِุงْูุฌََّูุฉِ (ุงููุชุงูู ุงูุญุฏูุซูุฉ ุต 20)
"Maka sebagian dari itu sebuah hadits dari Abi Nuaim bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Hadirilah orang-orang matimu dan ajarilah (talkinlah) mereka bahwa Tiada tuhan selain Allah, dan bahagiakanlah mereka dengan surga".
Dalam prakteknya, para Jama’ah Asy-syahadatain menggunakan buku talkin dengan cara merubah teks dalam buku tersebut seperti berikut ini;
َูุฅِุฐَุง ุฌَุงุกََู ุงْูู َََููุงِู ุงْูู ََُّูููุงَِู ุจَِู َُููู َุง ู َُْููุฑٌ ََِْููููุฑٌ َููุงَ ُْููุฒِุนَุงَู َููุงَ ُูุฑِْูุจَุงَู َูุฅَُِّููู َุง ุฎٌَْูู ู ِْู ุฎَِْูู ุงِููู ุชَุนَุงَูู ุนَุฒَّ َูุฌََّู َูุฅِุฐَุง ุณَุฃَูุงََู ู َْู ุฑَّุจَُّู َูู َْู َูุจَُِّูู َูู َุงุฏَُِْููู َูู َุงِูุจَْูุชَُู َูู َุง ุฅِู َุงู َُู َูู َْู ุฅِุฎَْูุงَُูู َُْููู
ุงَุดَْูุฏُ ุงَْู ูุงَ ุงَِูู ุงูุงَّ ุงููู , َูุงَุดَْูุฏُ ุงََّู ู ُุญَู َّุฏًุง ุฑَّุณُُْูู ุงِููู , ุงَُّูููู َّ ุตَِّู ุนَูู ุณَِّูุฏَِูุง ู ُุญَู َّุฏٍ َูุนَูู ุงَِِูู َูุตَุญْุจِِู َูุณََّูู ْ 2 x
ุงَุดَْูุฏُ ุงَْู ูุงَ ุงَِูู ุงูุงَّ ุงููู , َูุงَุดَْูุฏُ ุงََّู ู ُุญَู َّุฏًุง ุฑَّุณُُْูู ุงِููู , ุงَُّูููู َّ ุตَِّู ุนَูู ุณَِّูุฏِูุง ู ُุญَู َّุฏٍ َูุนَูู ุงِูู َูุตَุญْุจِู َูุณَِّูู ْ
Syahadat tersebut dibaca secara bersama-sama, dengan tujuan membantu mayit mengukuhkan imannya. Hanya dengan jawaban syahadat tersebut, telah cukup untuk menjawab semua pertanyaan tersebut. Karena dengan mengucapkan dua kalimat syahadat diatas menyimpan makna bahwa “tuhan saya Allah, nabi saya Muhammad saw., agama saya islam, qiblat saya ka’bah, pedoman saya Al-qur’an, guru saya Abah Umar, dan teman saya adalah orang-orang yang beriman”.
Dari sinilah sering timbul pertanyaan: Apakah si mayit dapat mendengar ketika ditalqin? Jawabannya yaitu dapat mendengar, sebab pada hakekatnya mayit dalam kubur itu dalam keadaan hidup ruhnya, dia masih dapat berbuat apa saja sebagaimana perbuatan orang yang masih hidup, yakni dapat berkata, dapat mendengar dan sebagainya hanya saja sebagaimana perbuatan si mayit dalam kuburan tidak dapat dinisbatkan dengan ukuran akal orang yang hidup didunia. Penjelasan ini sejalan dengan hadits Bukhari dan muslim, bahwasanya nabi bersabda :
ุงَِّู ุงْูุนَุจْุฏَ ุงِุฐَุง ُูุถِุนَ ِูู َูุจْุฑِِู َูุชَََّููู ุนَُْูู ุงَุตْุญَุงุจُُู ุงََُّูู َูุณْู َุนُ ุฎََْูู َูุฑْุนِ ِูุนَุงِِููู ْ.
“Ketika (mayit) seorang hamba diletakkan dikuburannya dan para pengiring (jenazah) telah berpaling dari kuburannya itu, maka sesungguhnya si mayit tersebut dapat mendengar suara goseran sepatu (sandal) mereka (yang mengiring)."
Berdasarkan bunyi hadits ini, terang sekali bahwa si mayit yang berada didalam kuburan masih dapat berbuat sebagaimana yang masih hidup, yakni mendengar suara goseran alas kaki (sandal, sepatu) mereka yang mengiring jenazah. Demikian pula halnya dalam kaitannya dengan pentalqinan atas si mayit tersebut, kiranya sudah jelas bahwa si mayit dapat mendengarkan bacaan syahadat pentalqin.
Tahlil
Tahlil adalah istilah/sebutan bagi kumpulan bacaan yang dikhususkan untuk dikirimkan pahalanya kepada mayit.
Tahlil merupakan salah satu dari beberapa masalah khilafiyah, maka sebenarnya tidak patut untuk dijadikan pembicaraan ramai (dipertentangkan) dan dipercekcokkan. Demikian pula tidak selayaknya terjadi percekcokan diantara kedua belah pihak yang bersikap menerima dan menolak terhadap sesuatu yang tidak seharusnya terjadi diantara dua saudara Islam, meskipun pihak penolak mempunyai pegangan dan pihak yang lainnya (yakni pihak yang menerima) juga mempunyai pegangan.
Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa : si mayit itu dapat memperoleh manfaat bacaan Al-qur’an sebagaimana ia memperoleh manfaat ibadah harta yaitu shadaqah dan yang sepadannya. Didalam kitab Ar-Ruh ibnul Qayyim juga berpendapat bahwa: Sesuatu yang paling utama dihadiahkan kepada mayit yaitu shadaqah, istigfar, mendoakan dan menghajikannya. Adapun membaca Al-qur’an dan menghadiahkan bacaannya kepada si mayit dengan tujuan karena Allah, tanpa dibayarkan si pembaca (tanpa meminta upah), maka pemberian hadiah ini dapat sampai kepada mayit sebagaimana pahala puasa dan haji (dapat sampai kepadanya). Selanjutnya ditempat lain dalam kitabnya, beliau berkata bahwa yang lebih utama yaitu adanya niat ketika mengerjakan amalan bacaan dimana bacaannya itu diperuntukkan si mayit, tetapi tidak disyaratkan niat tersebut harus dilafalkan.
Asy-Syekh Hasanain Muhammad Makhluf berkata: bahwa para Ulama Hanafiyah telah berpendapat: Sesungguhnya tiap-tiap orang yang beribadah, baik berupa shodaqah atau bacaan Al-qur’an atau selain daripada itu yang berupa segala macam kebaikan, maka baginya boleh memberikan pahala ibadah tersebut kepada orang lain dan ini akan dapat sampai kepadanya.
Di dalam kitab Fat-hul Qadir ada suatu riwayat yang diceritakan dari Shahabat Ali Karamallahu Wajhah dari Nabi Saw, beliau bersabda :
ุฑَُِูู ุนَْู ุนٍَِّูู ุนَِู ุงَّููุจِِّู ุตََّูู ุง๏ทฒُ ุนََِْููู َูุณََّูู َ ุฃََُّูู َูุงَู: "ู َْู ู َุฑَّ ุนََูู ุงْูู ََูุงุจِุฑِ ََููุฑَุฃَ (ُْูู َُูู ุง๏ทฒُ ุงَุญَุฏٌ) ุงِุญْุฏَู ุนَุดْุฑَุฉَ ุซُู َّ ََููุจَ ุฃَุฌْุฑََูุง ِููุฃَู َْูุงุชِ ุฃُุนْุทَِู ู َِู ุงْูุฃَุฌْุฑِ ุจِุนَูุฏَุฏِ ุงْูุฃَู َْูุงุชِ".
“Barang siapa yang melewati diatas kuburan-kuburan dan membaca: ”Qul Huwallahu Ahad” sebanyak sebelas kali, kemudian memberikan pahalanya kepada segenap orang yang mati, maka dia akan diberi pahala sebanyak jumlah orang-orang yang mati itu.”
Hadis Nabi ini menunjukkan, bahwa pahala bacaan Al-qur’an pada hakekatnya dapat sampai kepada si mayit ketika bacaan itu dihadiahkan kepadanya. Demikian pula orang yang membaca surat Al-Ikhlas sebelas kali yang pahalanya diberikan kepada segenap orang Islam yang sudah mati, maka orang tersebut. diberi pahala sebanyak hitungan orang yang sudah mati itu.
Dalam hadis lain diceritakan dari Shahabat Anas, bahwa Nabi Saw pernah ditanya :
ุนَْู ุฃََูุณٍ ุฃََّู ุงَّููุจَِّู ุต ู ุณُุฆَِู ََููุงَู ุงูุณَّุงุฆُِู َูุงุฑَุณَُْูู ุง๏ทฒِ ุฅَِّูุง َูุชَุตَุฏَُّู ุนَْู ู َْูุชَุงَูุง ََููุญُุฌُّ ุนَُْููู ْ ََููุฏْุนَُู َُููู ْ َْูู َูุตُِู ุฐَِูู ุฅَِِْูููู ْ؟ َูุงَู: َูุนَู ْ, ุฅَُِّูู ََููุตُِู ุฅَِِْูููู ْ َูุฃََُّููู ْ ََْูููุฑَุญَُْูู ุจِู َูู َุง َْููุฑَุญُ ุฃَุญَุฏُُูู ْ ุจِุงูุทَّุจِْู ุฅِุฐَุง ุฃُْูุฏَِู ุงَِِْููู. ุง๏ปซ
“Wahai Rasul, Bahwasanya aku pernah bersedekah untuk orang-orangku yang sudah mati, menghajikan mereka dan mendoakannya. Apakah semuanya itu dapat sampai kepada mereka?
Nabi menjawab: “YA”, bahwa semuanya bisa sampai kepada mereka dan mereka sendiri menjadi gembira, sebagaimana kegembiraan seseorang diantara kalian dengan hidangan makan ketika dihadiahkan kepadanya."
Kalau sekiranya hadis ini dipahami, sebenarnya banyak pengertian yang dapat diambil,bahwa :
1. Amalan orang yang masih hidup yang disampaikan kepada mayit adalah dapat sampai dan si mayit sendiri merasakan manfaatnya.
2. Pewakilan amalan suatu perbuatan baik yang dikerjakan oleh orang yang masih hidup, sedangkan yang mewakilkan yaitu si mayit lewat harta yang ditinggalkan misalnya adalah dibenarkan oleh beliau (Nabi), bahkan sampai pahalanyapun dinyatakan oleh Nabi dapat sampai kepada si mayit.
3. Pernyataan Nabi yang berupa pembenaran terhadap amalan tersebut sebagaimana diceritakan dalam hadits di atas adalah suatu tuntutan nyata dari beliau yang selayaknya diikuti.
