Latest Post

BUKU ASWAJA BAB 2; KESESUAIAN TUNTUNAN SYEKHUNA DENGAN SUNNAH RASUL

Written By Mas Toto on April 29, 2013 | 12:16 PM

Sumber:  ShelOn (Sempurna Alon-Alon)
KESESUAIAN TUNTUNAN SYEKHUNA DENGAN SUNNAH RASUL


Seperti yang telah dipaparkan dalam bagian pertama bahwa tuntunan syekhuna merupakan tuntunan peribadatan yang berdasarkan pada sunnah Rasul dan amalan para salafus shalih, maka pada bagian ini akan dipaparkan sedikit argumentasi atas amalan-amalan yang dikerjakan oleh jamaah Asy-syahadatain.
Dalam kaitannya terhadap tatacara berpakaian dalam sholat dan beribadah, syekhuna menuntun santrinya untuk selalu berpakaian yang serba putih. Bahkan pakaian yang digunakannya adalah bernuansa arab yaitu jubah, sorban, dll. yang menurut halayak umum itu adalah budaya arab. Namun pada hakekatnya pakaian seperti itulah yang digunakan Rasulullah saw., dan segala sesuatu yang dilakukan Rasul adalah sunnah.

1. Keutamaan pakaian putih
Segala sesuatu yang dilakukan Rasulullah saw. adalah sebuah wahyu dan interpretasi dari Al-quran, dan bukan hanya budaya dan tradisi semata. Demikian pula dengan pakaian sholat yang beliau pakai, bukan hanya sebatas budaya arab belaka, melainkan suatu perintah dari Allah swt.
Hal ini dapat kita tinjau dari satu ayat Al-quran surat Al A’rof ayat 31 Yang berbunyi

ูŠَุง ุจَู†ِู‰ ุขุฏَู…َ ุฎُุฐُูˆْุง ุฒِูŠْู†َุชَูƒُู…ْ ุนِู†ْุฏَ ูƒُู„ِّ ู…َุณْุฌِุฏٍ
 ......
“Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid…..." (imam ibnu Abbas menjelaskan bahwa pakaian yang bagus adalah yang berwarna putih)
Ayat tersebut merupakan ayat anjuran berhias dengan berpakaian yang bagus dan pantas ketika hendak memasuki masjid (sholat/beribadah). Sedangkan pakaian yang dipakai oleh Rasul adalah berupa Jubbah, Imamah/sorban, Kufiyah, dll. Hal ini bukanlah hanya sebatas budaya arab yang setiap hari digunakannya. Penafsiran ayat tersebut sebagai berikut;

ูŠَุง ุจَู†ِู‰ ุขุฏَู…َ ุฎُุฐُูˆْุง ุฒِูŠْู†َุชَูƒُู…ْ ุนِู†ْุฏَ ูƒُู„ِّ ู…َุณْุฌِุฏٍ ูˆَูƒُู„ُูˆْุง ูˆَุงุดْุฑَุจُูˆุง ูˆَู„ุงَ ุชُุณْุฑِูُูˆْุง ุฅِู†َّู‡ُ ู„ุงَูŠُุญِุจُّ ุงู„ْู…ُุณْุฑِูِูŠْู†َ. ูˆَู„ِู‡َุฐِู‡ِ ุงْู„ุขูŠَุฉِ ูˆَู…َุง ูˆَุฑَุฏَ ูِู‰ ู…َุนْู†َุงู‡َุง ู…ِู†َ ุงู„ุณُّู†َّุฉِ ูŠُุณْุชَุญَุจُّ ุงู„ุชَّุฌَู…ُّู„ُ ุนِู†ْุฏَ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ ูˆَู„ุงَุณِูŠَู…َุง ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْุฌُู…ْุนَุฉِ ูˆَูŠَูˆْู…َ ุงْู„ุนِูŠْุฏِ ูˆَุงู„ุทِّูŠْุจُ ِู„ุฃَู†َّู‡ُ ู…ِู†َ ุงู„ุฒِّูŠْู†َุฉِ ูˆَุงู„ุณِّูˆَุงูƒُ ِู„ุฃَู†َّู‡ُ ู…ِู†ْ ุชَู…َุงู…ِ ุฐَุงِู„ูƒَ ูˆَู…ِู†ْ ุฃَูْุถَู„ِ ุงู„ู„ِّุจَุงุณِ ุงَู„ْุจَูŠَุงุถُ ูƒَู…َุง ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ู‡ ุต ู…. ุฅِู„ْุจَุณُูˆْุง ู…ِู†ْ ุซِูŠَุงุจِูƒُู…ُ ุงْู„ุจَูŠَุงุถَ ูَุฅِู†َّู‡َุง ู…ِู†ْ ุฎَูŠْุฑِ ุซِูŠَุงุจِูƒُู…ْ ูˆَูƒَูِّู†ُูˆْุง ูِูŠْู‡َุง ู…َูˆْุชَุงูƒُู…ْ
 “(Wahai anak cucu adam, pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan). dan dari ayat ini mengandung makna tentang kesunnahan berhias ketika hendak melakukan sholat, apalagi ketika hendak melakukan sholat jumat dan sholat id. Disamping berhias, hendaknya seseorang memakai wewangian karena memakai wewangian itu bagian dari berhias, begitu juga dengan bersiwak (gosok gigi) karena bersiwak adalah penyempurna dalam berhias. Dan berhias yang lebih utama ialah dengan memakai pakaian yang berwarna putih. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Pakailah pakaianmu yang berwrna putih karena pakaian putih itu sebaik-baik pakaianmu dan kafanilah orang-orang matimu dengannya (kain kafan yang putih).”

Terdapat pula beberapa hadits yang menjelaskan tentang tatacara berpakaian, khususnya dalam beribadah (yaitu memakai pakaian yang berwarna putih). Yaitu;

(ู‚َูˆْู„َู‡ُ ูˆَุฃَูْุถَู„ُู‡َุง ุงْู„ุฃَุจْูŠَุถُ) ุฃَู‰ْ ุฃَูْุถَู„ُ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ َุงْู„ุฃَุจْูŠَุถُ ู„ِุฎَุจَุฑِ ุงู„ุชِّุฑْู…ِูŠْุฐِู‰ " ุฅِู„ْุจَุณُูˆْุง ู…ِู†ْ ุซِูŠَุงุจِูƒُู…ُ ุงْู„ุจَูŠَุงุถَ ูَุฅِู†َّู‡َุง ู…ِู†ْ ุฎَูŠْุฑِ ุซِูŠَุงุจِูƒُู…ْ ูˆَูƒَูِّู†ُูˆْุง ูِูŠْู‡َุง ู…َูˆْุชَุงูƒُู…ْ " ูˆَูŠُุณَู†ُّ ุฃَู†ْ ุชَูƒُูˆْู†َ ุฌَุฏِูŠْุฏَุฉً ูَุฅِู†ْ ู„َู…ْ ุชَูƒُู†ْ ุฌَุฏِูŠْุฏَุฉً ูَู‚َุฑِูŠْุจَุฉٌ ู…ِู†ْู‡َุง ูˆَูŠُุณَู†ُّ ุฃَู†ْ ูŠَุฒِูŠْุฏَ ุงْู„ุฅِู…َุงู…ُ ูู‰ِ ุญُุณْู†ِ ุงู„ْู‡َูŠْุฆَุฉُ ِู„ู„ุฅِุชْุจَุงุนِ ูˆَู„ุฃَู†َّู‡ُ ู…َู†ْุธُูˆْุฑٌ ุฅِู„َูŠْู‡ِ ูˆَุงْู„ุฃَูƒْู…َู„ُ ุฃَู†ْ ุชَูƒُูˆْู†َ ุซِูŠَุงุจُู‡ُ ูƒُู„ُّู‡َุง ุญَุชَّู‰ ุงْู„ุนِู…َุงู…َุฉُ ุจَูŠْุถَุงุกَ ูَุฅِู†ْ ู„َู…ْ ุชَูƒُู†ْ ูƒُู„ُّู‡َุง ูَุฃَุนْู„ุงَู‡َุง ูˆَูŠُุทْู„َุจُ ุฐَุงู„ِูƒَ ุญَุชู‰َّ ูِู‰ ุบَูŠْุฑِ ูŠَูˆْู…ِ ุงู„ْุฌُู…ْุนَุฉِ ู„ุฅِุทْู„ุงَู‚ِ ุงู„ْุฎَุจَุฑِ ุงู„ْู…َุฐْูƒُูˆْุฑِ
 “Dikatakan bahwa pakaian yang paling utama adalah pakaian putih, karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih karena pakaian putih itu sebaik-baik pakaianmu dan kafanilah orang-orang matimu dengannya (kain kafan yang putih)” dan disunnahkan yang baru apabila ada, namun apabila tidak ada yang baru maka yang paling baru (bagus) diantara yang lainnya. Dan disunnahkan bagi imam untuk menyempurnakan keadaannya, karena dia diikuti dan menjadi pusat perhatian. Dan yang lebih sempurna adalah hendaknya seseorang memakai pakaian yang berwarna putih semua sampai sorbannyapun berwarna putih, maka apabila tidak ada yang putih kesemuanya, maka hendaknya bagian atas diusahakan (untuk berwarna putih), dan dianjurkan memakai pakaian putih sehingga pada hari selain hari jumat sekalipun, karena mutlaknya hadits yang telah disebut."

Senada dengan bunyi hadits tersebut diatas dikemukakan pula dalam kitab-kitab lainnya seperti kitab Minhajul Qowim hal.88, Maroqil Ubudiyah hal.54, Mawahibus somad hal. 60. Bulughul Marom hal. 63, Nihayatuz Zain hal. 142, Al Iqna juz I hal. 159, Al-Minhajut Tullab hal. 78, Fathul Wahab Juz I hal. 78, Hasiyah Qolyubi Juz I hal. 383, Fiqhus Sunnah Juz I hal. 436, dll.
Mengenai keutamaan pakaian putih ini telah banyak dikemukakan pula oleh banyak ulama dalam kitab-kitabnya, seperti berikut;

ูˆَุฃَูْุถَู„ُ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุงَู„ْุจَูŠَุงุถُ ู„ِู…َุง ุฑَูˆَู‰ ุณَู…ُุฑَุฉُ ุจْู†ُ ุฌُู†ْุฏَุจٍ ู‚َุงู„َ: ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ ุต ู…. ุฅِู„ْุจَุณُูˆْุง ุงู„ุซِّูŠَุงุจَ ุงْู„ุจِูŠْุถَ ูَุฅِู†َّู‡َุง ุฃَุทْู‡َุฑُ ูˆَุฃَุทْูŠَุจُ. ูˆَูŠُุณْุชَุญَุจُّ ِู„ู„ุฅِู…َุงู…ِ ู…ِู†َ ุงู„ุฒِّูŠْู†َุฉِ ุฃَูƒْุซَุฑُ ู…ِู…َّุง ูŠُุณْุชَุญَุจُّ ู„ِุบَูŠْุฑِู‡ِ ِู„ุฃَู†َّู‡ُ ูŠُู‚ْุชَุฏَู‰ ุจِู‡ِ ูˆَุงْู„ุฃَูْุถَู„ُ ุฃَู†ْ ูŠَุชَุนَู…َّู…َ ูˆَูŠَุฑْุชَุฏِูŠَ ุจِุจُุฑْุฏٍ ِู„ุฃَู†َّ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ ุต ู…. ูƒَุงู†َ ูŠَูْุนَู„ُ ุฐَุงู„ِูƒَ
 "Pakaian yang paling utama adalah yang berwarna putih, karena ada hadits yang diriwayatkan oleh samuroh bin jundab bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: 'Pakailah pakaian yang berwarna putih, karena pakaian putih itu lebih (terjaga) kesuciannya serta lebih baik'. Dan disunnahkan bagi imam untuk lebih menghias diri daripada yang lainnya (makmum), karena dia (imam) diikuti orang. Dan akan lebih afdhol lagi apabila memakai sorban dan rida, karena sesungguhnya nabi memakainya (melakukannya)."
Senada dengan bunyi hadits tersebut diatas dikemukakan pula dalam kitab-kitab lainnya seperti kitab Syama'ilul Muhammadiyah hal.69 dan 75, Riyadus Sholihin hal 366, Sunan Ibnu Majjah hadits ke 3567, dll.
Mengenai keutamaan pakaian putih tersebut banyak dikemukakan oleh para ulama didalam kitab-kitabnya, karena hal itu merupakan bagian dari ajaran islam. Seperti yang dikemukakan oleh para ulama dalam kitab-kitabnya sebagai berikut;

ูˆَู‡َูŠْุฆَุงุชُู‡َุง ุฃَุฑْุจَุนُ ุฎِุตَุงู„ٍ ุงَู„ْุบُุณْู„ُ ูˆَุชَู†ْุธِูŠْูُ ุงู„ْุฌَุณَุฏِ ูˆَู„ُุจْุณُ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุงْู„ุจِูŠْุถِ ูˆَุฃَุฎْุฐُ ุงู„ุธُّูْุฑِ ูˆَุงู„ุทِّูŠْุจُ
 “Sunnah hai’at sebelum melaksanakan shalat jum’at ada empat perkara, yaitu; Mandi, membersihkan badan, memakai pakaian yang putih, memotong kuku dan memakai wewangian."

ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ุจِุงْู„ุจَูŠَุงุถِ ู…ِู†َ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ูَูŠَู„ْุจَุณُู‡َุง ุฃَุญْูŠَุงุคُูƒُู…ْ ูˆَูƒَูِّู†ُูˆْุง ูِูŠْู‡َุง ู…َูˆْุชَุงูƒُู…ْ ูَุฅِู†َّู‡َุง ู…ِู†ْ ุฎَูŠْุฑِ ุซِูŠَุงุจِูƒُู…ْ
 "Hendaklah kamu memakai pakaianmu yang berwarna putih, maka pakailah selama hidupmu dan kafanilah orang-orang matimu dengan yang berwarna putih, maka sesungguhnya pakaian/ kain yang berwarna putih itu sebaik-baiknya pakaianmu."

 (ูˆَ) ุงู„ุซَّุงู„ِุซُ (ู„ُุจْุณُ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุงْู„ุจِูŠْุถِ) ูَุฅِู†َّู‡َุง ุฃَูْุถَู„ُ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ
 “Dan yang ketiga adalah memakai pakaian yang berwarna putih, karena pakaian putih itu pakaian yang paling utama”

(ูˆَุงู„ุซَّุงู„ِุซُ ู„ُุจْุณُ) ุฃَุญْุณَู†ِ ุซِูŠَุงุจِู‡ِ ู…ِู†َ ุงْู„ุฃَุจْูŠَุถِ ูˆَุงْู„ุฃَุฎْุถَุฑِ ِู„ุฃَู†َّู‡ُู…َุง ู…ِู†ْ ู„ِุจَุงุณِ ุฑَุณُูˆْู„ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุต ู…. ูˆَุงْู„ุฃَูˆْู„َู‰ ู„ُุจْุณُ (ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุงْู„ุจِูŠْุถِ ูَุฅِู†َّู‡َุง ุฃَูْุถَู„ُ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ) ูˆَุจَุนْุฏَู‡َุง ุงْู„ุฃَุฎْุถَุฑُ ูِู‰ ูƒُู„ِّ ุฒَู…َู†ٍ ุญَูŠْุซُ ู„ุงَ ุนُุฐْุฑَ

“Dan yang ketiga adalah memakai sebaik-baiknya pakaian, yaitu yang berwarna putih dan hijau. Karena keduanya adalah pakaian Rasulullah saw. dan yang lebih utama dari keduanya adalah putih. Karena pakaian yang berwarna putih itu paling utamanya pakaian, dan setelahnya adalah pakaian yang berwarna hijau. Dan ini berlaku untuk setiap zaman selama tidak ada udzur (halangan)."