Terdapat suatu keterangan yang tersebut dalam kitab Majmu karangan Imam An-Nawawi, bahwa pada suatu ketika Qadli Abu Ath Thayyib ditanya tentang persoalan menghatamkan Al-qur’an di kuburan, beliau menjawab: pahala bacaan itu bagi pembaca, sedangkan si mayit seperti halnya orang-orang yang hadir, dia (mayit) mengharapkan rahmat dan berkah. Dengan demikian menurut pengertian yang dapat diambil dari jawaban Qadli Abu Ath-Thayyib, jelas disunnahkan hukumnya membaca Al-qur’an diatas kuburan.
Demikian pula telah disebutkan dalam kitab Majmu Tsalatsu Rasail yang ditulis Al-Allamah Muhammad Al-Arabi, bahwasanya membaca Al-qur’an atas orang-orang yang sudah mati hukumnya boleh (jaiz). Menurut pendapat sebagian Ulama Fiqh Islam Ahlussunnah Wal Jamaah, bahwa pahala bacaan itu dapat sampai kepada mereka (ahli-ahli kubur), meskipun dalam kenyataannya dikerjakan dengan memakai upah (ujrah).
Solat Hadiyah
Sholat Hadiyah adalah solat sunnah dua rokaat yang pahalanya diperuntukkan untuk orang yang meninggal, namun waktunya adalah pada malam pertama jenazah dikuburkan. Dengan tujuan memberikan cahaya dan banyak kenikmatan kepada jenazah dimalam pertamanya dialam kubur. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits sebagai berikut:
ุฑَُِูู ุนَِู ุงููุจู ุต ู ุฃََُّูู َูุงَู ูุงََูุฃْุชِู ุนََูู ุงْูู َِّูุชِ ุฃَุดَุฏُّ ู َِู ุงََّْููููุฉِ ุงْูุฃَُْููู َูุงุฑْุญَู ُْูุง ุจِุงูุตَّุฏََูุฉِ ู َْู َูู ُْูุชُ َูู َْู َูู ْ َูุฌِุฏْ َُْูููุตَِّู ุฑَْูุนَุชَِْูู
"Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda; tidak datang atas mayit persoalan yang lebih berat dari malam pertama, maka sayangilah orang-orang yang telah meninggal dengan shadaqah, apabila tidak bisa bershadaqah maka kerjakanlah shalat dua rakaat (shalat hadiyah)."
Shalat hadiyah tersebut dikerjakan dengan dua rakat, yang pada setiap rakaatnya membaca Al-Fatihah, Ayat Kursi, At-Takatsur, dan Al-Ikhlas 11 kali. Dan setelah salam membaca:
ุงََُّูููู َّ ุฅِِّูู ุตََّْููุชُ َูุฐِِู ุงูุตَّูุงَุฉَ َูุชَุนَْูู ُ ู َุง ุฃُุฑِْูุฏُ ุงََُّูููู َّ ุงุจْุนَุซْ ุซََูุงุจََูุง ุฅَِูู َูุจْุฑِ ُููุงَู ุจู ُููุงَู
Dan manfaat dari shalat hadiyah tersebut adalah bahwa Allah akan mengutus 1000 malaikat yang membawa nur kedalam kubur si fulan, dan memberikannya kegembiraan.
Ziarah kubur
Ziarah kubur menurut beberapa madzhab kaum muslimin seluruhnya membolehkan, bahkan mereka juga menjelaskan tentang tatacara dalam berziarah kubur. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari ‘Aisyah dijelaskan bahwa Rasulullah pernah melakukan ziarah kubur
ุนَْู ุนَุงุฆِุดَุฉَ ุฑَุถَِู ุงููู ุนََْููุง ุฃََُّูู ุต ู ุฃَุฎْุจَุฑََูุง ุฃََّู ุฌِุจْุฑَِْูู ุฌَุงุกَُู ََููุงَู َُูู: "ุฅَِّู ุฑَุจََّู َูุฃْู ُุฑَُู ุฃَْู ุชَุฃْุชَِู ุฃََْูู ุงْูุจَِْููุนِ َูุชَุณْุชَุบِْูุฑَ َُููู ْ" َูุฃََُّูู ุต ู ุฌَุงุกَ ุงْูุจَِْููุนَ ََููุงَู َูุฃَุทَุงَู ุงَِْูููุงู َ ุซُู َّ ุฑََูุนَ َูุฏَِْูู ุซَูุงَุซَ ู َุฑَّุงุชٍ. َูุฃَََّููุง ุฑَุถَِู ุงُููู ุนََْููุง َูุงَูุชْ َُูู ََْููู ุฃَُُْููู َُููู ْ ؟ ََููุงَู: ُِْْูููู ุงَูุณَّูุงَู ُ ุนََُْูููู ْ ุฃََْูู ุงูุฏَِّูุงุฑِ ู َِู ุงْูู ُุคْู َِِْููู َูุงْูู ُุณِْูู َِْูู ََููุฑْุญَู ُ ุงُููู ุงْูู ُุณْุชَْูุฏِู َِْูู ู ُِْููู ْ َูุงْูู ُุณْุชَุฃْุฎِุฑَِْูู َูุฅَِّูุง ุฅِْู ุดَุงุกَ ุงُููู ุจُِูู ْ ูุงَุญَُِْููู.
“Sesungguhnya Rasulullah telah memberitahu kepada Aisyah, bahwa Malaikat Jibril telah mendatanginya kemudian berkata Jibril kepadanya : Sesungguhnya Tuhanmu memerintah kamu untuk mendatangi (menziarahi) ahli baqi, maka kamu mintakan ampun mereka, dan Rasulullah sendiri telah datang ke Baqi serta berkata dan berdiri lama sekali, kemudian mengangkat kedua tangannya sampai tiga kali.”
Selanjutnya Aisyah bertanya kepada Rasululah : “Bagaimana caranya aku membaca (untuk ahli Baqi)? Kemudian beliau menjawab : bacalah “Kesejahteraan buat kalian wahai penghuni kubur, orang mukmin dan muslim, semoga Allah menyayangi kalian, baik yang terdahulu maupun yang terbelakang, dan jika Allah menghendaki pasti aku akan menyusulmu."
Diceritakan oleh Aisyah pula bahwasanya berziarah kubur Baqi adalah suatu kebiasaan Nabi, sebagaimana keterangan dalam lafadl Hadits di bawah ini :
َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงِููู ุต ู َُّููู َุง َูุงَูุชْ ََْูููุชَُูุง ู ِْู ุฑَุณُُْูู ุงِููู ุต ู َูุฎْุฑُุฌُ ุขุฎِุฑَ ุงَِّْูููู ุฅَِูู ุงْูุจَِْููุนِ ََُُْููููู ุงَูุณَّูุงَู ُ ุนََُْูููู ْ ุฏَุงุฑَ َْููู ِ ู ُุคْู َِِْููู َูุขุชَุงُูู ْ ู َุง ุชُْูุนَุฏَُْูู ุบَุฏًุง ู ُุคَุฌََُّْููู َูุฅَِّูุง ุฅِْู ุดَุงุกَ ุงُููู ุจُِูู ْ ูุงَุญَُِْููู, ุงَُّูููู َّ ุงุบِْูุฑْ ูุฃَِْูู ุจَِْููุนِ ุงْูุบَุฑَْูุฏِ.
“Sewaktu-waktu Rasulullah diwaktu malam giliran siti A'isyah. Beliau keluar di akhir malam menuju Baqi maka membacalah:
“Keselamatan bagi kamu sekalian di desa kaum yang sama beriman, dan telah datang kepadamu segala sesuatu yang sudah dijanjikan esok kalian semuanya ditangguhkan serta Insya Allah kita semuanya pasti bertemu dengan kamu. Wahai Allah semoga engkau mengampuni kepada ahli Baqi' Gharkad."
Pada masa permulaan Islam, ziarah kubur itu dilarang oleh Rasulullah, karena kondisi manusia pada masa itu sangat dekat masanya dengan zaman jahiliyah, akan tetapi (setelah agama Islam mendalam dan keimanan mengakar dalam hati pemeluknya) larangan tersebut dirubah dengan bentuk ucapan Rasululah dan perbuatan beliau. Perubahan yang melalui bentuk perbuatannya maka telah tersebut diatas. Sedangkan yang berbentuk ucapan adalah sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim :
ُْููุชُ ََْูููุชُُูู ْ ุนَْู ุฒَِูุงุฑَุฉِ ุงُْููุจُْูุฑِ َูุฒُْูุฑَُْููุง , ََููุฏْ ุงُุฐَِู ِูู ُุญَู َّุฏٍ ِูู ุฒَِูุงุฑَุฉِ َูุจْุฑِ ุงُู ِِّู, َูุฒُْูุฑَُْููุง َูุฅََِّููุง ุชُุฐَِّูุฑُُูู ُ ุงูุขุฎِุฑَุฉَ
“Aku pernah melarang kamu sekalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kamu ke kubur, sesungguhnya telah diijinkan bagi Muhammad Saw, untuk menziarahi kubur ibunya, maka berziarahlah kamu semua ke kubur, karena ziarah itu dapat mengingatkan kalian kepada akhirat."
Selanjutnya timbul permasalahan di kalangan para Ulama tentang status hukum berziarah kubur yang dilakukan oleh kaum wanita. Segolongan orang dari kalangan ahli ilmu berpendapat, bahwa orang perempuan berziarah kubur hukumnya makruh Tahrim atau makruh Tanzih, karena adanya Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibn Majah dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :
ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉ ุฃََّู ุฑَุณَُْูู ุงููู ุต ู . َูุนََู ุฒََّูุฑَุงุชِ ุงُْููุจُْูุฑِ (ุฑูุงู ุฃุญู ุฏ ูุงุจู ุญุจุงู ูุงูุชุฑู ุฐู)
“Sesungguhnya Rasululah melaknati orang-orang perempuan yang berziarah kubur."
Berdasarkan bunyi Hadits ini, mereka memberikan keputusan Hukum orang perempuan berziarah kubur, sebagaiman tersebut diatas. Tapi sebagian besar kalangan para Ulama berpendapat, bahwa bagi orang perempuan berziarah kubur itu hukumnya jawaz (boleh), asal memang terasa aman (sepi) dari fitnah. Mereka mendasarkan pendapatnya dengan beberapa dalil (hadits) sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah berkata :
ุนู ุนุงุฆุดุฉ ูุงูุช ََْููู ุฃَُُْููู َูุง ุฑَุณَُْูู ุงِููู ุฅِุฐَุง ุฒُุฑْุชُ ุงُْููุจُْูุฑَ؟ َูุงَู: ُِْْูููู "ุงَูุณَّูุงَู ُ ุนََُْูููู ْ ุฃََْูู ุงูุฏَِّูุงุฑِ ุงْูู ُุคْู َِِْููู (ุฑูุงู ู ุณูู )
“Dari ‘Aisyah, beliau bertanya pada nabi: Bagaimana caranya aku membaca Hai Rasululah!, jika aku berziarah kubur?. Jawab Nabi : berucaplah (bacalah) : “Assalamu alaikum Ahlad Diyaril Mu’minin”
(Mudah-mudahan keselamatan diberikan kepada kamu sekalian hai … ahli kubur orang-orang mu’min).” A'isyah adalah sahabat perempuan
Label:
Artikel Islami,
Aswaja,
Majelis AsySyahadatain
12:11 PM
Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah[1]
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan frase (gabungan kata) yang terdiri dari tiga kata utama, yaitu ahlu, sunnah, dan jamaah. Kata ahlu mempunyai beberapa arti diantaranya adalah keluarga, pemilik, penduduk, pengikut, dll. Dalam hal ini, makna kata “ahlu” yang paling tepat untuk istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah pengikut. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berarti pengikut Sunnah dan pengikut Jama’ah.
a. Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah secara bahasa berarti pengikut As-sunnah. Kata As-sunnah menurut pengertian bahasa berarti sirah, perjalanan hidup, dan thariqoh. Adapun menurut istilah, para ulama tauhid mendefinisikan As-sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh rasululllah dan para sahabatnya, yaitu jalan yang selamat dari fitnah syubhat dan syahwat.
Dari definisi ulama ahli hadits, ushul fiqih, dan tauhid dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah Sunnah adalah jalan hidup rasulullah saw serta petunjuk yang beliau ajarkan kepada ummatnya, baik berupa perbuatan, perkataan, maupun taqrir/ persetujuannya. Barangsiapa mengikutinya, maka ia terpuji, dan barangsiapa menyelisihinya maka ia tercela.
b. Ahlul Jama’ah
Ahlul Jama’ah berarti pengikut jama’ah. Secara bahasa, Jama’ah berarti sebuah kelompok, perkumpulan, kesepakatan, dan persatuan. Artinya umat islam diperintahkan untuk berjamaah dan melarang mereka dari perpecahan.
Jama’ah disini berarti bersepakat dalam mengikuti satu akidah, satu ilmu, dan satu manhaj (metode), yaitu Al-Quran dan As-sunnah, artinya memahami dan mengamalkannya sebagaimana pemahaman dan pengamalan para sahabat rasulullah saw. serta para Salafus Shalih.
Ahlul Jama’ah berarti mengikuti kebenaran meski kebenaran itu diikuti oleh seorang saja, dan meninggalkan kebatilan meski kebatilan itu diikuti oleh mayoritas umat. Dan ukuran kebenarannya adalah Al-quran dan Hadits.
Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Dari penjelasan diatas, menjadi jelaslah bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah ummat islam yang berpegang teguh dengan Al-quran dan As-sunnah, memahami dan mengamalkannya sebagaimana yang diperintahkan Allah dan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Amalan sunnah merupakan penopang dari kesempurnaan amalan fardhu, sebab seorang muslim telah menyaksikan bahwa Nabi Muhamad saw. adalah rasulullah, sehingga harus mengikuti apapun yang diajarkan Rasul, baik itu fardhu maupun sunnah, artinya tidak memilih-milih amalan hanya fardhu saja. Dalam Al-qur’an surat Al Hasyr ayat 7, Allah berfirman bahwa seorang muslim haruslah menerima dan mengamalkan ajaran yang disampaikan Rasulullah saw.
َูู َุง ุขุชَุงُูู ُ ุงูุฑَّุณُُูู َูุฎُุฐُُْูู َูู َุง ََููุงُูู ْ ุนَُْูู َูุงْูุชَُْููุง
ุงِْูุชِุธَุงู ُ ุงูุฏِِّْูู َูุชَََُّููู ุนََูู ุงِุชِّุจَุงุนِ ุณَُِูู ุงَّููุจِู ุต ู
“Besarnya/teraturnya agama tergantung pada ketaatan mengikuti sunnah-sunnah Nabi saw.”[2]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun sering disebut Ahlul Haq, As Salafus Shalih, As Sawadul A’dzom, dan Jumhurul Ummah Al-Islamiyah. Penyebutan ini didasarkan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menggunakan i’tiqad dan pengamalan ibadahnya mengikuti cara Rasulullah saw.
Penyebutan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini didasarkan pada Hadits sebagai berikut;
َูุงَّูุฐِู َْููุณُ ู ُุญَู َّุฏٍ ุจَِูุฏِِู َูุชَْูุชَุฑُِู ุงُู َّุชِู ุนََูู ุซَูุงَุซٍ َูุณَุจْุนَِْูู ِูุฑَْูุฉً ََููุงุญِุฏَุฉٌ ِูู ุงْูุฌََّูุฉِ َูุซِْูุชَุงِู َูุณَุจْุนَُْูู ِูู ุงَّููุงุฑِ. َِْููู ู َْู ُูู ْ َูุงุฑَุณَُْูู ุงููู؟ َูุงَู: ุฃَُْูู ุงูุณَُّّูุฉِ َูุงْูุฌَู َุงุนَุฉِ (ุฑูุงู ุงูุทุจุฑุงูู)
BUKU ASWAJA BAB 1; AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah[1]
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan frase (gabungan kata) yang terdiri dari tiga kata utama, yaitu ahlu, sunnah, dan jamaah. Kata ahlu mempunyai beberapa arti diantaranya adalah keluarga, pemilik, penduduk, pengikut, dll. Dalam hal ini, makna kata “ahlu” yang paling tepat untuk istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah pengikut. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berarti pengikut Sunnah dan pengikut Jama’ah.
a. Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah secara bahasa berarti pengikut As-sunnah. Kata As-sunnah menurut pengertian bahasa berarti sirah, perjalanan hidup, dan thariqoh. Adapun menurut istilah, para ulama tauhid mendefinisikan As-sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh rasululllah dan para sahabatnya, yaitu jalan yang selamat dari fitnah syubhat dan syahwat.
Dari definisi ulama ahli hadits, ushul fiqih, dan tauhid dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah Sunnah adalah jalan hidup rasulullah saw serta petunjuk yang beliau ajarkan kepada ummatnya, baik berupa perbuatan, perkataan, maupun taqrir/ persetujuannya. Barangsiapa mengikutinya, maka ia terpuji, dan barangsiapa menyelisihinya maka ia tercela.
b. Ahlul Jama’ah
Ahlul Jama’ah berarti pengikut jama’ah. Secara bahasa, Jama’ah berarti sebuah kelompok, perkumpulan, kesepakatan, dan persatuan. Artinya umat islam diperintahkan untuk berjamaah dan melarang mereka dari perpecahan.
Jama’ah disini berarti bersepakat dalam mengikuti satu akidah, satu ilmu, dan satu manhaj (metode), yaitu Al-Quran dan As-sunnah, artinya memahami dan mengamalkannya sebagaimana pemahaman dan pengamalan para sahabat rasulullah saw. serta para Salafus Shalih.
Ahlul Jama’ah berarti mengikuti kebenaran meski kebenaran itu diikuti oleh seorang saja, dan meninggalkan kebatilan meski kebatilan itu diikuti oleh mayoritas umat. Dan ukuran kebenarannya adalah Al-quran dan Hadits.
Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Dari penjelasan diatas, menjadi jelaslah bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah ummat islam yang berpegang teguh dengan Al-quran dan As-sunnah, memahami dan mengamalkannya sebagaimana yang diperintahkan Allah dan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Amalan sunnah merupakan penopang dari kesempurnaan amalan fardhu, sebab seorang muslim telah menyaksikan bahwa Nabi Muhamad saw. adalah rasulullah, sehingga harus mengikuti apapun yang diajarkan Rasul, baik itu fardhu maupun sunnah, artinya tidak memilih-milih amalan hanya fardhu saja. Dalam Al-qur’an surat Al Hasyr ayat 7, Allah berfirman bahwa seorang muslim haruslah menerima dan mengamalkan ajaran yang disampaikan Rasulullah saw.
َูู َุง ุขุชَุงُูู ُ ุงูุฑَّุณُُูู َูุฎُุฐُُْูู َูู َุง ََููุงُูู ْ ุนَُْูู َูุงْูุชَُْููุง
“Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka terimalah!, dan apa
yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah” (Qs. Al Hasyr 59:7).
Dijelaskan pula bahwa tertata rapihnya agama seseorang tergantung pada ketaatannya dalam menjalankan sunnah-sunnah Rasul.
Dijelaskan pula bahwa tertata rapihnya agama seseorang tergantung pada ketaatannya dalam menjalankan sunnah-sunnah Rasul.
ุงِْูุชِุธَุงู ُ ุงูุฏِِّْูู َูุชَََُّููู ุนََูู ุงِุชِّุจَุงุนِ ุณَُِูู ุงَّููุจِู ุต ู
“Besarnya/teraturnya agama tergantung pada ketaatan mengikuti sunnah-sunnah Nabi saw.”[2]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun sering disebut Ahlul Haq, As Salafus Shalih, As Sawadul A’dzom, dan Jumhurul Ummah Al-Islamiyah. Penyebutan ini didasarkan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menggunakan i’tiqad dan pengamalan ibadahnya mengikuti cara Rasulullah saw.
Penyebutan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini didasarkan pada Hadits sebagai berikut;
َูุงَّูุฐِู َْููุณُ ู ُุญَู َّุฏٍ ุจَِูุฏِِู َูุชَْูุชَุฑُِู ุงُู َّุชِู ุนََูู ุซَูุงَุซٍ َูุณَุจْุนَِْูู ِูุฑَْูุฉً ََููุงุญِุฏَุฉٌ ِูู ุงْูุฌََّูุฉِ َูุซِْูุชَุงِู َูุณَุจْุนَُْูู ِูู ุงَّููุงุฑِ. َِْููู ู َْู ُูู ْ َูุงุฑَุณَُْูู ุงููู؟ َูุงَู: ุฃَُْูู ุงูุณَُّّูุฉِ َูุงْูุฌَู َุงุนَุฉِ (ุฑูุงู ุงูุทุจุฑุงูู)
“Demi tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, ummatku akan berkelompok
menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu akan masuk surga, dan yang
tujuh puluh dua akan masuk neraka. Maka ditanyakan: Siapakah yang tidak
masuk neraka tersebut wahai Rasulullah?. Beliau menjelaskan: Ahlus
Sunnah wal Jama’ah (golongan yang mengamalkan sunnah dan mengikuti
jamaah shahabat).”[3]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam perkara yang Rasulullah berada diatasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sebenarnya adalah para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai akhir zaman (hari kiamat).
Sekilas Pemahaman Ahlus Sunnah Asy’ariyah Al Maturidiyah.
Ungkapan Ahlus Sunnah sering juga disebut dengan “Sunni”, hal ini dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus
Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi’ah, yaitu Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Sedangkan Sunni dalam pengertian khusus adalah lawan dari Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah bukanlah Syi’ah dan bukan pula Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah disini merupakan kelompok orang-orang yang memiliki faham dan konsep yang berlawanan dengan Syi’ah dan Mu’tazilah. Kelompok ini dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidy pada tahun 300 H.
Berikut ini dipaparkan sedikit pembahasan yang diperdebatkan oleh para aliran kalam, termasuk didalamnya pandangan Ahlussunnah Asy'ariyah.