ูˆَูŠَู„ْุจَุณُ ุฃَุญْุณَู†َ ุซِูŠَุงุจِู‡ِ ูˆَุฃَูْุถَู„ُู‡َุง ุงْู„ุจِูŠْุถُ
 “Dan seseorang hendaknya memakai sebaik-baik pakaiannya, dan yang paling utama adalah yang berwarna putih”

(ูˆَู„ُุจْุณُ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุงู„ْุจِูŠْุถِ) ุจِุฃَู†ْ ุชَูƒُูˆْู†َ ุซِูŠَุงุจُู‡ُ ูƒُู„ُّู‡َุง ุจَูŠْุถَุงุกَ ูˆَุงْู„ุฃَุนْู„َู‰ ู…ِู†ْู‡َุง ุขูƒَุฏُ
 “(Dan memakai pakaian putih) bahkan apabila ada, yang berwarna putih semuanya. Dan bagian atas putih itu hendaklah lebih didahulukan karena lebih Mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan)”

ุซُู…َّ ุชَุฒَูŠَّู†َ ุจِุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุงْู„ุจِูŠْุถِ ูَุฅِู†َّู‡َุง ุฃَุญَุจُّ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุฅِู„َู‰ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰
 “Kemudian berhiaslah dengan pakaianmu yang berwarna putih, karena pakaian putih itu paling disenangi oleh Allah swt.”

2. Keutamaan Qamis, Jubbah, Sorban
Jubbah, sorban, dll. merupakan pakaian yang telah dianjurkan oleh Rasulallah saw. seperti yang dijelaskan oleh para ulama dalam beberapa kitabnya sebagai berikut;

ูˆَูŠُุณَู†ُّ ู„ِู„ْู…ُุตَู„ِّู‰ ุฃَู†ْ ูŠَู„ْุจَุณَ ุฃَุญْุณَู†َ ุซِูŠَุงุจِู‡ِ ูˆَูŠَุฑْุชَุฏِูŠَ ูˆَูŠَุชَุนَู…َّู…َ ูˆَูŠَุชَู‚َู…َّุตَ ูˆَูŠَุชَุทَูŠْู„َุณَ ูˆَู„َูˆْ ูƒَุงู†َ ุนِู†ْุฏَู‡ُ ุซَูˆْุจَุงู†ِ ูَู‚َุทْ ู„َุจِุณَ ุฃَุญَุฏَู‡ُู…َุง ูˆَุงุฑْุชَุฏَู‰ ุจِุงْู„ุขุฎَุฑِ ุฅِู†ْ ูƒَุงู†َ
 “…. Dan disunnahkan bagi seseorang yang hendak melaksanakan sholat, agar memakai pakaian yang paling baik (yang ia miliki) dan hendaknya ia memakai rida, sorban, gamis, thailasan, dan apabila ia hanya memiliki dua macam saja, maka pakailah salah satu dari keduanya dan menjadikan rida dengan yang lainnya, itupun jika ada pakaian.”

(ู…َุณْุฆَู„َุฉٌ) ูŠُุณَู†ُّ ู„ُุจْุณُ ุงู„ْู‚َู…ِูŠْุตِ ูˆَุงْู„ุฅِุฒَุงุฑِ ูˆَุงْู„ุนِู…َุงู…َุฉِ ูˆَุงู„ุทَّูŠْู„َุณَุงู†ِ ูِู‰ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉِ ูˆَุบَูŠْุฑِู‡َุง ุฅِู„ุงَّ ูِู‰ ุญَุงู„ِ ุงู„ู†َّูˆْู…ِ ูˆَู†َุญْูˆِู‡ِ ูŠُุฎْุชَุตُّ ุงู„ุทَّูŠْู„َุณَุงู†ُ ุบَุงู„ِุจًุง ุจِุฃَู‡ْู„ِ ุงْู„ูَุถْู„ِ ู…ِู†َ ุงْู„ุนُู„َู…َุงุกِ ูˆَุงู„ุฑُّุคَุณَุงุกِ
 "Disunnahkan memakai Qamis, sarung, sorban, dan thailasan diwaktu sholat atau diluar sholat kecuali diwaktu tidur dan sebagainya, akan tetapi thailasan itu khusus bagi orang-orang mulia dari kalangan ulama dan pemimpin."

(ุณَุชْุฑُ ุงู„ْุนَูˆْุฑَุฉِ) ... ูˆَุฃَูˆْู„َู‰ ุงู„ุณَّุชْุฑِ ุงู„ْู‚َู…ِูŠْุตُ ู…َุนَ ุงู„ุณَّุฑَุงูˆِูŠْู„ِ ุซُู…َّ ุงْู„ู‚َู…ِูŠْุตُ ู…َุนَ ุงْู„ุฅِุฒَุงุฑِ ุซُู…َّ ุงู„ุฑِّุฏَุงุกُ
 “(Menutup Aurot) dan penutup aurot yang paling utama adalah Gamis dengan celana atau Gamis dengan sarung, kemudian ditambah rida."

ูˆَู„ِุฑَุฌُู„ٍ ุฃَุญْุณَู†ُ ุซِูŠَุงุจِู‡ِ ูˆَูŠَุชَู‚َู…َّุตُ ูˆَูŠَุชَุนَู…َّู…َ ูَุฅِู†ِ ุงู‚ْุชَุตَุฑَ ูَุซَูˆْุจَุงู†ِ ู‚َู…ِูŠْุตٌ ู…َุนَู‡ُ ุฑِุฏَุงุกٌ
 "Hendaklah bagi laki-laki agar memakai sebaik-baik pakaiannya dan hendaklah ia memakai qamis (jubah), sorban, dan apabila ingin membatasi maka cukuplah memakai dua pakaian yaitu qamis dengan rida"

ูƒَุงู†َ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูŠَู„ْุจَุณُ ู…ِู†َ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ู…َุงูˆَุฌَุฏَ ู…ِู†ْ ุฅِุฒَุงุฑٍ ุฃَูˆْ ุฑِุฏَุงุกٍ ุฃَูˆْ ู‚َู…ِูŠْุตٍ ุฃَูˆْ ุฌُุจَّุฉٍ ุฃَูˆْ ุบَูŠْุฑِ ุฐَุงِู„ูƒَ ูˆَูƒَุงู†َ ูŠُุนْุฌِุจُู‡ُ ุงู„ْุฎُุถْุฑُ ูˆَูƒَุงู†َ ุฃَูƒْุซَุฑُ ู„ِุจَุงุณِู‡ِ ุงْู„ุจَูŠَุงุถَ ูˆَูŠَู‚ُูˆْู„ُ ุฅِู„ْุจَุณُูˆْู‡َุง ุฃَุญْูŠَุงุคُูƒُู…ْ ูˆَูƒَูِّู†ُูˆْุง ูِูŠْู‡َุง ู…َูˆْุชَุงูƒُู…ْ
 "Rasulullah saw memakai pakaian yang beliau miliki, yaitu sarung, rida, gamis, jubah, atau yang lainnya. Dan Nabi menyukai pakaian yang berwarna hijau, tetapi pakaian yang paling sering dipakai Rasulullah adalah pakaian yang berwarna putih. Dan beliau bersabda: Pakailah olehmu pakaian yang berwarna putih semasa hidupmu dan kafanilah orang-orang matimu dengan yang berwarna putih."

Tentang memakai sorban terdapat beberapa pandangan para ulama sebagai berikut;

(ูˆَู‚َุงู„َ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฑَูƒْุนَุชَุงู†ِ ุจِุนِู…َุงู…َุฉٍ ุฎَูŠْุฑٌ ู…ِู†ْ ุณَุจْุนِูŠْู†َ ุฑَูƒْุนَุฉً ุจِู„ุงَ ุนِู…َุงู…َุฉٍ) ุฑَูˆَุงู‡ُ ุงู„ุฏَّูŠْู„َู…ِู‰ ุนَู†ْ ุฌَุงุจِุฑٍ ู‚َุงู„َ ุงู„ْู…ُู†َุงูˆِู‰ُّ ِู„ุฃَู†َّ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉَ ุญَุถْุฑَุฉُ ุงู„ْู…َู„ِูƒِ ูˆَุงู„ุฏُّุฎُูˆْู„ُ ุฅِู„َู‰ ุญَุถْุฑَุฉِ ุงู„ْู…َู„ِูƒِ ุจِุบَูŠْุฑِ ุชَุฌَู…ُّู„ٍ ุฎِู„ุงَูُ ุงْู„ุฃَุฏَุจِ
 Rasulallah saw bersabda: “Dua rokaat dengan memakai sorban lebih baik dari 70 rokaat tanpa memakai sorban”(HR. Dzailami dari Jabir). Dan Imam Al-Munawi berkata: karena sholat itu menghadap maharaja (Allah swt), dan sangat tidak beradab apabila seseorang ingin menghadap maharaja (Allah swt) kemudian ia tidak berhias.

ู‚ุงู„ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…: ุชَุนَู…َّู…ُูˆุง ูَุฅِู†َّ ุงู„ْู…َู„ุงَุฆِูƒَุฉَ ุชَุนَู…َّู…َุชْ
"Bersorbanlah kalian karena sesungguhnya para malaikat itu memakai sorban"

ูˆَูƒَุงู†َ ุฏَุงุฆِู…ًุง ูŠَู„ْุจَุณُ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ ุต ู…. ุงู„ู„ِّุจَุงุณَ ุงْู„ุฃَุจْูŠَุถَ ูˆَุงْู„ุนَู…َุงุฆِู…َ ุงْู„ุจَูŠْุถَุงุกَ ุฅِู„ุงَّ ูِู‰ ู…َุฑَّุงุชٍ ู‚َู„ِูŠْู„َุฉٍ ู„َุจِุณَ ุงْู„ุนِู…َุงู…َุฉَ ุงู„ุณَّูˆْุฏَุงุกَ ู…ِุซْู„َ ูَุชْุญِ ู…َูƒَّุฉَ
 "Bahwa Rasulullah saw selalu memakai pakaian yang berwarna putih dan sorban putih, kecuali sesekali Rasulullah saw. pernah memakai sorban warna hitam seperti pada waktu Fathu Makkah (penaklukan kota makkah)."

ุญَุฏَّุซَู†َุง ู‡َุงุฑُูˆْู†ُ ุจْู†ُ ุฅِุณْุญَุงู‚َ ุงู„ْู‡َู…َุฏَุงู†ِูŠُّ ุญَุฏَّุซَู†َุง ูŠَุญْูŠَ ุจْู†ُ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ุนَู†ْ ุนُุจَูŠْุฏِ ุงู„ู„ู‡ ุจْู†ِ ุนُู…َุฑَ ุนَู†ْ ู†َุงูِุนِ ุนَู†ِ ุงุจْู†ِ ุนُู…َุฑَ ู‚َุงู„َ : ูƒَุงู†َ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุฅِุฐَุง ุงุนْุชَู…َّ ุณَุฏَู„َ ุนِู…َุงู…َุชَู‡ُ ุจَูŠْู†َ ูƒَุชِูَูŠْู‡ِ, ู‚َุงู„َ ู†َุงูِุนٌ : ูˆَูƒุงَู†َ ุงุจْู†ُ ุนُู…َุฑَ ูŠَุณْุฏِู„ُ ุนِู…َุงู…َุชَู‡ُ ุจَูŠْู†َ ูƒَุชِูَูŠْู‡ِ ู‚َุงู„َ ุนُุจَูŠْุฏُ ุงู„ู„ู‡ ุฑَุฃَูŠْุชُ ุงู„ْู‚َุงุณِู…َ ูˆَุณَุงู„ِู…ุงً ูŠَูْุนَู„ุงَู†ِ ุฐَุงู„ِูƒَ. ู‚َุงู„َ ุงَุจُูˆ ุนِูŠْุณَู‰ ู‡َุฐุงَ ุญَุณَู†ٌ ุบَุฑِูŠْุจٌ
Diriwayatkan dari Harun bin Ishak Al-Hamdani, dari Yahya bin Muhammad al Madani bin Muhamad, dari Ibnu Umar dari Nafi’ ia berkata, adalah Nabi SAW apabila beliau memakai sorban, maka beliau meletakkan sorbannya diantara dua belikatnya. Nafi’ berkata: Ibn Umar juga meletakkan sorbannya diantara dua belikatnya. Ubaidillah berkata: aku melihat Qosim dan Salim melakukan seperti itu dan menurut Abu Isa, hadits ini adalah hadits Hasan Gharib.
Hadits senadapun terdapat dalam kitab Syamailul Muhammadiyah hal. 107 dan kitab Qutuf minas Syama’il hal. 97.


Dalam kitab Sunan Abi Dawud hadits ke 4078 terdapat hadits tentang Kopyah sebagai berikut;

ู‚َุงู„َ ุฑُูƒَุงู†َุฉُ ูˆَุณَู…ِุนْุชُ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠَู‚ُูˆْู„ُ: ูَุฑْู‚ُ ู…َุง ุจَูŠْู†َู†َุง ูˆَุจَูŠْู†َ ุงู„ْู…ُุดْุฑِูƒِูŠْู†َ ุงู„ْุนَู…َุงุฆِู…ُ ุนَู„َู‰ ุงْู„ู‚َู„ุงَู†ِุณِ
 "Sahabat Rukanah berkata: saya mendengar nabi saw bersabda: pembeda diantara kita dan orang-orang musyrik adalah sorban yang terletak diatas kopyah"
Mengenai pakaian putih dan sorban, jubah, dll., yang dipakai oleh jamaah Asy-Syahadatain ini banyak yang mengatakan su'ul adab, dengan alasan bahwa pakaian tersebut adalah pakaiannya para ulama.
Setelah menelusuri sumber-sumber hadits dan qaul ulama, tidak diketemukannya hadits atau ucapan para salaf yang mengatakan bahwa berpakaian demikian itu dilarang bagi kebanyakan ummat, bahkan yang kami temukan adalah perintah untuk memakainya, karena pakaian yang demikian itu adalah sunnah Rasul (pakaian yang dipakai rasul). Oleh sebab itu dianjurkan para umat islam untuk memakainya karena Rasulpun memakainya, sehingga orang-orang yang memakainya dengan tujuan mengikuti Rasul maka ia akan mendapatkan keutamaan dari Allah.

3. Hukum memakai pakaian yang berwarna hitam
Dalam beberapa kitab salaf dijelaskan tentang hukum memakai pakaian yang berwarna hitam, ada yang berpendapat Makruh, Khilaful aula dan ada yang berpendapat bid’ah.