Tabel Perbandingan Antar Aliran Kalam
Dalam Bahasan; Pelaku Dosa Besar
(Siapa yang kafir/ keluar dari islam/ murtad, dan siapa yang masih islam)
Khawarij
Murjiah
Mu’tazilah
Asy’ariyah
Syi’ah Zaidiyah
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir millah dan selamanya disiksa dalam neraka bersama orang kafir lainnya
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidak kafir dan tidak selamanya disiksa dineraka
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah mukmin dan tidak pula kafir, melainkan manzilah bainal manzilatain, mereka akan disiksa selamanya dalam neraka namun siksanya akan lebih ringan dibandingkan dengan orang kafir
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah kafir. Adapun diakhirat kelak adalah kehendak Allah, mengampuni dan tidaknya. Namun apabila disiksapun tidaklah kekal dineraka.
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir dan kekal dineraka. Apabila mereka telah bertobat dengan sungguh-sungguh maka allahpun akan membebaskan nya dari neraka
Interpretasi (Penafsiran/pemaknaan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam peribadatan kepada Allah swt.
Perbedaan dalam memahami tatalaksana ibadah (ubudiyah) sudah terjadi sangat lama. Pada awalnya perbedaan pendapat antar ummat islam muncul sepeninggal Rasulullah saw. terutama tentang siapa yang paling layak menggantikan beliau. Perbedaan itu terus berlanjut kemasalah hukum, khususnya hukum syari’at/fikih.
Diakhir zaman ini, banyak golongan yang mengklaim hanya dirinyalah yang termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan beberapa argumentasi dan praktek peribadatannya yang mengaku sesuai dengan sunnah Rasul saw.
Berdasarkan pada pengertian awal, bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang semua tatalaksana peribadatannya sesuai dengan sunnah Nabi saw., maka jadi jelaslah bahwa tatalaksana ibadah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. beserta para sahabat dan tabi’innya.
Dalam pengertian disini, sunnah bukanlah hanya yang terucap atau tertulis saja, namun segala sesuatu yang berkaitan dengan segi hidup dan kehidupan Nabi Muhammad saw. baik itu berupa tatalaksana ibadahnya maupun dalam tatacara kehidupannya, karena Nabi Muhammad saw. adalah teladan dan sebagai realisasi dari Al-quran.
Dengan demikian, ummat islam membutuhkan teladan seorang rasul dalam tatalaksana kehidupannya khususnya tatacara ibadahnya, namun yang tersisa dari semuanya adalah Al-quran dan Sunnah sebagai pegangan utama ummat dalam tujuan hidupnya.
Sunnah/sirah Nabi merupakan penafsiran dari Al-quran, sehingga untuk dapat melaksanakan Al-quran haruslah menteladani Rasul dengan cara mempelajari dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasul saw. yang saat ini lebih dikenal dengan istilah Hadits. Sehingga untuk dapat dikatakan sebagai muslim yang mengikuti Rasulnya (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) maka dalam tatacara ibadahnya melalui pembelajaran terhadap Hadits-Hadits Nabi saw., baik itu berupa Hadits Shohih maupun Hadits Dho’if, karena terdapat banyak dalil yang menyatakan bahwa Hadits Dho’if dapat digunakan selama dalam hal Fadho’ilul A’mal (keutamaan-keutamaan amal ibadah). Seperti yang disampaikan oleh Imam Nawawi sebagai berikut;
(ูุตู) َูุงَู ุงูุนَُูู َุงุกُ ู َِู ุงْูู ُุญَุฏِّุซَِْูู َูุงََُْููููุงุกِ َูุบَْูุฑِِูู ْ : َูุฌُْูุฒُ َُููุณْุชَุญَุจُّ ุงْูุนَู َُู ِูู ุงَْููุถَุงุฆِِู َูุงูุชَّุฑْุบِْูุจِ َูุงูุชَّุฑِْْููุจِ ุจِุงْูุญَุฏِْูุซِ ุงูุถَّุนِِْูู ู َุงَูู ْ َُْููู ู َْูุถُْูุนًุง . َูุงَู َّุง ุงْูุงَุญَْูุงู ُ َูุงْูุญَูุงَِู َูุงْูุญَุฑَุงู ِ َูุงْูุจَْูุนِ َูุงَِّูููุงุญِ َูุงูุทَّูุงَِู َูุบَْูุฑِ ุฐَِูู َููุงَ ُูุนْู َُู َِْูููุง ุงِูุงَّ ุจِุงْูุญَุฏِْูุซِ ุงูุตَّุญِْูุญِ ุงَِู ุงْูุญَุณَِู
“(Fasal) Para ulama ahli hadits dan ahli fiqih dan lainnya mengatakan: Boleh bahkan disunnahkan mengamalkan hadits yang mengenai tentang keutamaan amal, pemberi kegembiraan, ancaman, dengan menggunakan hadits Dho’if, asalkan bukan hadits Maudlu’ (hadits yang dibuat-buat/ palsu). Dan adapun mengenai hukum halal, haram, jual beli, nikah, talak, dan lainnya, maka tidak boleh menggunakan hadits dlo’if, tapi harus dengan hadits shoheh atau paling tidak hadits hasan."[4]
Begitupun yang disampaikan oleh Sayyid Najili dalam kitabnya;
ุงَِّู ุงْูุญَุฏِْูุซِ ุงูุถَّุนِِْูู ُูุนْู َُู ุจِِู َูุถَุงุฆُِู ุงْูุงَุนْู َุงِู
“Sesungguhnya hadits Dho’if itu boleh diamalkan dalam Fadho’ilul Amal.”[5]
Implementasi (Penerapan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tuntunan Syekhuna (Asy-syahadatain)
Asy-syahadatain adalah sebuah kelompok muslim yang menapaki jalan yang diridhoi oleh Allah dengan realisasi ibadahnya berdasarkan tuntunan-tuntunan Rasulullah saw. dengan dibimbing oleh Syekhuna Al-Mukarrom Al-Habib Umar bin Isma’il bin Yahya.
Tuntunan Syekhuna merupakan pengamalan yang berlandaskan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu menjalankan perintah Allah dengan menteladani Rasulullah saw. Artinya Asy-syahadatain menjalankan perintah wajib dan amalan sunnah sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. serta mengikuti para Salafus Shalih.
Dengan demikian, konsep dan realisasi ibadahnya sesuai dengan konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menjadikan Rasul dan para Salafus Shalih sebagai teladan, khususnya dalam peribadatan kepada Allah swt.
Pengenalan Asy-syahadatain sebagai organisasi
Nama Asy-syahadatain merupakan penisbatan dari pengamalan pada tuntunan ِِAl-Habib Abah Umar yang selalu membaca dua kalimat syahadat (syahadatain). Namun pada dasarnya, Asy-syahadatain bukanlah sebuah organisasi islam, ataupun ormas, tetapi merupakan sebuah tuntunan ubudiyah dalam menapaki jalan yang diridhai Allah, bahkan lebih dekat dikatakan sebagai Thariqat.
Pengorganisasian Asy-syahadatain disebabkan karena adanya penekanan dari pemerintah. Menurut aturan pemerintah yang berlaku disaat itu bahwa setiap ada perkumpulan dengan banyak orang tanpa adanya organisasi yang jelas maka dapat dikategorikan sebagai pemberontak, dan atau berpotensi sebagai ancaman terhadap ketahanan nasional. Oleh sebab itu, Asy-syahadatain dibentuk menjadi sebuah organisasi, namun pada hakekatnya tetaplah bukan sebagai organisasi tetapi sebagai tuntunan ibadah.
[1] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, "Buku Pintar Aqidah", hal. 76, Roemah Buku, Sukoharjo.
[2] Hujjatullah Al-Balighoh juz 1 hal 17 (dikutip dari kitab Miftahussa'adah karya Kiyai Khazim)
[3]
[4] Imam Nawawi, "Al-Adzkar Al-Nawawi", hal. 5, Maktabah Toha putra, Semarang.
[5] Sayyid An-Najili, "Khazinah Al-Asrar", hal. 188, Al-Haramain, Indonesia.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam perkara yang Rasulullah berada diatasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sebenarnya adalah para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai akhir zaman (hari kiamat).
Sekilas Pemahaman Ahlus Sunnah Asy’ariyah Al Maturidiyah.
Ungkapan Ahlus Sunnah sering juga disebut dengan “Sunni”, hal ini dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus
Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi’ah, yaitu Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Sedangkan Sunni dalam pengertian khusus adalah lawan dari Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah bukanlah Syi’ah dan bukan pula Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah disini merupakan kelompok orang-orang yang memiliki faham dan konsep yang berlawanan dengan Syi’ah dan Mu’tazilah. Kelompok ini dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidy pada tahun 300 H.
Berikut ini dipaparkan sedikit pembahasan yang diperdebatkan oleh para aliran kalam, termasuk didalamnya pandangan Ahlussunnah Asy'ariyah.
Tabel Perbandingan Antar Aliran Kalam
Dalam Bahasan; Pelaku Dosa Besar
(Siapa yang kafir/ keluar dari islam/ murtad, dan siapa yang masih islam)
Khawarij
Murjiah
Mu’tazilah
Asy’ariyah
Syi’ah Zaidiyah
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir millah dan selamanya disiksa dalam neraka bersama orang kafir lainnya
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidak kafir dan tidak selamanya disiksa dineraka
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah mukmin dan tidak pula kafir, melainkan manzilah bainal manzilatain, mereka akan disiksa selamanya dalam neraka namun siksanya akan lebih ringan dibandingkan dengan orang kafir
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah kafir. Adapun diakhirat kelak adalah kehendak Allah, mengampuni dan tidaknya. Namun apabila disiksapun tidaklah kekal dineraka.
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir dan kekal dineraka. Apabila mereka telah bertobat dengan sungguh-sungguh maka allahpun akan membebaskan nya dari neraka
Interpretasi (Penafsiran/pemaknaan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam peribadatan kepada Allah swt.
Perbedaan dalam memahami tatalaksana ibadah (ubudiyah) sudah terjadi sangat lama. Pada awalnya perbedaan pendapat antar ummat islam muncul sepeninggal Rasulullah saw. terutama tentang siapa yang paling layak menggantikan beliau. Perbedaan itu terus berlanjut kemasalah hukum, khususnya hukum syari’at/fikih.
Diakhir zaman ini, banyak golongan yang mengklaim hanya dirinyalah yang termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan beberapa argumentasi dan praktek peribadatannya yang mengaku sesuai dengan sunnah Rasul saw.
Berdasarkan pada pengertian awal, bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang semua tatalaksana peribadatannya sesuai dengan sunnah Nabi saw., maka jadi jelaslah bahwa tatalaksana ibadah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. beserta para sahabat dan tabi’innya.
Dalam pengertian disini, sunnah bukanlah hanya yang terucap atau tertulis saja, namun segala sesuatu yang berkaitan dengan segi hidup dan kehidupan Nabi Muhammad saw. baik itu berupa tatalaksana ibadahnya maupun dalam tatacara kehidupannya, karena Nabi Muhammad saw. adalah teladan dan sebagai realisasi dari Al-quran.
Dengan demikian, ummat islam membutuhkan teladan seorang rasul dalam tatalaksana kehidupannya khususnya tatacara ibadahnya, namun yang tersisa dari semuanya adalah Al-quran dan Sunnah sebagai pegangan utama ummat dalam tujuan hidupnya.
Sunnah/sirah Nabi merupakan penafsiran dari Al-quran, sehingga untuk dapat melaksanakan Al-quran haruslah menteladani Rasul dengan cara mempelajari dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasul saw. yang saat ini lebih dikenal dengan istilah Hadits. Sehingga untuk dapat dikatakan sebagai muslim yang mengikuti Rasulnya (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) maka dalam tatacara ibadahnya melalui pembelajaran terhadap Hadits-Hadits Nabi saw., baik itu berupa Hadits Shohih maupun Hadits Dho’if, karena terdapat banyak dalil yang menyatakan bahwa Hadits Dho’if dapat digunakan selama dalam hal Fadho’ilul A’mal (keutamaan-keutamaan amal ibadah). Seperti yang disampaikan oleh Imam Nawawi sebagai berikut;
(ูุตู) َูุงَู ุงูุนَُูู َุงุกُ ู َِู ุงْูู ُุญَุฏِّุซَِْูู َูุงََُْููููุงุกِ َูุบَْูุฑِِูู ْ : َูุฌُْูุฒُ َُููุณْุชَุญَุจُّ ุงْูุนَู َُู ِูู ุงَْููุถَุงุฆِِู َูุงูุชَّุฑْุบِْูุจِ َูุงูุชَّุฑِْْููุจِ ุจِุงْูุญَุฏِْูุซِ ุงูุถَّุนِِْูู ู َุงَูู ْ َُْููู ู َْูุถُْูุนًุง . َูุงَู َّุง ุงْูุงَุญَْูุงู ُ َูุงْูุญَูุงَِู َูุงْูุญَุฑَุงู ِ َูุงْูุจَْูุนِ َูุงَِّูููุงุญِ َูุงูุทَّูุงَِู َูุบَْูุฑِ ุฐَِูู َููุงَ ُูุนْู َُู َِْูููุง ุงِูุงَّ ุจِุงْูุญَุฏِْูุซِ ุงูุตَّุญِْูุญِ ุงَِู ุงْูุญَุณَِู
“(Fasal) Para ulama ahli hadits dan ahli fiqih dan lainnya mengatakan: Boleh bahkan disunnahkan mengamalkan hadits yang mengenai tentang keutamaan amal, pemberi kegembiraan, ancaman, dengan menggunakan hadits Dho’if, asalkan bukan hadits Maudlu’ (hadits yang dibuat-buat/ palsu). Dan adapun mengenai hukum halal, haram, jual beli, nikah, talak, dan lainnya, maka tidak boleh menggunakan hadits dlo’if, tapi harus dengan hadits shoheh atau paling tidak hadits hasan."[4]
Begitupun yang disampaikan oleh Sayyid Najili dalam kitabnya;
ุงَِّู ุงْูุญَุฏِْูุซِ ุงูุถَّุนِِْูู ُูุนْู َُู ุจِِู َูุถَุงุฆُِู ุงْูุงَุนْู َุงِู
“Sesungguhnya hadits Dho’if itu boleh diamalkan dalam Fadho’ilul Amal.”[5]
Implementasi (Penerapan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tuntunan Syekhuna (Asy-syahadatain)
Asy-syahadatain adalah sebuah kelompok muslim yang menapaki jalan yang diridhoi oleh Allah dengan realisasi ibadahnya berdasarkan tuntunan-tuntunan Rasulullah saw. dengan dibimbing oleh Syekhuna Al-Mukarrom Al-Habib Umar bin Isma’il bin Yahya.
Tuntunan Syekhuna merupakan pengamalan yang berlandaskan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu menjalankan perintah Allah dengan menteladani Rasulullah saw. Artinya Asy-syahadatain menjalankan perintah wajib dan amalan sunnah sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. serta mengikuti para Salafus Shalih.
Dengan demikian, konsep dan realisasi ibadahnya sesuai dengan konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menjadikan Rasul dan para Salafus Shalih sebagai teladan, khususnya dalam peribadatan kepada Allah swt.
Pengenalan Asy-syahadatain sebagai organisasi
Nama Asy-syahadatain merupakan penisbatan dari pengamalan pada tuntunan ِِAl-Habib Abah Umar yang selalu membaca dua kalimat syahadat (syahadatain). Namun pada dasarnya, Asy-syahadatain bukanlah sebuah organisasi islam, ataupun ormas, tetapi merupakan sebuah tuntunan ubudiyah dalam menapaki jalan yang diridhai Allah, bahkan lebih dekat dikatakan sebagai Thariqat.
Pengorganisasian Asy-syahadatain disebabkan karena adanya penekanan dari pemerintah. Menurut aturan pemerintah yang berlaku disaat itu bahwa setiap ada perkumpulan dengan banyak orang tanpa adanya organisasi yang jelas maka dapat dikategorikan sebagai pemberontak, dan atau berpotensi sebagai ancaman terhadap ketahanan nasional. Oleh sebab itu, Asy-syahadatain dibentuk menjadi sebuah organisasi, namun pada hakekatnya tetaplah bukan sebagai organisasi tetapi sebagai tuntunan ibadah.
[1] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, "Buku Pintar Aqidah", hal. 76, Roemah Buku, Sukoharjo.
[2] Hujjatullah Al-Balighoh juz 1 hal 17 (dikutip dari kitab Miftahussa'adah karya Kiyai Khazim)
[3]
[4] Imam Nawawi, "Al-Adzkar Al-Nawawi", hal. 5, Maktabah Toha putra, Semarang.
[5] Sayyid An-Najili, "Khazinah Al-Asrar", hal. 188, Al-Haramain, Indonesia.
Label:
Artikel Islami,
Aswaja,
Majelis AsySyahadatain
11:19 AM
Bulan Agustus 1940 ia ditangkap Belanda lagi danpengajiannya ditutup, Enam bulan kemudian, 20 Februari 1941, ia dibebaskan.
Sumber: http://www.bamah.net/
Bonus download Ebook Ajaran Asysyahadatain / Syahadatain
jamaah_asysyahadatain.pdf (525.0 KiB, 627 hits
__________________________________________________________________________
Download Aurad Rutin Tuntunan Sayyidi Syechunal Mukarrom Abah Umar Bin Ismail Bin Yahya.
Sumber: http://aliusmanhs.wordpress.com/ KLIK DI SINI
MELAWAN PENJAJAH DENGAN DAKWAH
Written By Mas Toto on April 25, 2013 | 11:19 AM
Download Link E-Book Ajaran Syahadatein ada di bawah.
MELAWAN PENJAJAH DENGAN DAKWAH
Demi menegakkan ajaran islam, ia tak kenal kompromi dengan pemerintah kolonial Belanda.
Habib Umar lahir di
Arjawinangun pada bulan Rabiu’ul Awwal 1298 H atau 22 Juni 1888.
Ayahnya, Syarif Ismail, Adalah Dai berdarah Hadramaut yang menyebarkan
Islam di Nusantara. Ibunya asli Arjawinangun, Siti Suniah binti
H.Shiddiq. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak: Umar, Qasim,
Ibrahim, dan Abdullah. Garis keturunan Habib Umar sampai kepada Nabi
Muhammad melalui Sayyidina Husein.
Pandidikan agama
langsung diperoleh dari ayahnya sendiri, baru kemudian ia mengembara ke
berbagai pesantren di Jawa Barat, dari tahun 1913 hingga 1921.
Menyaksikan masyarakat Kampung Arjawinangun, Cirebon, tanah kelahiranya tenggelam dalam kebiasaan berjudi dan perbuatan dosa besar lainnya, Habib Umar merasa terpanggil untuk memperbaikinya. Dalam sebuah mimpi, ia bertemu Syarief Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, yang memberinya restu untuk niat baiknya tersebut. Selain itu Syarief Hidayatullah juga mengajarkan hakikat kalimat Syahadat kepadanya. Maka, setiap Malam Jum’at Habib Umar pun Menggelar pengajian di rumahnya.
Menyaksikan masyarakat Kampung Arjawinangun, Cirebon, tanah kelahiranya tenggelam dalam kebiasaan berjudi dan perbuatan dosa besar lainnya, Habib Umar merasa terpanggil untuk memperbaikinya. Dalam sebuah mimpi, ia bertemu Syarief Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, yang memberinya restu untuk niat baiknya tersebut. Selain itu Syarief Hidayatullah juga mengajarkan hakikat kalimat Syahadat kepadanya. Maka, setiap Malam Jum’at Habib Umar pun Menggelar pengajian di rumahnya.
Tapi upaya itu mendapat perlawanan
serius dari masyarakat. Mereka mencemooh, menghina, dan mencibir
pengajian Habib Umar. Dibawah tekanan masyarakat itu, ia terus berjalan
dengan dakwahnya itu. Dan Karena pengajiannya dianggap meresahkan
masyarakat, pada gilirannya pemerintah kolonial menangkap Habib Umar dan
menjebloskannya ke dalam Penjara. Namun, tiga bulan kemudian ia di
bebaskan, berkat perlawanan yang diberikan oleh jama’ahnya hingga jatuh
korban di kalangan antek-antek Belanda.
Kepalang basah, tahun 1940, Habib Umar
bahkan menyediakan rumahnya sebagai markas perjuangan melawan pemerintah
kolonial Belanda. Tidak hanya itu, ia juga turun tangan dengan
mengajarkan ilmu kanuragan kepada kaum muda.
Bulan Agustus 1940 ia ditangkap Belanda lagi danpengajiannya ditutup, Enam bulan kemudian, 20 Februari 1941, ia dibebaskan.
Semangat perjuangan melawan kolonialisme
semakin membara dalam dada Habib Umar. Maka ia pun banyak mengadakan
kontak dengan tokoh-tokoh agama di seputar Cirebon, seperti Kiai Ahmad
Sujak (Bobos), Kiai Abdul Halim (Majalengka), Kiai Syamsuri (Wanantara),
Kiai Mustafa (Kanggraksan), Kiai Kriyan (Munjul).
Tidak Hanya pada masa penjajahan
Belanda, Pada zaman Jepang pun nama Habib Umar melejit lagi sebagai
pejuang agama. Ia memperkarakan Undang-Undang yang di keluarkan Jepang
yang melarang pengajaran huruf Arab di Masyarakat. UU itu dianggap
sebagai alat agar umat islam meninggalkan Al-Quran.