ู…َู†ْ ู†َุธُูَ ุซَูˆْุจُู‡ُ ู‚َู„َّ ู‡َู…ُّู‡ُ ูˆَู…َู†ْ ุทَุงุจَ ุฑِูŠْุญُู‡ُ ุฒَุงุฏَ ุนَู‚ْู„ُู‡ُ ูˆَุฃَู…َّุง ุงْู„ูƒِุณْูˆَุฉُ ูَุฃَุญَุจُّู‡َุง ุงู„ْุจَูŠَุงุถُ ู…ِู†َ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุฅِุฐْ ุฃَุญَุจُّ ุงู„ุซِّูŠَุงุจِ ุฅِู„َู‰ ุงู„ู„ู‡ ุชَุนَุงู„َู‰ ุงْู„ุจِูŠْุถُ ู„ุงَูŠَู„ْุจَุณُ ู…َุง ูِูŠْู‡ِ ุดُู‡ْุฑَุฉٌ ูˆَู„ُุจْุณُ ุงู„ุณَّูˆَุงุฏِ ู„َูŠْุณَ ู…ِู†َ ุงู„ุณُّู†َّุฉِ ูˆَู„ุงَูِูŠْู‡ِ ูَุถْู„ٌ ุจَู„ْ ูƒَุฑَّู‡َ ุฌَู…َุงุนَุฉٌ ุงู„ู†َّุธْุฑَ ุฅِู„َูŠْู‡ِ ِู„ุฃَู†َّู‡ُ ุจِุฏْุนَุฉٌ ู…ُุญْุฏَุซَุฉٌ ุจَุนْุฏَ ุฑَุณُูˆْู„ِ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…
 "Barang siapa bersih pakaiannya maka sedikit susahnya, dan barangsiapa wangi baunya maka bertambah akalnya. Dan adapun pakaian yang lebih dicintai adalah pakaian yang berwarna putih, karena pakaian yang lebih dicintai Allah adalah yang berwarna putih, yang tidak dipakai karena mengandung keinginan ketenaran (Riya). Dan adapun memakai pakaian berwarna hitam itu tidak termasuk sunnah dan tidak pula mengandung keutamaan, bahkan ada satu golongan ulama yang menghukumi makruh melihatnya karena memakai pakaian berwarna hitam itu perbuatan bid’ah yang terjadi setelah sepeninggalan rasul saw."

ูˆَูِู‰ ู…َูˆْุถِุนِ ู…ِู†َ ุงْู„ุฅِุญْูŠَุงุกِ ูŠُูƒْุฑَู‡ُ ุงู„ุณِّูˆَุงุฏُ ุฃَู‰ْ ุฎِู„ุงَูُ ุงْู„ุฃَูˆْู„َู‰ ูˆَู‚َุงู„َ ุงู„ุดَّูŠْุฎُ ุนِุฒُّ ุงู„ุฏِّูŠْู†ِ ุฅِุฏَุงู…َุฉُ ู„ُุจْุณِู‡ِ ุจِุฏْุนَุฉٌ ูˆَู‚َุถِูŠَّุชُู‡ُ ุฃَู†ْ ู„ุงَุจِุฏْุนَุฉَ ูِู‰ ุบَูŠْุฑِ ุฅِุฏَุงู…َุชِู‡ِ ِู„ู„ุฃَุญَุงุฏِูŠْุซِ ุงู„ุตَّุญِูŠْุญَุฉِ ุจِู„ُุจْุณِู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู… ู„َู‡ُ ูِู‰ ู…َูˆَุงุถِุนَ ุนَุฏِูŠْุฏَุฉٍ ู„َูƒِู†ْ ู„ุงَูŠُู†َุงูِู‰ ุฐَุงู„ِูƒَ ุฃَูْุถَู„ِูŠَุฉُ ุงْู„ุจَูŠَุงุถِ
“Dalam kitab ihya terdapat keterangan tentang makruhnya memakai pakaian berwarna hitam, Dan Syekh Izuddin mengatakan bahwa: apabila terus menerus memakai pakaian berwarna hitam maka hukumnya bid’ah, tetapi kalau tidak terus menerus maka tidak bid’ah; karena ada hadis yang menerangkan bahwa Rasulallah saw pernah memakainya (memakai pakaian hitam) dalam beberapa waktu, tetapi itu semua tidak menghilangkan/ menafikan keutamaan warna putih.

ุฅِุฏَุงู…َุฉُ ู„ُุจْุณِ ุงู„ุณَّูˆَุงุฏِ ูˆَู„َูˆْ ูِู‰ ุงู„ู†ِّุนَุงู„ِ ุฎِู„ุงَูُ ุงْู„ุฃَูˆْู„َู‰
"Memakai yang berwarna hitam secara terus menerus itu hukumnya Khilaful Aula (kurang baik) walaupun dalam masalah sandal" (apalagi dengan pakaian sholat)
Dengan demikian, jelaslah bahwa Tuntunan Syekhuna yang membina ummat dengan berpakaian Jubbah, Sorban, Rida, kufiyah, Sajadah, dan Sarung yang serba putih disaat beribadah merupakan Sunnah Rasulullah saw.

Dalam kaitannya terhadap tatacara berdzikir atau berdo’a, syekhuna menuntun beberapa cara berdzikir sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. karena hanya orang-orang yang dekat dengan Allahlah yang bahagia didunia dan akherat. Didalam Al-quran terdapat banyak perintah untuk berdzikir, diantaranya yaitu

ูˆَุงุฐْูƒُุฑُูˆุง ุงู„ู„ู‡َ ูƒَุซِูŠْุฑًุง ู„َّุนَู„َّูƒُู…ْ ุชُูْู„ِุญُูˆْู†َ
“Banyak-banyaklah kalian mengingat Allah supaya kamu mendapat kemenangan.” (Qs. Al Jumu’ah: 10)

ูŠَุงุงَูŠُّู‡َุง ุงَّู„ุฐِูŠْู†َ ุขู…َู†ُูˆْุง ุงุฐْูƒُุฑُูˆْุง ุงู„ู„ู‡َ ุฐِูƒْุฑًุง ูƒَุซِูŠْุฑًุง
“Wahai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak.” (Qs. Al-Ahzab: 41)

Rasulullah saw bersabda: 
ุฃَู„ุงَ ุฃُู†َุจِّุฆُูƒُู…ْ ุจِุฎَูŠْุฑِ ุฃَุนْู…َุงู„ِูƒُู…ْ, ูˆَุฃَุฒْูƒَุงู‡َุง ุนِู†ْุฏَ ู…َู„ِูƒِูƒُู…ْ ูˆَุฃَุฑْูَุนُู‡َุง ูِู‰ ุฏَุฑَุฌَุงุชِูƒُู…ْ ูˆَุฎَูŠْุฑٌ ู…ِู†ْ ุฅِุนْุทَุงุกِ ุงู„ุฐَّู‡َุจِ ูˆَุงْู„ูˆَุฑِู‚ِ ูˆَุฃَู†ْ ุชَู„ْู‚َูˆْุง ุนَุฏُูˆَّูƒُู…ْ ูَุชَุถْุฑِุจُูˆْุง ุฃَุนْู†َุงู‚َู‡ُู…ْ ูˆَูŠَุถْุฑِุจُูˆْุง ุฃَุนْู†َุงู‚َูƒُู…ْ؟ ู‚َุงู„ُูˆْุง: ู…َุงุฐَุงูƒَ ูŠَุงุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ู‡؟ ู‚َุงู„َ: ุฐِูƒْุฑُ ุงู„ู„ู‡ِ ุชَุนَุงู„َู‰
“Tidakkah aku beritahukan kepada kalian tentang sebaik-baik amal kalian, yang paling suci disisi Tuhan kalian, yang paling metinggikan derajat kalian, dan yang lebih baik daripada memberikan emas dan perak. Dan daripada kalian bertemu musuh-musuh kalian, maka kalian memukul tengkuk mereka dan merekapun (ganti) memukul tengkuk kalian.” Para sahabat bertanya; “Apa itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab; “Zikrullah” (HR. Al Baihaqy).

Dalam Tuntunannya (Tuntunan Syekhuna), Syekhuna mencontohkan tatacara beribadah dengan banyak berdzikir kepada Allah swt, karena dengan dzikrullah secara rutin/istiqomah, maka akan mengantarkan kita untuk selalu dekat dengan Allah swt., dan orang yang dekat dengan Allah akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan akherat. Dan Inti/pokok utama dari tuntunan Syekhuna adalah Dzikir/ hidupnya hati beristiqomah dalam mengingat Allah.
Mudzakaroh atau berdzikir adalah proses pertama dalam menempuh Ma'rifat Billah, yaitu menetapkan Lafadz Allah didalam hati dalam segala tingkahnya. Terdapat sebuah hadits dalam Sunan At-Tirmidzi pada bab fitnah. Yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik.

ู„ุงَุชَู‚ُูˆْู…ُ ุงู„ุณَّุงุนَุฉُ ุญَุชَّู‰ ู„ุงَูŠُู‚َุงู„ُ ูِู‰ ุงْู„ุงَุฑْุถِ ุงَู„ู„ู‡ ุงَู„ู„ู‡
"Kiamat tidak akan terjadi sampai dibumi ini hingga tidak ada yang mengucapkan Allah Allah."

ู„ุงَุชَู‚ُูˆْู…ُ ุงู„ุณَّุงุนَุฉُ ูˆَุนَู„َู‰ ูˆَุฌْู‡ِ ุงْู„ุงَุฑْุถِ ู…َู†ْ ูŠَู‚ُูˆْู„ُ ุงَู„ู„ู‡ ุงَู„ู„ู‡
"Kiamat tidak akan terjadi sedangkan dimuka bumi ini masih ada yang mengucapkan Allah Allah." 

ูَุงุดْุชَุบِู„ْ ุจِุฐِูƒْุฑِ ุฎَุงู„ِู‚ِูƒَ ุฃَู‰ْ ุฐِูƒْุฑٌ ู…ِู†َ ุงْู„ุฃَุฐْูƒَุงุฑِ ูˆَุฃَุนْู„ุงَู‡َุง ู‡ُูˆَ ู‚َูˆْู„ُูƒَ ุงَู„ู„ู‡ ุงَู„ู„ู‡ ุงَู„ู„ู‡ ู„ุงَุชَุฒِูŠْุฏُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุดَูŠْุฆًุง
"Maka Sibukkanlah kalian dengan mengingat Tuhan yang menciptakan kalian, yaitu dzikir dari banyak dzikir, dan yang lebih utama adalah ucapanmu `Allah` (didalam hati) dengan tidak menambahi sesuatu daripadanya."
Hadits tersebut mengisyaratkan dzikir didalam hati yaitu berupa lafadz Allah. Dzikir ada dua macam, yaitu dzikir lisan dan dzikir hati. Dzikir lisan bagi seorang hamba akan mengantarkannya pada kelanggengan dzikir hati. Dzikir lisan ini sangat berpengaruh pada dzikir hati, apabila lisannya berdzikir bersamaan dengan dzikirnya hati, maka ia telah memasuki tahapan Mudzakarah yang sempurna.
Mengenai konsep dzikir dalam Tuntunan Syekhuna akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Dalam Tuntunan Syekhuna terdapat beberapa cara dalam kaitannya dengan jenazah setelah dikuburkan, yaitu Talkin, Tahlil, Solat Hadiyah, dll.
Talkin
Talkin adalah mengajarkan orang yang telah mati untuk menjawab pertanyaan malaikat munkar nakir dengan membaca dua kalimat syahadat. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi saw. sebagai berikut:

ูˆَู‚َุงู„َ ุต ู…: ูŠَุง ุงَุจَุง ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ู„َู‚ِّู†ِ ุงู„ْู…َูˆْุชَู‰ ุดَู‡َุงุฏَุฉَ ุฃَู†ْ ู„ุงَุงِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ ูَุฅِู†َّู‡َุง ุชَู‡ْุฏِู…ُ ุงู„ุฐُّู†ُูˆْุจَ ู‡َุฏْู…ًุง. ู‚ُู„ْุชُ: ูŠَุงุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ู‡ ู‡َุฐَุง ู„ِู„ْู…َูˆْุชَู‰ ูˆَูƒَูŠْูَ ู„ِู„ุฃَุญْูŠَุงุกِ؟ ู‚َุงู„َ ุต ู…: ู‡ِูŠَ ุฃَู‡ْุฏَู…ُ ูˆَุฃَู‡ْุฏَู…ُ.
“Rasulullah saw. bersabda: “Hai Abu Hurairah, Ajarkanlah orang yang telah meninggal dengan Syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah, karena syahadat itu melebur dosa dengan selebur-leburnya (hancur)” Aku berkata: “Wahai Rasulullah, ini untuk orang yang telah mati, lalu bagaimana untuk orang yang masih hidup?” Rasulullah menjawab: “Syahadat itu lebih menghancur leburkan dan menghancurkan."
Hadits tersebut memaparkan tentang manfaat syahadat yaitu menghancurkan dosa bagi orang yang telah mati dan bagi orang yang masih hidup. Oleh karenanya diperintahkan untuk mentalkin mayit dengan cara menuntunnya setelah dikuburkan, dan juga mentalkin syahadat bagi orang hidup dengan cara mengajarkannya, yaitu dengan membacanya secara istiqomah, sehingga didalam kubur kelak akan diajarkan oleh Allah swt. Hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnu Abbas sebagai berikut:

ู‚َุงู„َ ุงุจْู†ُ ุนَุจَّุงุณٍ : ู…َู†ْ ุฏَุงูˆَู…َ ุนَู„َู‰ ุงู„ุดَّู‡َุงุฏَุฉِ ูِู‰ ุงู„ْุญَูŠَุงุฉِ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูŠُุซَุจِّุชُู‡ُ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡َุง ูِู‰ ู‚َุจْุฑِู‡ِ ูˆَูŠُู„َู‚ِّู†ُู‡ُ ุฅِูŠَّุงู‡َุง
“Ibnu Abbas RA berkata: Barangsiapa mendawamkan syahadat selama hidup didunia, maka Allah swt akan menetapkan syahadat itu kepadanya didalam kubur."
Dalam penerapannya, syekhuna menuntun mayit untuk membaca dua kalimat syahadat sebagai jawaban dari pertanyaan Munkar Nakir. Hal inipun terdapat sebuah dalil yang menguatkannya yaitu tertulis dalam kitab talkin yang biasa digunakan oleh kaum muslimin. Yaitu yang berbunyi

ุงُุฐْูƒُุฑِ ุงْู„ุนَู‡ْุฏَ ุงู„َّุฐِู‰ ุฎَุฑَุฌْุชَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ู…ِู†ْ ุฏَุงุฑِ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ุฅِู„َู‰ ุฏَุงุฑِ ุงْู„ุขุฎِุฑَุฉِ ูˆَู‡ِู‰َ ุดَู‡َุงุฏَุฉُ ุฃَู†ْ ู„ุงَุงِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ ูˆَุฃَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุฑَّุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ
“Ingatlah akan perjanjian ketika engkau keluar dari dunia keakhirat, ialah mengenai syahadat (persaksian) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah.”

ูَู…ِู†ْ ุฐَู„ِูƒَ ุญَุฏِูŠْุซُ ุฃَุจِู‰ ู†ُุนَูŠْู… ุฃَู†َّู‡ُ ุต ู…. ู‚َุงู„َ ุฃُุญْุถُุฑُูˆْุง ู…َูˆْุชَุงูƒُู…ْ ูˆَู„َู‚ِّู†ُูˆْู‡ُู…ْ ู„ุงَุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ ูˆَุจَุดِّุฑُูˆْู‡ُู…ْ ุจِุงู„ْุฌَู†َّุฉِ (ุงู„ูุชุงูˆู‰ ุงู„ุญุฏูŠุซูŠุฉ ุต 20)
"Maka sebagian dari itu sebuah hadits dari Abi Nuaim bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Hadirilah orang-orang matimu dan ajarilah (talkinlah) mereka bahwa Tiada tuhan selain Allah, dan bahagiakanlah mereka dengan surga".
Dalam prakteknya, para Jama’ah Asy-syahadatain menggunakan buku talkin dengan cara merubah teks dalam buku tersebut seperti berikut ini;

ูَุฅِุฐَุง ุฌَุงุกَูƒَ ุงู„ْู…َู„َูƒَุงู†ِ ุงู„ْู…ُูˆَูƒَّู„ุงَู†ِ ุจِูƒَ ูˆَู‡ُู…َุง ู…ُู†ْูƒَุฑٌ ูˆَู†َูƒِูŠْุฑٌ ูَู„ุงَ ูŠُูْุฒِุนَุงูƒَ ูˆَู„ุงَ ูŠُุฑْู‡ِุจَุงูƒَ ูَุฅِู†َّู‡ُู…َุง ุฎَู„ْู‚ٌ ู…ِู†ْ ุฎَู„ْู‚ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุชَุนَุงู„َู‰ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ูَุฅِุฐَุง ุณَุฃَู„ุงَูƒَ ู…َู†ْ ุฑَّุจُّูƒَ ูˆَู…َู†ْ ู†َุจِูŠُّูƒَ ูˆَู…َุงุฏِูŠْู†ُูƒَ ูˆَู…َุงู‚ِุจْู„َุชُูƒَ ูˆَู…َุง ุฅِู…َุงู…ُูƒَ ูˆَู…َู†ْ ุฅِุฎْูˆَุงู†ُูƒَ ูَู‚ُู„ْ
ุงَุดْู‡َุฏُ ุงَู†ْ ู„ุงَ ุงِู„ู‡َ ุงู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ , ูˆَุงَุดْู‡َุฏُ ุงَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุฑَّุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ , ุงَู„ู„ّู‡ُู…َّ ุตَู„ِّ ุนَู„ู‰ ุณَูŠِّุฏِู†َุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุนَู„ู‰ ุงَู„ِู‡ِ ูˆَุตَุญْุจِู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…ْ 2 x
ุงَุดْู‡َุฏُ ุงَู†ْ ู„ุงَ ุงِู„ู‡َ ุงู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ , ูˆَุงَุดْู‡َุฏُ ุงَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุฑَّุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ , ุงَู„ู„ّู‡ُู…َّ ุตَู„ِّ ุนَู„ู‰ ุณَูŠِّุฏِู†ุง ู…ُุญَู…َّุฏٍ ูˆَุนَู„ู‰ ุงู„ِู‡ ูˆَุตَุญْุจِู‡ ูˆَุณَู„ِّู…ْ
Syahadat tersebut dibaca secara bersama-sama, dengan tujuan membantu mayit mengukuhkan imannya. Hanya dengan jawaban syahadat tersebut, telah cukup untuk menjawab semua pertanyaan tersebut. Karena dengan mengucapkan dua kalimat syahadat diatas menyimpan makna bahwa “tuhan saya Allah, nabi saya Muhammad saw., agama saya islam, qiblat saya ka’bah, pedoman saya Al-qur’an, guru saya Abah Umar, dan teman saya adalah orang-orang yang beriman”.

Dari sinilah sering timbul pertanyaan: Apakah si mayit dapat mendengar ketika ditalqin? Jawabannya yaitu dapat mendengar, sebab pada hakekatnya mayit dalam kubur itu dalam keadaan hidup ruhnya, dia masih dapat berbuat apa saja sebagaimana perbuatan orang yang masih hidup, yakni dapat berkata, dapat mendengar dan sebagainya hanya saja sebagaimana perbuatan si mayit dalam kuburan tidak dapat dinisbatkan dengan ukuran akal orang yang hidup didunia. Penjelasan ini sejalan dengan hadits Bukhari dan muslim, bahwasanya nabi bersabda :

ุงِู†َّ ุงู„ْุนَุจْุฏَ ุงِุฐَุง ูˆُุถِุนَ ูِู‰ ู‚َุจْุฑِู‡ِ ูˆَุชَูˆَู„َّู‰ ุนَู†ْู‡ُ ุงَุตْุญَุงุจُู‡ُ ุงَู†َّู‡ُ ูŠَุณْู…َุนُ ุฎَูْู‚َ ู‚َุฑْุนِ ู†ِุนَุงู„ِู‡ِู…ْ.
“Ketika (mayit) seorang hamba diletakkan dikuburannya dan para pengiring (jenazah) telah berpaling dari kuburannya itu, maka sesungguhnya si mayit tersebut dapat mendengar suara goseran sepatu (sandal) mereka (yang mengiring)."

Berdasarkan bunyi hadits ini, terang sekali bahwa si mayit yang berada didalam kuburan masih dapat berbuat sebagaimana yang masih hidup, yakni mendengar suara goseran alas kaki (sandal, sepatu) mereka yang mengiring jenazah. Demikian pula halnya dalam kaitannya dengan pentalqinan atas si mayit tersebut, kiranya sudah jelas bahwa si mayit dapat mendengarkan bacaan syahadat pentalqin.
Tahlil
Tahlil adalah istilah/sebutan bagi kumpulan bacaan yang dikhususkan untuk dikirimkan pahalanya kepada mayit.
Tahlil merupakan salah satu dari beberapa masalah khilafiyah, maka sebenarnya tidak patut untuk dijadikan pembicaraan ramai (dipertentangkan) dan dipercekcokkan. Demikian pula tidak selayaknya terjadi percekcokan diantara kedua belah pihak yang bersikap menerima dan menolak terhadap sesuatu yang tidak seharusnya terjadi diantara dua saudara Islam, meskipun pihak penolak mempunyai pegangan dan pihak yang lainnya (yakni pihak yang menerima) juga mempunyai pegangan.
Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa : si mayit itu dapat memperoleh manfaat bacaan Al-qur’an sebagaimana ia memperoleh manfaat ibadah harta yaitu shadaqah dan yang sepadannya. Didalam kitab Ar-Ruh ibnul Qayyim juga berpendapat bahwa: Sesuatu yang paling utama dihadiahkan kepada mayit yaitu shadaqah, istigfar, mendoakan dan menghajikannya. Adapun membaca Al-qur’an dan menghadiahkan bacaannya kepada si mayit dengan tujuan karena Allah, tanpa dibayarkan si pembaca (tanpa meminta upah), maka pemberian hadiah ini dapat sampai kepada mayit sebagaimana pahala puasa dan haji (dapat sampai kepadanya). Selanjutnya ditempat lain dalam kitabnya, beliau berkata bahwa yang lebih utama yaitu adanya niat ketika mengerjakan amalan bacaan dimana bacaannya itu diperuntukkan si mayit, tetapi tidak disyaratkan niat tersebut harus dilafalkan.
Asy-Syekh Hasanain Muhammad Makhluf berkata: bahwa para Ulama Hanafiyah telah berpendapat: Sesungguhnya tiap-tiap orang yang beribadah, baik berupa shodaqah atau bacaan Al-qur’an atau selain daripada itu yang berupa segala macam kebaikan, maka baginya boleh memberikan pahala ibadah tersebut kepada orang lain dan ini akan dapat sampai kepadanya.
Di dalam kitab Fat-hul Qadir ada suatu riwayat yang diceritakan dari Shahabat Ali Karamallahu Wajhah dari Nabi Saw, beliau bersabda :

ุฑُูˆِู‰َ ุนَู†ْ ุนَู„ِู‰ٍّ ุนَู†ِ ุงู„ู†َّุจِู‰ِّ ุตَู„َّู‰ ุง๏ทฒُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฃَู†َّู‡ُ ู‚َุงู„َ: "ู…َู†ْ ู…َุฑَّ ุนَู„َู‰ ุงْู„ู…َู‚َุงุจِุฑِ ูˆَู‚َุฑَุฃَ (ู‚ُู„ْ ู‡ُูˆَ ุง๏ทฒُ ุงَุญَุฏٌ) ุงِุญْุฏَู‰ ุนَุดْุฑَุฉَ ุซُู…َّ ูˆَู‡َุจَ ุฃَุฌْุฑَู‡َุง ู„ِู„ุฃَู…ْูˆَุงุชِ ุฃُุนْุทِู‰َ ู…ِู†َ ุงْู„ุฃَุฌْุฑِ ุจِุนَู€ุฏَุฏِ ุงْู„ุฃَู…ْูˆَุงุชِ".
“Barang siapa yang melewati diatas kuburan-kuburan dan membaca: ”Qul Huwallahu Ahad” sebanyak sebelas kali, kemudian memberikan pahalanya kepada segenap orang yang mati, maka dia akan diberi pahala sebanyak jumlah orang-orang yang mati itu.”
Hadis Nabi ini menunjukkan, bahwa pahala bacaan Al-qur’an pada hakekatnya dapat sampai kepada si mayit ketika bacaan itu dihadiahkan kepadanya. Demikian pula orang yang membaca surat Al-Ikhlas sebelas kali yang pahalanya diberikan kepada segenap orang Islam yang sudah mati, maka orang tersebut. diberi pahala sebanyak hitungan orang yang sudah mati itu.
Dalam hadis lain diceritakan dari Shahabat Anas, bahwa Nabi Saw pernah ditanya :

ุนَู†ْ ุฃَู†َุณٍ ุฃَู†َّ ุงู„ู†َّุจِูŠَّ ุต ู… ุณُุฆِู„َ ูَู‚َุงู„َ ุงู„ุณَّุงุฆِู„ُ ูŠَุงุฑَุณُูˆْู„َ ุง๏ทฒِ ุฅِู†َّุง ู†َุชَุตَุฏَّู‚ُ ุนَู†ْ ู…َูˆْุชَุงู†َุง ูˆَู†َุญُุฌُّ ุนَู†ْู‡ُู…ْ ูˆَู†َุฏْุนُูˆَ ู„َู‡ُู…ْ ู‡َู„ْ ูŠَุตِู„ُ ุฐู„ِูƒَ ุฅِู„َูŠْู‡ِู…ْ؟ ู‚َุงู„َ: ู†َุนَู…ْ, ุฅِู†َّู‡ُ ู„َูŠَุตِู„ُ ุฅِู„َูŠْู‡ِู…ْ ูˆَุฃَู†َّู‡ُู…ْ ู„َูŠَูْุฑَุญُูˆْู†َ ุจِู‡ ูƒَู…َุง ูŠَูْุฑَุญُ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ุจِุงู„ุทَّุจْู‚ِ ุฅِุฐَุง ุฃُู‡ْุฏِู‰َ ุงِู„َูŠْู‡ِ. ุง๏ปซ
“Wahai Rasul, Bahwasanya aku pernah bersedekah untuk orang-orangku yang sudah mati, menghajikan mereka dan mendoakannya. Apakah semuanya itu dapat sampai kepada mereka?
Nabi menjawab: “YA”, bahwa semuanya bisa sampai kepada mereka dan mereka sendiri menjadi gembira, sebagaimana kegembiraan seseorang diantara kalian dengan hidangan makan ketika dihadiahkan kepadanya."


Kalau sekiranya hadis ini dipahami, sebenarnya banyak pengertian yang dapat diambil,bahwa :
1. Amalan orang yang masih hidup yang disampaikan kepada mayit adalah dapat sampai dan si mayit sendiri merasakan manfaatnya.
2. Pewakilan amalan suatu perbuatan baik yang dikerjakan oleh orang yang masih hidup, sedangkan yang mewakilkan yaitu si mayit lewat harta yang ditinggalkan misalnya adalah dibenarkan oleh beliau (Nabi), bahkan sampai pahalanyapun dinyatakan oleh Nabi dapat sampai kepada si mayit.
3. Pernyataan Nabi yang berupa pembenaran terhadap amalan tersebut sebagaimana diceritakan dalam hadits di atas adalah suatu tuntutan nyata dari beliau yang selayaknya diikuti.
Terdapat suatu keterangan yang tersebut dalam kitab Majmu karangan Imam An-Nawawi, bahwa pada suatu ketika Qadli Abu Ath Thayyib ditanya tentang persoalan menghatamkan Al-qur’an di kuburan, beliau menjawab: pahala bacaan itu bagi pembaca, sedangkan si mayit seperti halnya orang-orang yang hadir, dia (mayit) mengharapkan rahmat dan berkah. Dengan demikian menurut pengertian yang dapat diambil dari jawaban Qadli Abu Ath-Thayyib, jelas disunnahkan hukumnya membaca Al-qur’an diatas kuburan.
Demikian pula telah disebutkan dalam kitab Majmu Tsalatsu Rasail yang ditulis Al-Allamah Muhammad Al-Arabi, bahwasanya membaca Al-qur’an atas orang-orang yang sudah mati hukumnya boleh (jaiz). Menurut pendapat sebagian Ulama Fiqh Islam Ahlussunnah Wal Jamaah, bahwa pahala bacaan itu dapat sampai kepada mereka (ahli-ahli kubur), meskipun dalam kenyataannya dikerjakan dengan memakai upah (ujrah).