Panji Panji Syahadatain
Pada masa kemerdekaan, Tahun 1947, Habib
Umar mulai mengibarkan panji-panji Syahadatain. Itu bermula dari
pengajian yang dipimpinnya yang semula dikenal sebagai “Pengajian Abah
Umar” menjadi “Pengajian Jamaah Asyahadatain”. Ternyata pengajian ini
mendapat simpati luas sehingga menyebar ke seluruh Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Tahun 1951 lembaga itu mendapat restu dari presiden Soekarno.
Tahun 1951, Habib Umar sempat mendirikan
Pondok Pesantren Asyahadatain di Panguragan. Namun Selain mengajarkan
ilmu agama dan ketrampilan seperti bertani, menjahit, bengkel, koperasi,
dan ilmu kanuragan, Habib Umar juga mengharuskan Jamaahnya bertawasul
kepada Rasulullah, Malaikat, Ahlul bayt, Wali, setiap selesai shalat
fardhu. Menurutnya, tawasul menyebabkan terkabulnya suatu doa. Lebih
Jauh lagi, Habib Umar juga mendirikan Tarekat Assyahadatain.
Ia Juga sekaligus pemimpin Tarekat Assyahadatain, menulis buku berjudul Awradh Thariqah Al-Syahadatain, Sebagai
pedoman Bagi Jamaahnya. Syahadat, menurut Habib Umar, Tidak Cukup
dilafadzkan di mulut, tapi maknanya juga harus membias ke dalam jiwa.
Dengan persaksian dua kalimat syahadat itu, seseorang akan diampuni atas
dosanya, dan terkikis pula akar-akar kemusyrikan dalam dirinya.
Karyanya yang lain adalah Awrad (1972), menggunakan Bahasa daerah yang berisi ilmu ahlaq dan tasawuf, aqidah dan pedoman hidup kaum muslimin.
Habib Umar menghadap ke Hadirat Allah
pada 13 Rajab 1393 atau 20 Agustus 1973. Semoga Amal Ibadah dan
perjuangannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Sumber: http://www.bamah.net/
Bonus download Ebook Ajaran Asysyahadatain / Syahadatain
jamaah_asysyahadatain.pdf (525.0 KiB, 627 hits
__________________________________________________________________________
Download Aurad Rutin Tuntunan Sayyidi Syechunal Mukarrom Abah Umar Bin Ismail Bin Yahya.
Sumber: http://aliusmanhs.wordpress.com/ KLIK DI SINI
Label:
Artikel Islami,
Majelis AsySyahadatain
10:21 AM
Suatu hari, rumah Habib Alwi, ayah Habib Anis Solo, di datangi Habib Syekh Cirebon atau yang akrab disapa “Abah Syekh”. Habib Alwi menyambut dengan hangat, seorang santri kemudian disuruh untuk menyiapkan jamuan. Entah mengapa selama membawa dan menyiapkan jamuan santri tersebut menundukkan kepala. Si santri rupanya menenal baik tamu itu dan berharap tamu itu tidak sampai mengenalinya.
Setelah berbincang ringan dan saling bertukar kabar, Abah Syekh kemudian menjelaskan maksud kedatangannya, ia ingin mejenguk putranya. Habib Alwi tampak heran, karena ia tak tahu ada putra Abah Syekh nyantri di sini. Kemudian Habib Alwi bertanya siapa yang dimaksud. Dengan tenang Abah menjawab, “itu yang sedang menuangkan air”, ini putraku. Tentunya Habib Alwi terkejut ternyata santri yang hampir dua tahun mengerjakan tugas rumah ternyata putra Habib Syekh, Ulama besar Cirebon. Padahal jika ditanya putra siapa, sang santri tadi menjawab aku putra “Abdullah si tukang air”, tentunya sang santri tidak mau berbohong dan identitasnya diketahui karena dulu Ayah beliau “Abdullah : Hamba Allah” sempat berdagang air ketika menimba ilmu dan menetap di Makkah. Begitulah kebiasaan Habib Muhammad bin Yahya supaya perlakuannya disamakan dengan santri lainnya. Setelah latar belakangnya terungkap kemudian ia meminta izin ke Habib Alwi untuk berguru di tempat lain.
Saking gemarnya berburu ilmu sampai-sampai ilmu kanuraggan pun beliau pelajari, tidak main-main beliau berguru ke Kyai Tarmidi Kebon Gedang, salah satu Kyai Cirebon yang terkenal ilmu kanuranggan dan kesaktiannya. Namun keahlian yang pernah dipelajari ini tidak pernah beliau tampakkan. Lalu pendidikannya beliau lanjukan ke Jakarta di Jamiat Kheir, lembaga pendidikan terkemuka saat itu, dan beliau juga sempatkan mengaji ke Habib Salim bin Jindan, semua ulama pun beliau datangi untuk sekedar bertabaruk dan meminta ijazah. Setelah di Jakarta beliau melanjutkan mondoknya ke Jawa Tengah tepatnya di Ponpes Kaliwungu asuhan Kyai Ru’yat, sambil melanjutkan pendidikan SLTP di Semarang, kemudian melanjutkan SLTA nya ke Solo dan mukim dan mengaji di Habib Alwi al Habsyi selama dua tahun. Kemudian dilanjutkan ke Ponpes Jamsaren di Solo asuhan Kyai Abu Ammar.
Konon singkat cerita orang-orang yang dulunya menganiaya beliau, setelah mereka taubat dan pensiun, malah datang ngaji ke beliau, dan diterima dengan baik seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Beliau maafkan dan melupakan kejadian itu dan tak menceritakan ke orang lain sewaktu beliau hidup. Pola pikirnya selalu dilandaskan dengan prasangka baik, membuat ulama yang berjiwa besar ini menjadi panutan yang menghargai perbedaan dan tak suka menyalahkan upaya dakwah pihak lain. Bahkan kepada pemabuk pun beliau masih berahlak, beliau awalnya mengingatkan kalau mabuk yang teratur jangan di sudut jalan, jangan meminta paksa ke jamaah yang berkunjung, sampai beliau pun sempatkan memberi uang ke mereka, “nih untuk kalian”. Dengan kemuliaan hati, banyak diantara mereka yang sadar dan kembali ke jalan yang benar. Pesan beliau “Orangnya jangan dibenci tapi becilah perbuatannya, setiap kondisi harus dipilah berdasarkan kondisi dan porsinya”. Jangan heran waktu itu di Tahun 2003 Cirebon bergejolak Kang Ayip Muh, langsung turun memimpin ribuan warga dan santrinya untuk mendesak pemerintah setempat untuk mengesahkan RUU Anti Miras dan Perjudian, akhirnya Alhamdulillah tuntutan itu dipenuhi.
Mengenang Beliau (Link Download Suara) :
Al Habib Muhammad bin Syekh bin Yahya, Jagasatru Cirebon
Sumber:
Suatu hari, rumah Habib Alwi, ayah Habib Anis Solo, di datangi Habib Syekh Cirebon atau yang akrab disapa “Abah Syekh”. Habib Alwi menyambut dengan hangat, seorang santri kemudian disuruh untuk menyiapkan jamuan. Entah mengapa selama membawa dan menyiapkan jamuan santri tersebut menundukkan kepala. Si santri rupanya menenal baik tamu itu dan berharap tamu itu tidak sampai mengenalinya.
Setelah berbincang ringan dan saling bertukar kabar, Abah Syekh kemudian menjelaskan maksud kedatangannya, ia ingin mejenguk putranya. Habib Alwi tampak heran, karena ia tak tahu ada putra Abah Syekh nyantri di sini. Kemudian Habib Alwi bertanya siapa yang dimaksud. Dengan tenang Abah menjawab, “itu yang sedang menuangkan air”, ini putraku. Tentunya Habib Alwi terkejut ternyata santri yang hampir dua tahun mengerjakan tugas rumah ternyata putra Habib Syekh, Ulama besar Cirebon. Padahal jika ditanya putra siapa, sang santri tadi menjawab aku putra “Abdullah si tukang air”, tentunya sang santri tidak mau berbohong dan identitasnya diketahui karena dulu Ayah beliau “Abdullah : Hamba Allah” sempat berdagang air ketika menimba ilmu dan menetap di Makkah. Begitulah kebiasaan Habib Muhammad bin Yahya supaya perlakuannya disamakan dengan santri lainnya. Setelah latar belakangnya terungkap kemudian ia meminta izin ke Habib Alwi untuk berguru di tempat lain.
Menyamar merupakan kebiasaan dalam
menuntut ilmu sewaktu muda sebagai sifat mujahadahnya bahkan setelah
beliau menjadi ulama besar di Cirebon. Pernah suatu saat “Kang Ayip Muh”
sapaan akrab orang Cirebon, mengunjungi salah satu cucu keponakannya
yang sedang kuliah di Malang. Beliau minta pada cucu nya untuk mengantar
keliling kampong untuk berkunjung ke Kyai setempat, tanpa ragu dan
segan Kang Ayip Muh mendatangi mereka layaknya orang biasa yang minta
didoakan, dinasehati, bahkan beliau duduk sangat khusyu mendengarkan
wejangan dari Kyai yang beliau temui. Dan di saat pamitan, beliau dengan
tawadhu nya mencium tangan sang Kyai bolak-balik, demikianlah ke
Tawadhuan beliau. Tentunya sang cucu bingung meliat kejadian ini,
sebelum berangkat ia dipesan untuk tidak komentar dan hanya mengantar
saja.
Beliau pun sering memakai nama samaran
jika masuk rumah sakit di Cirebon ketika sakit, karena tidak inggin
merepotkan dan diperlakukan khusus di sana. Bahkan keluarga beliau
sampai tidak tahu tentang hal ini, sampai tidak jarang beliau
“menghilang” beberapa hari, sampai keluarganya harus mencari di setiap
rumah sakit untuk mencarinya.
Ilmu Dunia dan Akhirat
Abdul Qodir, demikianlah Ayah beliau
memberikan nama sewaktu kecil, saat lahir 15 Juli 1932. Namun seorang
sahabat, Habib Abdullah Assegaf, ayah Ustadz Shaleh Assegaf Kebon syarif
Cirebon, malah menamainya “Muhammad”, dan Abah Syekh menerimanya. Dalam
rujukan kitab nasab Alawiyyin namanya tertera sebagai Muhammad Abdul
Qodir.
Kang Ayip Muh kecil memang anak yang
cerdik sewaktu kecilnya, senang bercanda, dan pandai membuat suasana
gembira. Namun beliau lebih mementingkan urusan belajarnya, sehingga
beliau terkenal dengan kesukaannya berburu ilmu. Sambil menekuni berguru
kepada ayahnya sendiri, beliau awali dengan pendidikan formalnya di MI
Persatuan Umat Islam hingga kelas 3, kemudian dilanjutkan ke jami’iyyah
Ta’limiyyah atau Madrasah Darul Hikam sekarang. Selepas dari sana
kemudian dilanjutkan mondok ke Kyai Sanusi di Pesantren Babakan
Ciwaringin. Selain nyantri beliau juga rajin mendatangi ulama untk
menimba ilmu dari mereka. Diantaranya Habib Ahmad bin Ismail bin Yahya
Arjawinangun, Kyai Idris Pesantren Kempek, Kyai Ridhwan Pesantren
Buntet, Pesantren Benda, dan Pesantren Galagamba.
Saking gemarnya berburu ilmu sampai-sampai ilmu kanuraggan pun beliau pelajari, tidak main-main beliau berguru ke Kyai Tarmidi Kebon Gedang, salah satu Kyai Cirebon yang terkenal ilmu kanuranggan dan kesaktiannya. Namun keahlian yang pernah dipelajari ini tidak pernah beliau tampakkan. Lalu pendidikannya beliau lanjukan ke Jakarta di Jamiat Kheir, lembaga pendidikan terkemuka saat itu, dan beliau juga sempatkan mengaji ke Habib Salim bin Jindan, semua ulama pun beliau datangi untuk sekedar bertabaruk dan meminta ijazah. Setelah di Jakarta beliau melanjutkan mondoknya ke Jawa Tengah tepatnya di Ponpes Kaliwungu asuhan Kyai Ru’yat, sambil melanjutkan pendidikan SLTP di Semarang, kemudian melanjutkan SLTA nya ke Solo dan mukim dan mengaji di Habib Alwi al Habsyi selama dua tahun. Kemudian dilanjutkan ke Ponpes Jamsaren di Solo asuhan Kyai Abu Ammar.
Setelah berkelana di jawa tengah, pemuda
yang haus ilmu ini lanjutkan mondoknya di Jawa Timur. Di awali masuk ke
Ponpes Darul Hadist dan belajar kepada Habib Abdul Qodir bin ahmad
Bilfagih. Setiap kali mondok beliau selalu memanfaatkan waktu untuk
belajar, dan bukan hanya belajar di Kyai pengasuh pesantren saja, beliau
sempat pesankan, “Lamon mondok sing akeh gurune” atau kata lain, kalo
belajar harus punya banyak guru. Pendidikan formalnya bahkan berlanjut
hingga tingkat akademi jurnalistik, Yogya, tapi setiap kali beliau
ditanya mengenai perihal itu, dengan entengnya beliau katakan “semuanya
hilang”.
Pada akhirnya beliau kembali ke tanah
Cirebon untuk berkhidmat ke Ponpes Jagastru, beliau juga menimba ilmu
kembali ke sang Ayah, abah Syekh yang telah lama menimba ilmu di tanah
suci, tentunya dengan bingkai birrul walidain. Kecintaan akan ilmu tak
trehenti sampai di situ bukan hanya pergi ke Kyai sepuh, beliau juga
sempatkan menimba ilmu ke teman sejawat beliau, guru sekaligus teman
seperjuangan Ustadz Shaleh Assegaf.
Berdakwah dan Bermanfaat
Sejak kecil kang Ayip Muh senang
mengajak teman-temannya untuk mengaji, di waktu yang sama ketikan masa
kolonial beliau tidak tega melihat penderitaan, beliau sempatkan memberi
bantuan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi. Ya, kedua sifat inilah
yang selalu melekat dalam pribadi beliau, pertama, berdakwah, menyampaikan ilmu, dan bertutur bijak kepada masyarakat luas. Kedua, berpikir, berbuat, dan menebar manfaat dengan penuh rasa ikhlas.
Dalam berdakwah semua orang tahu, beliau
orang yang tegas. Sampai beliau pernah difitnah dan di bui dan tentunya
dengan menerima berbagai deraan. Sampai kaki beliau diikat ke atas
sementara kepalanya menggantung ke bawah. Di saat yang sama kepala
beliau dihajar dengan dengan batang senapan sampai berdarah, sampai
kemudian tali penggantungnya putus, sehingga kepalanya terbentur keras
di lantai. Aneh bin ajaib tidak keluar suara apapun dari mulut beliau
yang menandakan kesakitan, pas sudah sadar, beliau pun ditanya oleh
kawan-kawannya yang juga turut di siksa, “tadi sakit kang..?”. Beliau
katakan, “tidak, Alhamdulillah pas saya tadi dipukuli saya tidur pulas,
makannya saya tak merasakan apa-apa, emang tadi bagaimana..?” beliau
malah tanya balik. Mendengar jawab itu, kawan-kawannya keheranan bukan
main.
Konon singkat cerita orang-orang yang dulunya menganiaya beliau, setelah mereka taubat dan pensiun, malah datang ngaji ke beliau, dan diterima dengan baik seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Beliau maafkan dan melupakan kejadian itu dan tak menceritakan ke orang lain sewaktu beliau hidup. Pola pikirnya selalu dilandaskan dengan prasangka baik, membuat ulama yang berjiwa besar ini menjadi panutan yang menghargai perbedaan dan tak suka menyalahkan upaya dakwah pihak lain. Bahkan kepada pemabuk pun beliau masih berahlak, beliau awalnya mengingatkan kalau mabuk yang teratur jangan di sudut jalan, jangan meminta paksa ke jamaah yang berkunjung, sampai beliau pun sempatkan memberi uang ke mereka, “nih untuk kalian”. Dengan kemuliaan hati, banyak diantara mereka yang sadar dan kembali ke jalan yang benar. Pesan beliau “Orangnya jangan dibenci tapi becilah perbuatannya, setiap kondisi harus dipilah berdasarkan kondisi dan porsinya”. Jangan heran waktu itu di Tahun 2003 Cirebon bergejolak Kang Ayip Muh, langsung turun memimpin ribuan warga dan santrinya untuk mendesak pemerintah setempat untuk mengesahkan RUU Anti Miras dan Perjudian, akhirnya Alhamdulillah tuntutan itu dipenuhi.
Waktu Padat Demi Umat
Sehari – hari Kang Ayip hampir tidak punya waktu luang untuk urusan
pribadi, maklum karena banyak warga Cirebon dan sekitar nya berebut
meminta beliau ceramah, menikahkan, atau hanya sekedar hadir di acara
tertentu. Sebelum azan subuh, sudah ada tamu yang menjemputnya, pulang
saat menjelang dhuhur, siangnya ada yang menjemput lagi, setelah rehat
sebentar beliau lannjutkan sholat ashar, setelahnya mengajari santrinya,
setelah itu sudah banyak tamu yang menunggu di beranda pesantren untuk
bersilaturahim, beliau buang jauh rasa penat dan lelah, dengan selalu
ceria dihadapan para tamu, antara maghrib dan isya beliau mengajar
santrinya kembali, setelah sholat isya lagi-lagi sudah ada yang
menjemputnya di teras rumah. Seringkali jarak yang ditempuh sangat jauh,
sampai beliau sering pulang larut malam, tak sempat bertukar baju
beliau sudah terlanjur tidur.
Hari-hari Kang Ayip bukan hanya sibuk,
tapi berkah, bayangkan selain mengurusi pesantren, menjadi Ketua MUI
kodya Cirebon selama dua periode, sudah hampir semua tamu bisa mengambil
berkah, bertemu dengan beliau. Namun dibalik kacamata beliau, terlihat
mata yang agak merah berair seperti ada masalah besar yang beliau
pikirkan atau rasakan, namun beliau pendam dalam-dalam. Sesekali air
matanya tertetes ketika mengajar, membuat uraiannya terhenti sejenak. Di
luar itu, bukan hanya sesekali orang mendapati beliau menangis di
keheningan malam ditempat yang sunyi, sendirian. Di belakang rumah, di
balik pepohonan, di pinggir sungai dekat pesantren, dan di tempat
lainnya. Bahkan malam sebelum Tsunami di Aceh, seorang muridnya
mendapati beliau tengah menagis seorang diri, di sisi pantai Pulau Jawa
yang sepi. Ketika ditanya, beliau justru minta untuk jangan dilanjutkan
pertanyaan itu, dan diminta untuk meniggalkan dirinya. Esoknya, entah
ada hubungannya atau tidak, terjadilah bencana Tsunami terbesar yang
memilukan itu.
Serba Indah dan Payung Kota Cirebon
Potret kehidupan Kang Ayip adalah cerminan ahlakul karimah dan
contoh yang baik, dibalut kesederhanaan dan ketawwadhuan, banyak orang
dekat yang mendengar langsung kisah beliau, tapi minta jangan
disebarkan, kecuali sudah wafat. Rupanya beliau inginkan orang lain bisa
memetik hikmah dari kisahnya, namun risih jika orang lain menganggapnya
lebih. Jarang beliau mengenakan imamah layaknya yang seperti kita
lihat, kecuali di saat beliau mengisi majelis Ahad Pagi, Kajian Tafsir
Jalalain. Beliau selalu tampil bersahaja, zuhud dan wara’ dalam urusan
dunia, ucapannya selalu ditunggu orang, dalam berbagai kesempatan,
ketika mengajar, ceramah, diskusi berat dan lain sebagainya, kata-kata
beliau selalu melekat di pribadi masing-masing yang mendengarkannya,
bahkan bercanda nya pun sarat makna, jika disimak dengan baik. Pernah di
waktu santai bersama keluarga, beliau minta dipijat, di sela obrolannya
beliau pesankan “Saya malu orang lain saya ajari tapi anak sendiri
tidak”. Rumah beliau tak pernah sepi dari tamu, bahkan dari luar
negeri, semua kalangan nusantara. Ada sisi lain dari Kang Ayip, beliau
selalu fasih berbahasa tergantung tamu yang datang, arab, sunda, jawa,
melayu, bahkan inggris. Beliau juga tidak segan duduk ngobrol ngopi
bersama tukan becak, buruh kasar, tukang sayur, dan lainnya, cara beliau
berinteraksi sangat memukau di semua kalangan sampai yang mereka
rasakan adalah dirinya teramat diperhatikan dan dekat dengan Kang Ayip.
Meski tak berminat di bidang politik, tapi beliau tak menjauhi
mereka, beliau menerima kalau mereka sowan ke kediaman beliau dengan
baik. Di mata Kang Ayip semuanya semata lahan dakwah, tak ada yang lain,
ia sangat menghargai perbedaan, sampai jika ada pihak yang berselisih
paham, bertikai dan sebagainya pertemuan itu harus diadakan di Jagastru,
kediaman beliau. Sempat terjadi konflik di area keraton Cirebon, dan
Kang Ayip lah yang membantu manjadi penengahnya, kharismanya begitu
kuat, sampai akhirnya mereka sepakat untuk Islah, berdamai. Begitu
banyak sifat dan kepribadian beliau jika kita ungkap atau tulis
semuanya, menggambarkan beliau secara total mengikuti datuknya Sayyidina
Muhammad Saw, total dalam berdakwah dan maslahat bagi umat.