Solat Hadiyah
Sholat Hadiyah adalah solat sunnah dua rokaat yang pahalanya diperuntukkan untuk orang yang meninggal, namun waktunya adalah pada malam pertama jenazah dikuburkan. Dengan tujuan memberikan cahaya dan banyak kenikmatan kepada jenazah dimalam pertamanya dialam kubur. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits sebagai berikut:

ุฑُูˆِู‰َ ุนَู†ِ ุงู„ู†ุจูŠ ุต ู… ุฃَู†َّู‡ُ ู‚َุงู„َ ู„ุงَูŠَุฃْุชِู‰ ุนَู„َู‰ ุงู„ْู…َูŠِّุชِ ุฃَุดَุฏُّ ู…ِู†َ ุงู„ู„َّูŠْู„َุฉِ ุงْู„ุฃُูˆْู„َู‰ ูَุงุฑْุญَู…ُูˆْุง ุจِุงู„ุตَّุฏَู‚َุฉِ ู…َู†ْ ูŠَู…ُูˆْุชُ ูَู…َู†ْ ู„َู…ْ ูŠَุฌِุฏْ ูَู„ْูŠُุตَู„ِّ ุฑَูƒْุนَุชَูŠْู†ِ
"Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda; tidak datang atas mayit persoalan yang lebih berat dari malam pertama, maka sayangilah orang-orang yang telah meninggal dengan shadaqah, apabila tidak bisa bershadaqah maka kerjakanlah shalat dua rakaat (shalat hadiyah)."
Shalat hadiyah tersebut dikerjakan dengan dua rakat, yang pada setiap rakaatnya membaca Al-Fatihah, Ayat Kursi, At-Takatsur, dan Al-Ikhlas 11 kali. Dan setelah salam membaca:

ุงَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฅِู†ِّู‰ ุตَู„َّูŠْุชُ ู‡َุฐِู‡ِ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉَ ูˆَุชَุนْู„َู…ُ ู…َุง ุฃُุฑِูŠْุฏُ ุงَู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงุจْุนَุซْ ุซَูˆَุงุจَู‡َุง ุฅِู„َู‰ ู‚َุจْุฑِ ูُู„ุงَู† ุจู† ูُู„ุงَู†
Dan manfaat dari shalat hadiyah tersebut adalah bahwa Allah akan mengutus 1000 malaikat yang membawa nur kedalam kubur si fulan, dan memberikannya kegembiraan.
Ziarah kubur
Ziarah kubur menurut beberapa madzhab kaum muslimin seluruhnya membolehkan, bahkan mereka juga menjelaskan tentang tatacara dalam berziarah kubur. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dari ‘Aisyah dijelaskan bahwa Rasulullah pernah melakukan ziarah kubur

ุนَู†ْ ุนَุงุฆِุดَุฉَ ุฑَุถِู‰َ ุงู„ู„ู‡ ุนَู†ْู‡َุง ุฃَู†َّู‡ُ ุต ู… ุฃَุฎْุจَุฑَู‡َุง ุฃَู†َّ ุฌِุจْุฑِูŠْู„َ ุฌَุงุกَู‡ُ ูَู‚َุงู„َ ู„َู‡ُ: "ุฅِู†َّ ุฑَุจَّูƒَ ูŠَุฃْู…ُุฑُูƒَ ุฃَู†ْ ุชَุฃْุชِู‰َ ุฃَู‡ْู„َ ุงู„ْุจَู‚ِูŠْุนِ ูَุชَุณْุชَุบْูِุฑَ ู„َู‡ُู…ْ" ูˆَุฃَู†َّู‡ُ ุต ู… ุฌَุงุกَ ุงู„ْุจَู‚ِูŠْุนَ ูَู‚َุงู„َ ูˆَุฃَุทَุงู„َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َ ุซُู…َّ ุฑَูَุนَ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุซَู„ุงَุซَ ู…َุฑَّุงุชٍ. ูˆَุฃَู†َّู‡َุง ุฑَุถِู‰َ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู†ْู‡َุง ู‚َุงู„َุชْ ู„َู‡ُ ูƒَูŠْูَ ุฃَู‚ُูˆْู„ُ ู„َู‡ُู…ْ ؟ ูَู‚َุงู„َ: ู‚ُูˆْู„ِู‰ْ ุงَู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ุฃَู‡ْู„َ ุงู„ุฏِّูŠَุงุฑِ ู…ِู†َ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠْู†َ ูˆَุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِูŠْู†َ ูˆَูŠَุฑْุญَู…ُ ุงู„ู„ู‡ُ ุงู„ْู…ُุณْุชَู‚ْุฏِู…ِูŠْู†َ ู…ِู†ْูƒُู…ْ ูˆَุงู„ْู…ُุณْุชَุฃْุฎِุฑِูŠْู†َ ูˆَุฅِู†َّุง ุฅِู†ْ ุดَุงุกَ ุงู„ู„ู‡ُ ุจِูƒُู…ْ ู„ุงَุญِู‚ُูˆْู†َ.
“Sesungguhnya Rasulullah telah memberitahu kepada Aisyah, bahwa Malaikat Jibril telah mendatanginya kemudian berkata Jibril kepadanya : Sesungguhnya Tuhanmu memerintah kamu untuk mendatangi (menziarahi) ahli baqi, maka kamu mintakan ampun mereka, dan Rasulullah sendiri telah datang ke Baqi serta berkata dan berdiri lama sekali, kemudian mengangkat kedua tangannya sampai tiga kali.”
Selanjutnya Aisyah bertanya kepada Rasululah : “Bagaimana caranya aku membaca (untuk ahli Baqi)? Kemudian beliau menjawab : bacalah “Kesejahteraan buat kalian wahai penghuni kubur, orang mukmin dan muslim, semoga Allah menyayangi kalian, baik yang terdahulu maupun yang terbelakang, dan jika Allah menghendaki pasti aku akan menyusulmu."
Diceritakan oleh Aisyah pula bahwasanya berziarah kubur Baqi adalah suatu kebiasaan Nabi, sebagaimana keterangan dalam lafadl Hadits di bawah ini :

ูƒَุงู†َ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุต ู… ูƒُู„َّู…َุง ูƒَุงู†َุชْ ู„َูŠْู„َุชُู‡َุง ู…ِู†ْ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุต ู… ูŠَุฎْุฑُุฌُ ุขุฎِุฑَ ุงู„ู„َّูŠْู„ِ ุฅِู„َู‰ ุงู„ْุจَู‚ِูŠْุนِ ูَูŠَู‚ُูˆْู„ُ ุงَู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ุฏَุงุฑَ ู‚َูˆْู…ِ ู…ُุคْู…ِู†ِูŠْู†َ ูˆَุขุชَุงูƒُู…ْ ู…َุง ุชُูˆْุนَุฏُูˆْู†َ ุบَุฏًุง ู…ُุคَุฌَّู„ُูˆْู†َ ูˆَุฅِู†َّุง ุฅِู†ْ ุดَุงุกَ ุงู„ู„ู‡ُ ุจِูƒُู…ْ ู„ุงَุญِู‚ُูˆْู†َ, ุงَู„ู„ّู‡ُู…َّ ุงุบْูِุฑْ ู„ุฃَู‡ْู„ِ ุจَู‚ِูŠْุนِ ุงู„ْุบَุฑْู‚َุฏِ.
“Sewaktu-waktu Rasulullah diwaktu malam giliran siti A'isyah. Beliau keluar di akhir malam menuju Baqi maka membacalah:
“Keselamatan bagi kamu sekalian di desa kaum yang sama beriman, dan telah datang kepadamu segala sesuatu yang sudah dijanjikan esok kalian semuanya ditangguhkan serta Insya Allah kita semuanya pasti bertemu dengan kamu. Wahai Allah semoga engkau mengampuni kepada ahli Baqi' Gharkad."
Pada masa permulaan Islam, ziarah kubur itu dilarang oleh Rasulullah, karena kondisi manusia pada masa itu sangat dekat masanya dengan zaman jahiliyah, akan tetapi (setelah agama Islam mendalam dan keimanan mengakar dalam hati pemeluknya) larangan tersebut dirubah dengan bentuk ucapan Rasululah dan perbuatan beliau. Perubahan yang melalui bentuk perbuatannya maka telah tersebut diatas. Sedangkan yang berbentuk ucapan adalah sebagaimana sabda beliau yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim :

ูƒُู†ْุชُ ู†َู‡َูŠْุชُูƒُู…ْ ุนَู†ْ ุฒِูŠَุงุฑَุฉِ ุงู„ْู‚ُุจُูˆْุฑِ ูَุฒُูˆْุฑُูˆْู‡َุง , ูَู‚َุฏْ ุงُุฐِู†َ ู„ِู…ُุญَู…َّุฏٍ ูِู‰ ุฒِูŠَุงุฑَุฉِ ู‚َุจْุฑِ ุงُู…ِّู‡ِ, ูَุฒُูˆْุฑُูˆْู‡َุง ูَุฅِู†َّู‡َุง ุชُุฐَูƒِّุฑُูƒُู…ُ ุงู„ุขุฎِุฑَุฉَ
“Aku pernah melarang kamu sekalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kamu ke kubur, sesungguhnya telah diijinkan bagi Muhammad Saw, untuk menziarahi kubur ibunya, maka berziarahlah kamu semua ke kubur, karena ziarah itu dapat mengingatkan kalian kepada akhirat."

Selanjutnya timbul permasalahan di kalangan para Ulama tentang status hukum berziarah kubur yang dilakukan oleh kaum wanita. Segolongan orang dari kalangan ahli ilmu berpendapat, bahwa orang perempuan berziarah kubur hukumnya makruh Tahrim atau makruh Tanzih, karena adanya Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibn Majah dan Tirmidzi dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :

ุนู† ุฃุจู‰ ู‡ุฑูŠุฑุฉ ุฃَู†َّ ุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ู‡ ุต ู…. ู„َุนَู†َ ุฒَูˆَّุฑَุงุชِ ุงู„ْู‚ُุจُูˆْุฑِ (ุฑูˆุงู‡ ุฃุญู…ุฏ ูˆุงุจู† ุญุจุงู† ูˆุงู„ุชุฑู…ุฐู‰)
“Sesungguhnya Rasululah melaknati orang-orang perempuan yang berziarah kubur."
Berdasarkan bunyi Hadits ini, mereka memberikan keputusan Hukum orang perempuan berziarah kubur, sebagaiman tersebut diatas. Tapi sebagian besar kalangan para Ulama berpendapat, bahwa bagi orang perempuan berziarah kubur itu hukumnya jawaz (boleh), asal memang terasa aman (sepi) dari fitnah. Mereka mendasarkan pendapatnya dengan beberapa dalil (hadits) sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah berkata :

ุนู† ุนุงุฆุดุฉ ู‚ุงู„ุช ูƒَูŠْูَ ุฃَู‚ُูˆْู„ُ ูŠَุง ุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ู‡ِ ุฅِุฐَุง ุฒُุฑْุชُ ุงู„ْู‚ُุจُูˆْุฑَ؟ ู‚َุงู„َ: ู‚ُูˆْู„ِู‰ْ "ุงَู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ุฃَู‡ْู„َ ุงู„ุฏِّูŠَุงุฑِ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠْู†َ (ุฑูˆุงู‡ ู…ุณู„ู…)
“Dari ‘Aisyah, beliau bertanya pada nabi: Bagaimana caranya aku membaca Hai Rasululah!, jika aku berziarah kubur?. Jawab Nabi : berucaplah (bacalah) : “Assalamu alaikum Ahlad Diyaril Mu’minin”
(Mudah-mudahan keselamatan diberikan kepada kamu sekalian hai … ahli kubur orang-orang mu’min).” A'isyah adalah sahabat perempuan

BUKU ASWAJA BAB 1; AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH


Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah[1]
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan frase (gabungan kata) yang terdiri dari tiga kata utama, yaitu ahlu, sunnah, dan jamaah. Kata ahlu mempunyai beberapa arti diantaranya adalah keluarga, pemilik, penduduk, pengikut, dll. Dalam hal ini, makna kata “ahlu” yang paling tepat untuk istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah pengikut. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berarti pengikut Sunnah dan pengikut Jama’ah.

a. Ahlus Sunnah
Ahlus Sunnah secara bahasa berarti pengikut As-sunnah. Kata As-sunnah menurut pengertian bahasa berarti sirah, perjalanan hidup, dan thariqoh. Adapun menurut istilah, para ulama tauhid mendefinisikan As-sunnah adalah jalan yang ditempuh oleh rasululllah dan para sahabatnya, yaitu jalan yang selamat dari fitnah syubhat dan syahwat.
Dari definisi ulama ahli hadits, ushul fiqih, dan tauhid dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah Sunnah adalah jalan hidup rasulullah saw serta petunjuk yang beliau ajarkan kepada ummatnya, baik berupa perbuatan, perkataan, maupun taqrir/ persetujuannya. Barangsiapa mengikutinya, maka ia terpuji, dan barangsiapa menyelisihinya maka ia tercela.

b. Ahlul Jama’ah
Ahlul Jama’ah berarti pengikut jama’ah. Secara bahasa, Jama’ah berarti sebuah kelompok, perkumpulan, kesepakatan, dan persatuan. Artinya umat islam diperintahkan untuk berjamaah dan melarang mereka dari perpecahan.
Jama’ah disini berarti bersepakat dalam mengikuti satu akidah, satu ilmu, dan satu manhaj (metode), yaitu Al-Quran dan As-sunnah, artinya memahami dan mengamalkannya sebagaimana pemahaman dan pengamalan para sahabat rasulullah saw. serta para Salafus Shalih.
Ahlul Jama’ah berarti mengikuti kebenaran meski kebenaran itu diikuti oleh seorang saja, dan meninggalkan kebatilan meski kebatilan itu diikuti oleh mayoritas umat. Dan ukuran kebenarannya adalah Al-quran dan Hadits.

Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Dari penjelasan diatas, menjadi jelaslah bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah ummat islam yang berpegang teguh dengan Al-quran dan As-sunnah, memahami dan mengamalkannya sebagaimana yang diperintahkan Allah dan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Amalan sunnah merupakan penopang dari kesempurnaan amalan fardhu, sebab seorang muslim telah menyaksikan bahwa Nabi Muhamad saw. adalah rasulullah, sehingga harus mengikuti apapun yang diajarkan Rasul, baik itu fardhu maupun sunnah, artinya tidak memilih-milih amalan hanya fardhu saja. Dalam Al-qur’an surat Al Hasyr ayat 7, Allah berfirman bahwa seorang muslim haruslah menerima dan mengamalkan ajaran yang disampaikan Rasulullah saw.

ูˆَู…َุง ุขุชَุงูƒُู…ُ ุงู„ุฑَّุณُูˆู„ُ ูَุฎُุฐُูˆْู‡ُ ูˆَู…َุง ู†َู‡َุงูƒُู…ْ ุนَู†ْู‡ُ ูَุงู†ْุชَู‡ُูˆْุง
“Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, maka terimalah!, dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah” (Qs. Al Hasyr 59:7).
Dijelaskan pula bahwa tertata rapihnya agama seseorang tergantung pada ketaatannya dalam menjalankan sunnah-sunnah Rasul.

ุงِู†ْุชِุธَุงู…ُ ุงู„ุฏِّูŠْู†ِ ูŠَุชَูˆَู‚َّูُ ุนَู„َู‰ ุงِุชِّุจَุงุนِ ุณُู†َู†ِ ุงู„ู†َّุจِู‰ ุต ู…

“Besarnya/teraturnya agama tergantung pada ketaatan mengikuti sunnah-sunnah Nabi saw.”[2]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun sering disebut Ahlul Haq, As Salafus Shalih, As Sawadul A’dzom, dan Jumhurul Ummah Al-Islamiyah. Penyebutan ini didasarkan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menggunakan i’tiqad dan pengamalan ibadahnya mengikuti cara Rasulullah saw.
Penyebutan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini didasarkan pada Hadits sebagai berikut;

ูˆَุงู„َّุฐِู‰ ู†َูْุณُ ู…ُุญَู…َّุฏٍ ุจِูŠَุฏِู‡ِ ู„َุชَูْุชَุฑِู‚ُ ุงُู…َّุชِู‰ ุนَู„َู‰ ุซَู„ุงَุซٍ ูˆَุณَุจْุนِูŠْู†َ ูِุฑْู‚َุฉً ูَูˆَุงุญِุฏَุฉٌ ูِู‰ ุงู„ْุฌَู†َّุฉِ ูˆَุซِู†ْุชَุงู†ِ ูˆَุณَุจْุนُูˆْู†َ ูِู‰ ุงู„ู†َّุงุฑِ. ู‚ِูŠْู„َ ู…َู†ْ ู‡ُู…ْ ูŠَุงุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ู‡؟ ู‚َุงู„َ: ุฃَู‡ْู„ُ ุงู„ุณُّู†َّุฉِ ูˆَุงู„ْุฌَู…َุงุนَุฉِ (ุฑูˆุงู‡ ุงู„ุทุจุฑุงู†ู‰)
“Demi tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, ummatku akan berkelompok menjadi tujuh puluh tiga golongan, yang satu akan masuk surga, dan yang tujuh puluh dua akan masuk neraka. Maka ditanyakan: Siapakah yang tidak masuk neraka tersebut wahai Rasulullah?. Beliau menjelaskan: Ahlus Sunnah wal Jama’ah (golongan yang mengamalkan sunnah dan mengikuti jamaah shahabat).”[3]
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam perkara yang Rasulullah berada diatasnya dan juga para sahabatnya. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sebenarnya adalah para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai akhir zaman (hari kiamat).

Sekilas Pemahaman Ahlus Sunnah Asy’ariyah Al Maturidiyah.
Ungkapan Ahlus Sunnah sering juga disebut dengan “Sunni”, hal ini dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus
Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi’ah, yaitu Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Sedangkan Sunni dalam pengertian khusus adalah lawan dari Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah bukanlah Syi’ah dan bukan pula Mu’tazilah. Jadi Ahlus Sunnah disini merupakan kelompok orang-orang yang memiliki faham dan konsep yang berlawanan dengan Syi’ah dan Mu’tazilah. Kelompok ini dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidy pada tahun 300 H.
Berikut ini dipaparkan sedikit pembahasan yang diperdebatkan oleh para aliran kalam, termasuk didalamnya pandangan Ahlussunnah Asy'ariyah.



Tabel Perbandingan Antar Aliran Kalam
Dalam Bahasan; Pelaku Dosa Besar
(Siapa yang kafir/ keluar dari islam/ murtad, dan siapa yang masih islam)
Khawarij
Murjiah
Mu’tazilah
Asy’ariyah
Syi’ah Zaidiyah
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir millah dan selamanya disiksa dalam neraka bersama orang kafir lainnya
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidak kafir dan tidak selamanya disiksa dineraka
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah mukmin dan tidak pula kafir, melainkan manzilah bainal manzilatain, mereka akan disiksa selamanya dalam neraka namun siksanya akan lebih ringan dibandingkan dengan orang kafir
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah tidaklah kafir. Adapun diakhirat kelak adalah kehendak Allah, mengampuni dan tidaknya. Namun apabila disiksapun tidaklah kekal dineraka.
Orang yang berbuat dosa besar hukumnya adalah kafir dan kekal dineraka. Apabila mereka telah bertobat dengan sungguh-sungguh maka allahpun akan membebaskan nya dari neraka


Interpretasi (Penafsiran/pemaknaan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam peribadatan kepada Allah swt.
Perbedaan dalam memahami tatalaksana ibadah (ubudiyah) sudah terjadi sangat lama. Pada awalnya perbedaan pendapat antar ummat islam muncul sepeninggal Rasulullah saw. terutama tentang siapa yang paling layak menggantikan beliau. Perbedaan itu terus berlanjut kemasalah hukum, khususnya hukum syari’at/fikih.
Diakhir zaman ini, banyak golongan yang mengklaim hanya dirinyalah yang termasuk Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan beberapa argumentasi dan praktek peribadatannya yang mengaku sesuai dengan sunnah Rasul saw.
Berdasarkan pada pengertian awal, bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang semua tatalaksana peribadatannya sesuai dengan sunnah Nabi saw., maka jadi jelaslah bahwa tatalaksana ibadah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. beserta para sahabat dan tabi’innya.

Dalam pengertian disini, sunnah bukanlah hanya yang terucap atau tertulis saja, namun segala sesuatu yang berkaitan dengan segi hidup dan kehidupan Nabi Muhammad saw. baik itu berupa tatalaksana ibadahnya maupun dalam tatacara kehidupannya, karena Nabi Muhammad saw. adalah teladan dan sebagai realisasi dari Al-quran.
Dengan demikian, ummat islam membutuhkan teladan seorang rasul dalam tatalaksana kehidupannya khususnya tatacara ibadahnya, namun yang tersisa dari semuanya adalah Al-quran dan Sunnah sebagai pegangan utama ummat dalam tujuan hidupnya.
Sunnah/sirah Nabi merupakan penafsiran dari Al-quran, sehingga untuk dapat melaksanakan Al-quran haruslah menteladani Rasul dengan cara mempelajari dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasul saw. yang saat ini lebih dikenal dengan istilah Hadits. Sehingga untuk dapat dikatakan sebagai muslim yang mengikuti Rasulnya (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) maka dalam tatacara ibadahnya melalui pembelajaran terhadap Hadits-Hadits Nabi saw., baik itu berupa Hadits Shohih maupun Hadits Dho’if, karena terdapat banyak dalil yang menyatakan bahwa Hadits Dho’if dapat digunakan selama dalam hal Fadho’ilul A’mal (keutamaan-keutamaan amal ibadah). Seperti yang disampaikan oleh Imam Nawawi sebagai berikut;

(ูุตู„) ู‚َุงู„َ ุงู„ุนُู„َู…َุงุกُ ู…ِู†َ ุงู„ْู…ُุญَุฏِّุซِูŠْู†َ ูˆَุงู„ْูُู‚َู‡َุงุกِ ูˆَุบَูŠْุฑِู‡ِู…ْ : ูŠَุฌُูˆْุฒُ ูˆَูŠُุณْุชَุญَุจُّ ุงู„ْุนَู…َู„ُ ูِู‰ ุงู„ْูَุถَุงุฆِู„ِ ูˆَุงู„ุชَّุฑْุบِูŠْุจِ ูˆَุงู„ุชَّุฑْู‡ِูŠْุจِ ุจِุงู„ْุญَุฏِูŠْุซِ ุงู„ุถَّุนِูŠْูِ ู…َุงู„َู…ْ ูŠَูƒُู†ْ ู…َูˆْุถُูˆْุนًุง . ูˆَุงَู…َّุง ุงْู„ุงَุญْูƒَุงู…ُ ูƒَุงู„ْุญَู„ุงَู„ِ ูˆَุงู„ْุญَุฑَุงู…ِ ูˆَุงู„ْุจَูŠْุนِ ูˆَุงู„ู†ِّูƒَุงุญِ ูˆَุงู„ุทَّู„ุงَู‚ِ ูˆَุบَูŠْุฑِ ุฐَู„ِูƒ ูَู„ุงَ ูŠُุนْู…َู„ُ ูِูŠْู‡َุง ุงِู„ุงَّ ุจِุงู„ْุญَุฏِูŠْุซِ ุงู„ุตَّุญِูŠْุญِ ุงَูˆِ ุงู„ْุญَุณَู†ِ
“(Fasal) Para ulama ahli hadits dan ahli fiqih dan lainnya mengatakan: Boleh bahkan disunnahkan mengamalkan hadits yang mengenai tentang keutamaan amal, pemberi kegembiraan, ancaman, dengan menggunakan hadits Dho’if, asalkan bukan hadits Maudlu’ (hadits yang dibuat-buat/ palsu). Dan adapun mengenai hukum halal, haram, jual beli, nikah, talak, dan lainnya, maka tidak boleh menggunakan hadits dlo’if, tapi harus dengan hadits shoheh atau paling tidak hadits hasan."[4]
Begitupun yang disampaikan oleh Sayyid Najili dalam kitabnya;

ุงِู†َّ ุงู„ْุญَุฏِูŠْุซِ ุงู„ุถَّุนِูŠْูِ ูŠُุนْู…َู„ُ ุจِู‡ِ ูَุถَุงุฆِู„ُ ุงْู„ุงَุนْู…َุงู„ِ
“Sesungguhnya hadits Dho’if itu boleh diamalkan dalam Fadho’ilul Amal.”[5]

Implementasi (Penerapan) Konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tuntunan Syekhuna (Asy-syahadatain)
Asy-syahadatain adalah sebuah kelompok muslim yang menapaki jalan yang diridhoi oleh Allah dengan realisasi ibadahnya berdasarkan tuntunan-tuntunan Rasulullah saw. dengan dibimbing oleh Syekhuna Al-Mukarrom Al-Habib Umar bin Isma’il bin Yahya.
Tuntunan Syekhuna merupakan pengamalan yang berlandaskan pada konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu menjalankan perintah Allah dengan menteladani Rasulullah saw. Artinya Asy-syahadatain menjalankan perintah wajib dan amalan sunnah sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. serta mengikuti para Salafus Shalih.
Dengan demikian, konsep dan realisasi ibadahnya sesuai dengan konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menjadikan Rasul dan para Salafus Shalih sebagai teladan, khususnya dalam peribadatan kepada Allah swt.


Pengenalan Asy-syahadatain sebagai organisasi
Nama Asy-syahadatain merupakan penisbatan dari pengamalan pada tuntunan ِِAl-Habib Abah Umar yang selalu membaca dua kalimat syahadat (syahadatain). Namun pada dasarnya, Asy-syahadatain bukanlah sebuah organisasi islam, ataupun ormas, tetapi merupakan sebuah tuntunan ubudiyah dalam menapaki jalan yang diridhai Allah, bahkan lebih dekat dikatakan sebagai Thariqat.
Pengorganisasian Asy-syahadatain disebabkan karena adanya penekanan dari pemerintah. Menurut aturan pemerintah yang berlaku disaat itu bahwa setiap ada perkumpulan dengan banyak orang tanpa adanya organisasi yang jelas maka dapat dikategorikan sebagai pemberontak, dan atau berpotensi sebagai ancaman terhadap ketahanan nasional. Oleh sebab itu, Asy-syahadatain dibentuk menjadi sebuah organisasi, namun pada hakekatnya tetaplah bukan sebagai organisasi tetapi sebagai tuntunan ibadah.
[1] Kelompok Telaah Kitab Ar-Risalah, "Buku Pintar Aqidah", hal. 76, Roemah Buku, Sukoharjo.
[2] Hujjatullah Al-Balighoh juz 1 hal 17 (dikutip dari kitab Miftahussa'adah karya Kiyai Khazim)
[3]
[4] Imam Nawawi, "Al-Adzkar Al-Nawawi", hal. 5, Maktabah Toha putra, Semarang.
[5] Sayyid An-Najili, "Khazinah Al-Asrar", hal. 188, Al-Haramain, Indonesia.

MELAWAN PENJAJAH DENGAN DAKWAH

Written By Mas Toto on April 25, 2013 | 11:19 AM

Download Link E-Book Ajaran Syahadatein ada di bawah. 
 MELAWAN PENJAJAH DENGAN DAKWAH
        Demi menegakkan ajaran islam, ia tak kenal kompromi dengan pemerintah kolonial Belanda.
Habib Umar lahir di Arjawinangun pada bulan Rabiu’ul Awwal 1298 H atau 22 Juni 1888. Ayahnya, Syarif Ismail, Adalah Dai berdarah Hadramaut yang menyebarkan Islam di Nusantara. Ibunya asli Arjawinangun, Siti Suniah binti H.Shiddiq. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak: Umar, Qasim, Ibrahim, dan Abdullah. Garis keturunan Habib Umar sampai kepada Nabi Muhammad melalui Sayyidina Husein.
Pandidikan agama langsung diperoleh dari ayahnya sendiri, baru kemudian ia mengembara ke berbagai pesantren di Jawa Barat, dari tahun 1913 hingga 1921.

Menyaksikan masyarakat Kampung Arjawinangun, Cirebon, tanah kelahiranya tenggelam dalam kebiasaan berjudi dan perbuatan dosa besar lainnya, Habib Umar merasa terpanggil untuk memperbaikinya. Dalam sebuah mimpi, ia bertemu Syarief Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, yang memberinya restu untuk niat baiknya tersebut. Selain itu Syarief Hidayatullah juga mengajarkan hakikat kalimat Syahadat kepadanya. Maka, setiap Malam Jum’at Habib Umar pun Menggelar pengajian di rumahnya.
Tapi upaya itu mendapat perlawanan serius dari masyarakat. Mereka mencemooh, menghina, dan mencibir pengajian Habib Umar. Dibawah tekanan masyarakat itu, ia terus berjalan dengan dakwahnya itu. Dan Karena pengajiannya dianggap meresahkan masyarakat, pada gilirannya pemerintah kolonial menangkap Habib Umar dan menjebloskannya ke dalam Penjara. Namun, tiga bulan kemudian ia di bebaskan, berkat perlawanan yang diberikan oleh jama’ahnya hingga jatuh korban di kalangan antek-antek Belanda.
Kepalang basah, tahun 1940, Habib Umar bahkan menyediakan rumahnya sebagai markas perjuangan melawan pemerintah kolonial Belanda. Tidak hanya itu, ia juga turun tangan dengan mengajarkan ilmu kanuragan kepada kaum muda.

Bulan Agustus 1940 ia ditangkap Belanda lagi danpengajiannya ditutup, Enam bulan kemudian, 20 Februari 1941, ia dibebaskan.
Semangat perjuangan melawan kolonialisme semakin membara dalam dada Habib Umar. Maka ia pun banyak mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh agama di seputar Cirebon, seperti Kiai Ahmad Sujak (Bobos), Kiai Abdul Halim (Majalengka), Kiai Syamsuri (Wanantara), Kiai Mustafa (Kanggraksan), Kiai Kriyan (Munjul).
Tidak Hanya pada masa penjajahan Belanda, Pada zaman Jepang pun nama Habib Umar melejit lagi sebagai pejuang agama. Ia memperkarakan Undang-Undang yang di keluarkan Jepang yang melarang pengajaran huruf Arab di Masyarakat. UU itu dianggap sebagai alat agar umat islam meninggalkan Al-Quran.