Wafat Ketika Duduk Tahiyyat, Lautan Manusia Mengantarkan Beliau
Beberapa tahun terakhir dalam kehidupan Kang Ayip, keluarga
sebenarnya sudah mengetahui bahwa beliau mengidap penyakit dalam, namun
mereka sepakat untuk tidak mencemaskan di hadapan beliau, selanjutnya
perjalanan hidup beliau di dunia ini terhenti, Selasa menjelang Magrib
26 Desember 2006 tepat di tanggal peristiwa Tsunami, Jagat Cirebon
seakan kelabu dan bergetar, Kang Ayip Muh wafat. Dalam waktu yang
singkat, awan kesedihan menggelayuti Cirebon dan sekitarnya, kabar ini
terhitung mengejutkan karena beberapa hari sebelumnya kesehatan beliau
terpantau sehat, Ahad sebelumnya masih mengisi Ta’lim seperti biasa,
siang nya masih menghadiri acara dari parpol Islam, bahkan sorenya masih
menerima tamu.
Saat berbincang dengan tamu di bangku teras rumahnya, beliau izin
pamit sebentar untuk menunaikan sholat ashar, mereka paham kalau sedang
sholat memakan waktu yang lama, namun kala itu lain dari biasanya,
hingga salah seorang menantunya masuk ke kamar beliau untuk membawakan
teh hangat ke beliau. Namun di saat itulah didapati tubuh Kang Ayip
sudah tak bergerak sama sekali. Beliau wafat dengan posisi duduk
tahiyyat akhir dengan telunjuk masih menghadap ke Ka’bah. Pertanda
seorang hamba yang total dengan kesaksian bahwa tiada Tuhan yang patut
disembah selain Allah Ta’ala. Allah juga yang menetapkan waktu istirahat
panjangnya kepada Kang Ayip setelah sekian lama berjuang di jalan –
Nya. Sejenak kemudian Ponpes Jagastaru berubah menjadi lautan manusia,
setelah dimandikan dan di sholati sekitar jam 21.00 WIB, ribuan
penta’ziyah silih berganti mensholati beliau sampai pagi harinya. Rabu
siang iringan manusia mengantarkan beliau seperti lautan manusia, belum
lagi warga yang berdiri di sepanjang jalan penuh dengan kesedihan,
meneteslah air mata dengan tanpa sengaja, mengingat kemuliaan beliau
sewaktu hidupnya. Ini sama dengan kejadian dulu waktu wafatnya Abah
Syekh, hampir sama. Sesuai dengan pepatah “Ma fil aba fil abna” seperti
halnya seorang ayah, demikian pula anaknya. Suasana pemakaman di Jabang
Bayi Cirebon tidak jauh berbeda, sejak pagi ribuan jamaah mendatangi
lokasi itu, meraka tak sabar untuk mengantar Kang Ayip untuk terakhir
kalinya, semua elemen bangsa turut hadir, dan mngamankan prosesi
pemakaman. Pagi itu Cirebon menangis, mentari seolah tak berani
menampakkan keceriannya, hilang sudah sosok yang selalu memperhatikan
umat, membimbing dan meneladani setiap ahlakul karimah. Sesuai amanah
beliau, Kang Ayip dimakamkan di samping makam Abahnya, seperti yang kita
ketahui pemakaman Jabang Bayi adalah pemakaman umum, beliau di akhir
hayatnya pun ingin selalu dekat dengan rakyat biasa ia cintai, tanda
kesejukan dan kesederhanaan begitu juga makam beliau, layaknya makam
orang biasa, inilah Totalitas Seorang Hamba.
Inspired by Majalah Al-Kisah Edisi 7-20 Maret 2011.
Mengenang Beliau (Link Download Suara) :
- http://www.4shared.com/file/teHjH96u/Ceramah_Habib_Muhammad_bin_Sye.html
- http://www.4shared.com/mp3/EOILYBDT/habib_muhammad_bin_syeh_bin_ab.html
- http://www.4shared.com/mp3/uX-Go8B0/Habib_Muhammad_bin_Syeh_bin_Ab.html
Sumber2:
- Majalah Al-Kisah Edisi 7-20 Maret 2011
- http://www.almuhibbin.com/2011/03/manaqib-al-habib-muhammad-bin-syekh-bin.html
9:38 AM
Pentingnya Mencari Guru Mursyd
Pentingnya Mencari Guru Mursyd
Habib Umar Mursyd Jamaah Asy Syahadatain |
Dalam koridor ilmu tasawuf (Tharekat) Mursyid adalah
manusia yang atas izin Allah, dia dipertemukan dengan mursid sebelumnya lalu
mendapatkan talqin dzikir, mengamalkan tarekatnya dengan benar sehingga sampai
tingkatan bersih hatinya terbukti dengan baik akhlaknya terbutki dengan tinggi
ilmunya dan tidak mencari murid. Dia mengamalkan untuk dirinya sendiri setelah
dilihat oleh orang lain ternyata dia berakhlak mulia berhati bersih arif
bijaksana, orang lain minta dibimbing kepada dia. Kemudian dia dilantik secara
ruhani oleh silsilahnya maka diikuti oleh orang lain. Calon seorang mursyid itu
orang yang atas izin Allah ingin mencari ilmu Allah untuk menjadi hamba Allah
yang baik oleh gurunya diberikan ilmu tauhid, fiqih, akhlak, hadits, tasawuf,
nahu, sorof dll. Pendeknya seorang mursyid harus seorang yang 'alim. Oleh Allah
masih digerakkan hatinya yang kemudian dipertemukan dengan seorang mursyid.
Kemudian tarekatnya diamalkan dengan semua adab-adabnya dengan semangat Wushul
Ilallah. Dari sekian ribu bahkan juta muridnya terpilihlah dia. Dipilih oleh
Allah melaui gurunya bukan keinginannya sendiri. (karena apabila ada seujung
rambut saja dalam hati seorang salik ingin mendapatkan kedudukan dan jabatan
maka dia telah gagal, sebelum berangkat).
maka
kita perlu pimpinan dari orang yang mampu melihat dan paham jalan ini (jalan
ruhaniah menuju Allah). Orang ini disebut guru mursyid. Guru mursyid sangat diperlukan oleh setiap manusia dalam perjalanan ruhani menuju taqwa. Dia dapat
memimpin di bidang ilmu, akal atau hati,
lahir maupun batin dan dalam semua hal sehingga hidup
manusia dapat tertuju kepada Allah. Guru mursyid Allah beri anugerahkan ilmu-ilmu yang luar biasa, ilmu lahir juga ilmu batin.
Karena pentingnya guru mursyid ini, Imam Malik pernah
berkata:
“Barangsiapa yang tidak mempunyai guru
mursyid maka syaitanlah yang akan menjadi gurunya.”
Orang yang bisa memimpin
hati/ruhani (guru mursyid), hanyalah orang yang pintu hatinya terbuka, yaitu orang yang mempunyai basyirah. Bukan sekadar akalnya yang terbuka. Banyak orang yang
akalnya terbuka, hingga dapat
menangkap ilmu, tetapi sangat sedikit orang yang hatinya terbuka. Mursyid itu ialah orang yang hatinya terbuka luas dan dapat memimpin orang lain.
Jadi setiap orang mesti mencari seorang guru mursyid untuk memimpin dirinya walaupun dia alim. Setelah dia bertemu dengan guru
mursyid yang layak, maka lahir dan batinnya perlu diserah kepada guru mursyid itu.
Begitupun dengan mursyd jamaah asy
syahadatain menurut cerita dari orang - orang tua , murid - muridnya dan
kyia yang bertemu langsung dengan Habib Umar di zamanya sosok abah umar
, tindakan , perilaku dan kata katanya sesuai dengan pembahasan para
alim ulama tentang sifat ke mursydan yaitu :
Menguatkan Agama dengan yakin
Memberi makan ribuan fakir miskin
tidak pernah meminta-minta dari manusia ataupun jin
Mengajari orang bodoh sehingga mereka yakin terhadap agamanya .
Memberi makan ribuan fakir miskin
tidak pernah meminta-minta dari manusia ataupun jin
Mengajari orang bodoh sehingga mereka yakin terhadap agamanya .
Bahkan banyak juga kisah tentang
kecintaan muridnya kepada Habib Umar melebihi segala apa yg dia punya
termasuk dirinya sendiri setelah sang murid benar benar paham dan yakin
tentang kedudukan dan kemuliaan Habib Umar
Sumber: angipin.com
Sumber: angipin.com
Label:
Artikel Islami,
Majelis AsySyahadatain
9:12 AM
Sang permaisuri sudah cukup bulanya untuk bersalin , pada bulan Maulud tanggal 25 ba'da Subuh Syarifah Muda'im melahirkan seorang bayi laki laki yang elok sekali , cahayanya meredupkan cahaya matahari , Maulana sultan abdullah gembira sekali , Lalu di bawa tawaf di baitullah , di rubung oleh para ulama dan orang orang mukmin dan di beri nama SYARIF HIDAYATULLAH bertepatan pada tahun 1448 M .
60 hari kemudian rombongan sulthan abdullah dan permaisuri bertolak menuju negara Mesir .
Beberapa tahun kemudian syarifah muda'im mengandung kembali , setelah datang kepada waktunya lahirlah seorang bayi laki laki dan di beri nama SYARIF NURULLAH
Selang beberapa waktu Maulana Sultan Syarif Abdullah Wafat , setelah wafatnya sang sultan lalu yang menjabat sebagai sultan mesir adalah Patih Jamalulail mewakili Syarif Hidayatullah selama sebelum dewasa.
sumber : Babad Tanah Sunda / karya PS.Sulendraningrat
Kisah Kelahiran Sunan Gunung Jati ( Dzohirnya Wali Qutub )
Kisah Kelahiran Sunan Gunung Jati ( Dzohirnya Wali Qutub )
Di ceritakan di negara mesir Maulana sultan syarif abdullah dan
permaisuri Syarifah Muda'im sudah mengandung 7 bulan pergi ziarah ke
mekkah dan madinah . berangkat di iringi wadyabala dua ribu orang
berlayar mengendarai kapal datang sudah di jeddah , lalu menuju mekkah
dan meneruskan perjalanan menuju madinah , datang sudah rombongan
Maulana Syarif Abdullah di hadapan Maqom Nabi Muhammad SAW , setelah
selesai ziarah kemudian mereka kembali ke Mekkah .
Sang permaisuri sudah cukup bulanya untuk bersalin , pada bulan Maulud tanggal 25 ba'da Subuh Syarifah Muda'im melahirkan seorang bayi laki laki yang elok sekali , cahayanya meredupkan cahaya matahari , Maulana sultan abdullah gembira sekali , Lalu di bawa tawaf di baitullah , di rubung oleh para ulama dan orang orang mukmin dan di beri nama SYARIF HIDAYATULLAH bertepatan pada tahun 1448 M .
60 hari kemudian rombongan sulthan abdullah dan permaisuri bertolak menuju negara Mesir .
Beberapa tahun kemudian syarifah muda'im mengandung kembali , setelah datang kepada waktunya lahirlah seorang bayi laki laki dan di beri nama SYARIF NURULLAH
Selang beberapa waktu Maulana Sultan Syarif Abdullah Wafat , setelah wafatnya sang sultan lalu yang menjabat sebagai sultan mesir adalah Patih Jamalulail mewakili Syarif Hidayatullah selama sebelum dewasa.
sumber : Babad Tanah Sunda / karya PS.Sulendraningrat