Panji Panji Syahadatain

Pada masa kemerdekaan, Tahun 1947, Habib Umar mulai mengibarkan panji-panji Syahadatain. Itu bermula dari pengajian yang dipimpinnya yang semula dikenal sebagai “Pengajian Abah Umar” menjadi “Pengajian Jamaah Asyahadatain”. Ternyata pengajian ini mendapat simpati luas sehingga menyebar ke seluruh Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tahun 1951 lembaga itu mendapat restu dari presiden Soekarno.
Tahun 1951, Habib Umar sempat mendirikan Pondok Pesantren Asyahadatain di Panguragan. Namun  Selain mengajarkan ilmu agama dan ketrampilan seperti bertani, menjahit, bengkel, koperasi, dan ilmu kanuragan, Habib Umar juga mengharuskan Jamaahnya bertawasul kepada Rasulullah, Malaikat, Ahlul bayt, Wali, setiap selesai shalat fardhu. Menurutnya, tawasul menyebabkan terkabulnya suatu doa. Lebih Jauh lagi, Habib Umar juga mendirikan Tarekat  Assyahadatain.
Ia Juga sekaligus pemimpin Tarekat Assyahadatain, menulis buku berjudul Awradh Thariqah Al-Syahadatain, Sebagai pedoman Bagi Jamaahnya. Syahadat, menurut Habib Umar, Tidak Cukup dilafadzkan di mulut, tapi maknanya juga harus membias ke dalam jiwa. Dengan persaksian dua kalimat syahadat itu, seseorang akan diampuni atas dosanya, dan terkikis pula akar-akar kemusyrikan dalam dirinya.
Karyanya yang lain adalah Awrad (1972), menggunakan Bahasa daerah yang berisi ilmu ahlaq dan tasawuf, aqidah dan pedoman hidup kaum muslimin.
Habib Umar menghadap ke Hadirat Allah pada 13 Rajab 1393 atau 20 Agustus 1973. Semoga Amal Ibadah dan perjuangannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
HABIB UMAR BIN ISMAIL BIN YAHYA Photo


Sumber: http://www.bamah.net/
Bonus download Ebook Ajaran Asysyahadatain / Syahadatain
  jamaah_asysyahadatain.pdf (525.0 KiB, 627 hits

__________________________________________________________________________
Download Aurad Rutin Tuntunan Sayyidi Syechunal Mukarrom Abah Umar Bin Ismail Bin Yahya.

Sumber: http://aliusmanhs.wordpress.com/   KLIK DI SINI

Al Habib Muhammad bin Syekh bin Yahya, Jagasatru Cirebon

Sumber:
Logo BAMAH




Suatu hari, rumah Habib Alwi, ayah Habib Anis Solo, di datangi Habib Syekh Cirebon atau yang akrab disapa “Abah Syekh”. Habib Alwi menyambut dengan hangat, seorang santri kemudian disuruh untuk menyiapkan jamuan. Entah mengapa selama membawa dan menyiapkan jamuan santri tersebut menundukkan kepala. Si santri rupanya menenal baik tamu itu dan berharap tamu itu tidak sampai mengenalinya.

HABIB MUHAMMAD BIN SYEKH BIN YAHYA JAGASATRU CIREBON Photo

Setelah berbincang ringan dan saling bertukar kabar, Abah Syekh kemudian menjelaskan maksud kedatangannya, ia ingin mejenguk putranya. Habib Alwi tampak heran, karena ia tak tahu ada putra Abah Syekh nyantri di sini. Kemudian Habib Alwi bertanya siapa yang dimaksud. Dengan tenang Abah menjawab, “itu yang sedang menuangkan air”, ini putraku. Tentunya Habib Alwi terkejut ternyata santri yang hampir dua tahun mengerjakan tugas rumah ternyata putra Habib Syekh, Ulama besar Cirebon. Padahal jika ditanya putra siapa, sang santri tadi menjawab aku putra “Abdullah si tukang air”, tentunya sang santri tidak mau berbohong dan identitasnya diketahui karena dulu Ayah beliau “Abdullah : Hamba Allah” sempat berdagang air ketika menimba ilmu dan menetap di Makkah. Begitulah kebiasaan Habib Muhammad bin Yahya supaya perlakuannya disamakan dengan santri lainnya. Setelah latar belakangnya terungkap kemudian ia meminta izin ke Habib Alwi untuk berguru di tempat lain.

Menyamar merupakan kebiasaan dalam menuntut ilmu sewaktu muda sebagai sifat mujahadahnya bahkan setelah beliau menjadi ulama besar di Cirebon. Pernah suatu saat “Kang Ayip Muh” sapaan akrab orang Cirebon, mengunjungi salah satu cucu keponakannya yang sedang kuliah di Malang. Beliau minta pada cucu nya untuk mengantar keliling kampong untuk berkunjung ke Kyai setempat, tanpa ragu dan segan Kang Ayip Muh mendatangi mereka layaknya orang biasa yang minta didoakan, dinasehati, bahkan beliau duduk sangat khusyu mendengarkan wejangan dari Kyai yang beliau temui. Dan di saat pamitan, beliau dengan tawadhu nya mencium tangan sang Kyai bolak-balik, demikianlah ke Tawadhuan beliau. Tentunya sang cucu bingung meliat kejadian ini, sebelum berangkat ia dipesan untuk tidak komentar dan hanya mengantar saja.
Beliau pun sering memakai nama samaran jika masuk rumah sakit di Cirebon ketika sakit, karena tidak inggin merepotkan dan diperlakukan khusus di sana. Bahkan keluarga beliau sampai tidak tahu tentang hal ini, sampai tidak jarang beliau “menghilang” beberapa hari, sampai keluarganya harus mencari di setiap rumah sakit untuk mencarinya.

Ilmu Dunia dan Akhirat

Abdul Qodir, demikianlah Ayah beliau memberikan nama sewaktu kecil, saat lahir 15 Juli 1932. Namun seorang sahabat, Habib Abdullah Assegaf, ayah Ustadz Shaleh Assegaf Kebon syarif Cirebon, malah menamainya “Muhammad”, dan Abah Syekh menerimanya. Dalam rujukan kitab nasab Alawiyyin namanya tertera sebagai Muhammad Abdul Qodir.
Kang Ayip Muh kecil memang anak yang cerdik sewaktu kecilnya, senang bercanda, dan pandai membuat suasana gembira. Namun beliau lebih mementingkan urusan belajarnya, sehingga beliau terkenal dengan kesukaannya berburu ilmu. Sambil menekuni berguru kepada ayahnya sendiri, beliau awali dengan pendidikan formalnya di MI Persatuan Umat Islam hingga kelas 3, kemudian dilanjutkan ke jami’iyyah Ta’limiyyah atau Madrasah Darul Hikam sekarang. Selepas dari sana kemudian dilanjutkan mondok ke Kyai Sanusi di Pesantren Babakan Ciwaringin. Selain nyantri beliau juga rajin mendatangi ulama untk menimba ilmu dari mereka. Diantaranya Habib Ahmad bin Ismail bin Yahya Arjawinangun, Kyai Idris Pesantren Kempek, Kyai Ridhwan Pesantren Buntet, Pesantren Benda, dan Pesantren Galagamba.

HABIB MUHAMMAD BIN SYEKH BIN YAHYA JAGASATRU CIREBON photo

Saking gemarnya berburu ilmu sampai-sampai ilmu kanuraggan pun beliau pelajari, tidak main-main beliau berguru ke Kyai Tarmidi Kebon Gedang, salah satu Kyai Cirebon yang terkenal ilmu kanuranggan dan kesaktiannya. Namun keahlian yang pernah dipelajari ini tidak pernah beliau tampakkan. Lalu pendidikannya beliau lanjukan ke Jakarta di Jamiat Kheir, lembaga pendidikan terkemuka saat itu, dan beliau juga sempatkan mengaji ke Habib Salim bin Jindan, semua ulama pun beliau datangi untuk sekedar bertabaruk dan meminta ijazah. Setelah di Jakarta beliau melanjutkan mondoknya ke Jawa Tengah tepatnya di Ponpes Kaliwungu asuhan Kyai Ru’yat, sambil melanjutkan pendidikan SLTP di Semarang, kemudian melanjutkan SLTA nya ke Solo dan mukim dan mengaji di Habib Alwi al Habsyi selama dua tahun. Kemudian dilanjutkan ke Ponpes Jamsaren di Solo asuhan Kyai Abu Ammar.

Setelah berkelana di jawa tengah, pemuda yang haus ilmu ini lanjutkan mondoknya di Jawa Timur. Di awali masuk ke Ponpes Darul Hadist dan belajar kepada Habib Abdul Qodir bin ahmad Bilfagih. Setiap kali mondok beliau selalu memanfaatkan waktu untuk belajar, dan bukan hanya belajar di Kyai pengasuh pesantren saja, beliau sempat pesankan, “Lamon mondok sing akeh gurune” atau kata lain, kalo belajar harus punya banyak guru. Pendidikan formalnya bahkan berlanjut hingga tingkat akademi jurnalistik, Yogya, tapi setiap kali beliau ditanya mengenai perihal itu, dengan entengnya beliau katakan “semuanya hilang”.
Pada akhirnya beliau kembali ke tanah Cirebon untuk berkhidmat ke Ponpes Jagastru, beliau juga menimba ilmu kembali ke sang Ayah, abah Syekh yang telah lama menimba ilmu di tanah suci, tentunya dengan bingkai birrul walidain. Kecintaan akan ilmu tak trehenti sampai di situ bukan hanya pergi ke Kyai sepuh, beliau juga sempatkan menimba ilmu ke teman sejawat beliau, guru sekaligus teman seperjuangan Ustadz Shaleh Assegaf.

Berdakwah dan Bermanfaat

Sejak kecil kang Ayip Muh senang mengajak teman-temannya untuk mengaji, di waktu yang sama ketikan masa kolonial beliau tidak tega melihat penderitaan, beliau sempatkan memberi bantuan kepada mereka secara sembunyi-sembunyi. Ya, kedua sifat inilah yang selalu melekat dalam pribadi beliau, pertama, berdakwah, menyampaikan ilmu, dan bertutur bijak kepada masyarakat luas. Kedua, berpikir, berbuat, dan menebar manfaat dengan penuh rasa ikhlas.
Dalam berdakwah semua orang tahu, beliau orang yang tegas. Sampai beliau pernah difitnah dan di bui dan tentunya dengan menerima berbagai deraan. Sampai kaki beliau diikat ke atas sementara kepalanya menggantung ke bawah. Di saat yang sama kepala beliau dihajar dengan dengan batang senapan sampai berdarah, sampai kemudian tali penggantungnya putus, sehingga kepalanya terbentur keras di lantai. Aneh bin ajaib tidak keluar suara apapun dari mulut beliau yang menandakan kesakitan, pas sudah sadar, beliau pun ditanya oleh kawan-kawannya yang juga turut di siksa, “tadi sakit kang..?”. Beliau katakan, “tidak, Alhamdulillah pas saya tadi dipukuli saya tidur pulas, makannya saya tak merasakan apa-apa, emang tadi bagaimana..?” beliau malah tanya balik. Mendengar jawab itu, kawan-kawannya keheranan bukan main.

HABIB MUHAMMAD BIN YAHYA JAGASATRU CIREBON photo


Konon singkat cerita orang-orang yang dulunya menganiaya beliau, setelah mereka taubat dan pensiun, malah datang ngaji ke beliau, dan diterima dengan baik seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Beliau maafkan dan melupakan kejadian itu dan tak menceritakan ke orang lain sewaktu beliau hidup. Pola pikirnya selalu dilandaskan dengan prasangka baik, membuat ulama yang berjiwa besar ini menjadi panutan yang menghargai perbedaan dan tak suka menyalahkan upaya dakwah pihak lain. Bahkan kepada pemabuk pun beliau masih berahlak, beliau awalnya mengingatkan kalau mabuk yang teratur jangan di sudut jalan, jangan meminta paksa ke jamaah yang berkunjung, sampai beliau pun sempatkan memberi uang ke mereka, “nih untuk kalian”.  Dengan kemuliaan hati, banyak diantara mereka yang sadar dan kembali ke jalan yang benar. Pesan beliau “Orangnya jangan dibenci tapi becilah perbuatannya, setiap kondisi harus dipilah berdasarkan kondisi dan porsinya”. Jangan heran waktu itu di Tahun 2003 Cirebon bergejolak Kang Ayip Muh, langsung turun memimpin ribuan warga dan santrinya untuk mendesak pemerintah setempat untuk mengesahkan RUU Anti Miras dan Perjudian, akhirnya Alhamdulillah tuntutan itu dipenuhi.

Waktu Padat Demi Umat

Sehari – hari Kang Ayip hampir tidak punya waktu luang untuk urusan pribadi, maklum karena banyak warga Cirebon dan sekitar nya berebut meminta beliau ceramah, menikahkan, atau hanya sekedar hadir di acara tertentu. Sebelum azan subuh, sudah ada tamu yang menjemputnya, pulang saat menjelang dhuhur, siangnya ada yang menjemput lagi, setelah rehat sebentar beliau lannjutkan sholat ashar, setelahnya mengajari santrinya, setelah itu sudah banyak tamu yang menunggu di beranda pesantren untuk bersilaturahim, beliau buang jauh rasa penat dan lelah, dengan selalu ceria dihadapan para tamu, antara maghrib dan isya beliau mengajar santrinya kembali, setelah sholat isya lagi-lagi sudah ada yang menjemputnya di teras rumah. Seringkali jarak yang ditempuh sangat jauh, sampai beliau sering pulang larut malam, tak sempat bertukar baju beliau sudah terlanjur tidur.
Hari-hari Kang Ayip bukan hanya sibuk, tapi berkah, bayangkan selain mengurusi pesantren, menjadi Ketua MUI kodya Cirebon selama dua periode, sudah hampir semua tamu bisa mengambil berkah, bertemu dengan beliau. Namun dibalik kacamata beliau, terlihat mata yang agak merah berair seperti ada masalah besar yang beliau pikirkan atau rasakan, namun beliau pendam dalam-dalam. Sesekali air matanya tertetes ketika mengajar, membuat uraiannya terhenti sejenak. Di luar itu, bukan hanya sesekali orang mendapati beliau menangis di keheningan malam ditempat yang sunyi, sendirian. Di belakang rumah, di balik pepohonan, di pinggir sungai dekat pesantren, dan di tempat lainnya. Bahkan malam sebelum Tsunami di Aceh, seorang muridnya mendapati beliau tengah menagis seorang diri, di sisi pantai Pulau Jawa yang sepi. Ketika ditanya, beliau justru minta untuk jangan dilanjutkan pertanyaan itu, dan diminta untuk meniggalkan dirinya. Esoknya, entah ada hubungannya atau tidak, terjadilah bencana Tsunami terbesar yang  memilukan itu.

Serba Indah dan Payung Kota Cirebon

Potret kehidupan Kang Ayip adalah cerminan ahlakul karimah dan contoh yang baik, dibalut kesederhanaan dan ketawwadhuan, banyak orang dekat yang mendengar langsung kisah beliau, tapi minta jangan disebarkan, kecuali sudah wafat. Rupanya beliau inginkan orang lain bisa memetik hikmah dari kisahnya, namun risih jika orang lain menganggapnya lebih. Jarang beliau mengenakan imamah layaknya yang seperti kita lihat, kecuali di saat beliau mengisi majelis Ahad Pagi, Kajian Tafsir Jalalain. Beliau selalu tampil bersahaja, zuhud dan wara’ dalam urusan dunia, ucapannya selalu ditunggu orang, dalam berbagai kesempatan, ketika mengajar, ceramah, diskusi berat dan lain sebagainya, kata-kata beliau selalu melekat di pribadi masing-masing yang mendengarkannya, bahkan bercanda nya pun sarat makna, jika disimak dengan baik. Pernah di waktu santai bersama keluarga, beliau minta dipijat, di sela obrolannya beliau pesankan “Saya malu orang lain saya ajari tapi anak sendiri tidak”.  Rumah beliau tak pernah sepi dari tamu, bahkan dari luar negeri, semua kalangan nusantara. Ada sisi lain dari Kang Ayip, beliau selalu fasih berbahasa tergantung tamu yang datang, arab, sunda, jawa, melayu, bahkan inggris. Beliau juga tidak segan duduk ngobrol ngopi bersama tukan becak, buruh kasar, tukang sayur, dan lainnya, cara beliau berinteraksi sangat memukau di semua kalangan sampai yang mereka rasakan adalah dirinya teramat diperhatikan dan dekat dengan Kang Ayip.

Meski tak berminat di bidang politik, tapi beliau tak menjauhi mereka, beliau menerima kalau mereka sowan ke kediaman beliau dengan baik. Di mata Kang Ayip semuanya semata lahan dakwah, tak ada yang lain, ia sangat menghargai perbedaan, sampai jika ada pihak yang berselisih paham, bertikai dan sebagainya pertemuan itu harus diadakan di Jagastru, kediaman beliau. Sempat terjadi konflik di area keraton Cirebon, dan Kang Ayip lah yang membantu manjadi penengahnya, kharismanya begitu kuat, sampai akhirnya mereka sepakat untuk Islah, berdamai. Begitu banyak sifat dan kepribadian beliau jika kita ungkap atau tulis semuanya, menggambarkan beliau secara total mengikuti datuknya Sayyidina Muhammad Saw, total dalam berdakwah dan maslahat bagi umat.

Wafat Ketika Duduk Tahiyyat, Lautan Manusia Mengantarkan Beliau

Beberapa tahun terakhir dalam kehidupan Kang Ayip, keluarga sebenarnya sudah mengetahui bahwa beliau mengidap penyakit dalam, namun mereka sepakat untuk tidak mencemaskan di hadapan beliau, selanjutnya perjalanan hidup beliau di dunia ini terhenti, Selasa menjelang Magrib 26 Desember 2006 tepat di tanggal peristiwa Tsunami, Jagat Cirebon seakan kelabu dan bergetar, Kang Ayip Muh wafat. Dalam waktu yang singkat, awan kesedihan menggelayuti Cirebon dan sekitarnya, kabar ini terhitung mengejutkan karena beberapa hari sebelumnya kesehatan beliau terpantau sehat, Ahad sebelumnya masih mengisi Ta’lim seperti biasa, siang nya masih menghadiri acara dari parpol Islam, bahkan sorenya masih menerima tamu.

Saat berbincang dengan tamu di bangku teras rumahnya, beliau izin pamit sebentar untuk menunaikan sholat ashar, mereka paham kalau sedang sholat memakan waktu yang lama, namun kala itu lain dari biasanya, hingga salah seorang menantunya masuk ke kamar beliau untuk membawakan teh hangat ke beliau. Namun di saat itulah didapati tubuh Kang Ayip sudah tak bergerak sama sekali. Beliau wafat dengan posisi duduk tahiyyat akhir dengan telunjuk masih menghadap ke Ka’bah. Pertanda seorang hamba yang total dengan kesaksian bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah Ta’ala. Allah juga yang menetapkan waktu istirahat panjangnya kepada Kang Ayip setelah sekian lama berjuang di jalan – Nya. Sejenak kemudian Ponpes Jagastaru berubah menjadi lautan manusia, setelah dimandikan dan di sholati sekitar jam 21.00 WIB, ribuan penta’ziyah silih berganti mensholati beliau sampai pagi harinya. Rabu siang iringan manusia mengantarkan beliau seperti lautan manusia, belum lagi warga yang berdiri di sepanjang jalan penuh dengan kesedihan, meneteslah air mata dengan tanpa sengaja, mengingat kemuliaan beliau sewaktu hidupnya. Ini sama dengan kejadian dulu waktu wafatnya Abah Syekh, hampir sama. Sesuai dengan pepatah “Ma fil aba fil abna” seperti halnya seorang ayah, demikian pula anaknya. Suasana pemakaman di Jabang Bayi Cirebon tidak jauh berbeda, sejak pagi ribuan jamaah mendatangi lokasi itu, meraka tak sabar untuk mengantar Kang Ayip untuk terakhir kalinya, semua elemen bangsa turut hadir, dan mngamankan prosesi pemakaman. Pagi itu Cirebon menangis, mentari seolah tak berani menampakkan keceriannya, hilang sudah sosok yang selalu memperhatikan umat, membimbing dan meneladani setiap ahlakul karimah. Sesuai amanah beliau, Kang Ayip dimakamkan di samping makam Abahnya, seperti yang kita ketahui pemakaman Jabang Bayi adalah pemakaman umum, beliau di akhir hayatnya pun ingin selalu dekat dengan rakyat biasa ia cintai, tanda kesejukan dan kesederhanaan begitu juga makam beliau, layaknya makam orang biasa, inilah Totalitas Seorang Hamba.
Inspired by Majalah Al-Kisah Edisi 7-20 Maret 2011.


Mengenang Beliau (Link Download Suara) :

Sumber2:

Pentingnya Mencari Guru Mursyd

Pentingnya Mencari Guru Mursyd

Habib Umar Mursyd Jamaah Asy Syahadatain
 
Dalam koridor ilmu tasawuf (Tharekat) Mursyid adalah manusia yang atas izin Allah, dia dipertemukan dengan mursid sebelumnya lalu mendapatkan talqin dzikir, mengamalkan tarekatnya dengan benar sehingga sampai tingkatan bersih hatinya terbukti dengan baik akhlaknya terbutki dengan tinggi ilmunya dan tidak mencari murid. Dia mengamalkan untuk dirinya sendiri setelah dilihat oleh orang lain ternyata dia berakhlak mulia berhati bersih arif bijaksana, orang lain minta dibimbing kepada dia. Kemudian dia dilantik secara ruhani oleh silsilahnya maka diikuti oleh orang lain. Calon seorang mursyid itu orang yang atas izin Allah ingin mencari ilmu Allah untuk menjadi hamba Allah yang baik oleh gurunya diberikan ilmu tauhid, fiqih, akhlak, hadits, tasawuf, nahu, sorof dll. Pendeknya seorang mursyid harus seorang yang 'alim. Oleh Allah masih digerakkan hatinya yang kemudian dipertemukan dengan seorang mursyid. Kemudian tarekatnya diamalkan dengan semua adab-adabnya dengan semangat Wushul Ilallah. Dari sekian ribu bahkan juta muridnya terpilihlah dia. Dipilih oleh Allah melaui gurunya bukan keinginannya sendiri. (karena apabila ada seujung rambut saja dalam hati seorang salik ingin mendapatkan kedudukan dan jabatan maka dia telah gagal, sebelum berangkat).
 
maka kita perlu pimpinan dari orang yang mampu melihat dan paham jalan ini (jalan ruhaniah menuju Allah). Orang ini disebut guru mursyid. Guru mursyid sangat diperlukan oleh setiap manusia dalam perjalanan ruhani menuju taqwa. Dia dapat memimpin di bidang ilmu, akal atau hati, lahir maupun batin dan dalam semua hal sehingga hidup manusia dapat tertuju kepada Allah. Guru mursyid Allah beri anugerahkan ilmu-ilmu yang luar biasa, ilmu lahir juga ilmu batin.
Karena pentingnya guru mursyid ini, Imam Malik pernah berkata: “Barangsiapa yang tidak mempunyai guru mursyid maka syaitanlah yang akan menjadi gurunya.”
 
Orang yang bisa memimpin hati/ruhani (guru mursyid), hanyalah orang yang pintu hatinya terbuka, yaitu orang yang mempunyai basyirah. Bukan sekadar akalnya yang terbuka. Banyak orang yang akalnya terbuka, hingga dapat menangkap ilmu, tetapi sangat sedikit orang yang hatinya terbuka. Mursyid itu ialah orang yang hatinya terbuka luas dan dapat memimpin orang lain.
Jadi setiap orang mesti mencari seorang guru mursyid untuk memimpin dirinya walaupun dia alim. Setelah dia bertemu dengan guru mursyid yang layak, maka lahir dan batinnya perlu diserah kepada guru mursyid itu.
 
 
Begitupun dengan mursyd jamaah asy syahadatain menurut cerita dari orang - orang tua , murid - muridnya dan kyia yang bertemu langsung dengan Habib Umar di zamanya sosok abah umar , tindakan , perilaku dan kata katanya sesuai dengan pembahasan para alim ulama tentang sifat ke mursydan yaitu :
Menguatkan Agama dengan yakin
Memberi makan ribuan fakir miskin
tidak pernah meminta-minta dari manusia ataupun jin
Mengajari orang bodoh sehingga mereka yakin terhadap agamanya .

Bahkan banyak juga kisah tentang kecintaan muridnya kepada Habib Umar melebihi segala apa yg dia punya termasuk dirinya sendiri setelah sang murid benar benar paham dan yakin tentang kedudukan dan kemuliaan Habib Umar

Sumber: angipin.com

Kisah Kelahiran Sunan Gunung Jati ( Dzohirnya Wali Qutub )

Kisah Kelahiran Sunan Gunung Jati ( Dzohirnya Wali Qutub )

Di ceritakan di negara mesir Maulana sultan syarif abdullah dan permaisuri Syarifah Muda'im sudah mengandung 7 bulan pergi ziarah ke mekkah dan madinah . berangkat di iringi wadyabala dua ribu orang berlayar mengendarai kapal datang sudah di jeddah , lalu menuju mekkah dan meneruskan perjalanan menuju madinah , datang sudah rombongan Maulana Syarif Abdullah di hadapan Maqom Nabi Muhammad SAW , setelah selesai ziarah kemudian mereka kembali ke Mekkah .

Sang permaisuri sudah cukup bulanya untuk bersalin , pada bulan Maulud tanggal 25 ba'da Subuh Syarifah Muda'im melahirkan seorang bayi laki laki yang elok sekali , cahayanya meredupkan cahaya matahari , Maulana sultan abdullah gembira sekali , Lalu di bawa tawaf di baitullah , di rubung oleh para ulama dan orang orang mukmin dan di beri nama SYARIF HIDAYATULLAH bertepatan pada tahun 1448 M .
60 hari kemudian rombongan sulthan abdullah dan permaisuri bertolak menuju negara Mesir .
Beberapa tahun kemudian syarifah muda'im mengandung kembali , setelah datang kepada waktunya lahirlah seorang bayi laki laki dan di beri nama SYARIF NURULLAH
Selang beberapa waktu Maulana Sultan Syarif Abdullah Wafat , setelah wafatnya sang sultan lalu yang menjabat sebagai sultan mesir adalah Patih Jamalulail mewakili Syarif Hidayatullah selama sebelum dewasa.

sumber : Babad Tanah Sunda / karya PS.Sulendraningrat

Sunan Gunung Jati Sebagai Wali Qutub Di Zamanya

Sunan Gunung Jati Sebagai Wali Qutub Di Zamanya

Maulana Sulthon Syarif Hidayatullah
Cerita ini di kutip dari buku Babad Tanah Cirebon karya PS Sulendraningrat yang menjelaskan tentang perjalananya Syarif Hidayatullah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW
Diceritakan di negara mesir sang raja Syarif Hidayatullah sedang sendirian dalam gedung perpustakaan membaca kitab usulkalam yang sangat terperinci/halus,jeng maulana sudah menerima/menangkap tersiratnya kitab yang di baca itu, sehingga timbul rasa sungguh - sungguh berkehendak berguru kepada Nabi Muhammad SAW , walaupun menurut kabar dan memang kenyataanya Nabi Muhammad telah tiada ,tetapi Allah SWT lebih punya kuasa.

Maulana sulthan Syarif Hidayatullah segera keluar dari gedung perpustakaan itu lalu menghadap ibunya ( Nyai Rarasantang ) Syarifah Mudaim,datang sudah di hadapanya
Segera berkata : " Duhai ibu mohon izin akan berguru kepada Maulana Nabi Muhammad SAW,hendak di cari dimana adanya. "
Sang ibunda merangkulnya dan berkata :" Mas sayang putraku,seyogyanya anda tau Maulana Rosulullah SAW sudah tiada,bahkan sudah turun yang ke 22 kepada anda,baik bergurulah kepada Awliya,para ulama mana yang anda pilih anda sukai, janganlah anda cari yang sudah tiada."
Sang putra memaksa karena tidak tahan,segera mohon pamit meneruskan perjalananya pada tanggal 5 bulan jumadil awal tahun 1466M, Sang ibu menangis gelisah......

Cerita Selanjutnya Klik Sunan Gunung Jati Sebagai Wali Qutub Di Zamanya 2
Sunan Gunung Jati Sebagai Wali Qutub Di Zamanya 3
sunan gunung jati sebagai wali qutub di zamanya 4

Membaca Yasin Syahatil Wujuh


Membaca Yasin Syahatil Wujuh




Dalam tuntunan Syaikhunal Mukarrom terdapat salah satu ayat dari  surat Yasin yang dipotong dengan membaca Syahatil Wujuh. Mau tau alasannya? Bagaimana hukumnya? Berikut jawabannya :
Bagi jama'ah syahadatain tentu sudah tidak asing lagi dengan bacaan "syahatil wujuh" dalam Surat Yasin setelah membaca kalimat "La yubsirun" saat wirid ba'da sholat maghrib. Hal ini terdapat contoh tentang kebolehan membaca Syahatil wujuh setelah membaca "la yubsirun", yaitu sebagai berikut :

"faaghsyainaahum fahum laa yubshiruun. Syaahatil wujuuh tsalatsan

Demikian yang tertera dalam kitab Dalailul Khoirot. Tersebut pula dalam kitab salaf tenteng kebolehan membaca do'a atau tesbih di tengah-tengah surat atau ayat Al-Qur'an selama tidak hawatir terhadap dugaan bahwa do'a atau tasbih tersebut termasuk ayat-ayat Al-Qur'an, yaitu sebagai berikut :

" dan ditengah-tengah (bacaan) Al-Qur'n apabila ia melewati (membaca) ayat yang menjelaskan tasbih, maka hendaklah ia membaca tasbih dan takbir. Apabila ia melewati (membaca) ayat tentang do'a dan istighfar, maka hendaklah ia bedo'a dan beristighfar. Dan apabila ia melewati (membaca) suatu ayat yang menakutkan, maka hendaklah ia memohon perlindungan. Ia melakukan semua itu dengan lisan dan hatinya". (Ihya Ulumuddin, juz 1,hal.279)

Imam Al-Humaimi berkata :" dimakruhkah menulis tanda sepesepuluh, seperlima (juz), nama-nama surat dan bilangan ayat di dalam Al-Qur'an, karna sabda beliau; kosongkanlah al-Qur'an. Adapun sekedar mengucapkannya diperbolehkan, sebab ucapan tidak mempunyai bentuk, yang dimana dengan adanya bentuk tersebut, apa-apa yang bukan termasuk al-Qur'an bisa disangka termasuk Al-Qur'an. Sesungguhnya ia (bentuk/rupa) tersebut hanya sebagai petunjuk bagi ayat yang dibaca, maka tidak ada penetapannya bagi orang yang membutuhkannya". (Jalaludin As-Suyuti. "Al-Itqon", juz III, hal. 171).


 
Support : the balina | Mas Template
Copyright © 2011. BLOGE WONG BODO - All Rights Reserved
Site Meter
Page Rank Check Template Created by Creating Website Publised by Bloge Wong Bodo
Proudly powered by Blogger